SEJAK subuh Jalan Cikapundung di Bandung, Ja-Bar, kelihatan
hirukpikuk. Sub-agen dan pedagang eceran surat-kabar dan majalah
memang ramai mangkal di jalan itu. Ada semacam bursa media cetak
di sana.
"Tapi sejak 2 bulan terakhir ini pemasaran koran dan majalah
terasa menurun. Banyak yang tak laku," tutur Mahyudin, salah
satu sub-agen di sana. Misalnya, menurut Mahyudin, dulu 750
eksemplar Kompas biasa diedarkannya, tapi turun jadi 600 sejak
September. "Saya rugi," keluhnya. Bahkan koran terbitan Bandung
sendiri, Pikiran Rakyat, dalam penjualannya ikut merosot dari
2.200 eksemplar ke 2.000. PR memperlihatkan gejala menurun sejak
Juni, katanya.
Juga peredaran sejumlah majalah Ibukota menurun di "bursa"
Bandung itu, rata-rata 10%. Hanya Sarinah yang naik
peredarannya, menurut Mahyudin.
Angka-angka dari Lukito, pemilik Cirebon Agency di Cirebon,
Ja-Bar, lebih mengejut , Kompas, misalnya, kini hanya Lisa
diedarkannya 2.500-an, turun dari 6.000-an (JuIi). Bahkan Sinar
Harayan juga anjlok jadi 900-an dari 2.300-an. "Baru kali ini
saya mengalami kemerosotan penjualan yang begitu bear," tutur
Lukito. Cirebon Agency didirikannya 25 tahun yang lalu.
Bagaimana di Jakarta? H. Mesri Pasaribu, pemilik CV Yan
Nusantara, agen besar majalah dan koran di Ibukota,
bisa-bercerita. Kartini katanya, dulu terjual 70.000 eksemplar,
kini tak mencapai 50.000. Ny. Ida Gandung, Kepala Bagian
Sirkulasi Kartini, tidak membantah. "Penurunannya terjadi sejak
Lebaran yang lalu di seluruh Indonesia, 1015%," kata ibu 3 anak
itu.
Menurut sumber di Kompas, oplahnya sejak Januari sampai Juni
mencapai 380.000, tapi kemudian merosot ke sekitar 360.000.
Sedang Sinar Harapan, menurut Aristides Katoppo, Direktur PT
Sinar Kasih, penerbitnya, "mengalami kenaikan oplah." Oplahnya
raurata 220.000 akhir-akhir ini, dibandingkan dengan 210.000
setahun lalu. "Itu masih di bawah target 250.000 eksemplar,"
kata Katoppo. "Tapi sirkulasi kami 80% ke langganan tetap,
sisanya ke eceran. Justru yang ke eceran itulah yang menurun,"
kata Perry Simorangkir, Manajer Sirkulasi SH.
Di daerah lain? "Bali Post kini dicetak sekitar 13.000-an,"
tutur Pem-Umum Kt. Nadhas Koran terbesar di Bali itu biasanya
dicetak 15.000-an, Mnurut M. Wonohito, Pem-Umum Kedaulatan
Rakyat, Yogyakarta, oplah korannya subil. "Ajeg (konstan) saja,"
katanya. Ia tak bersedia menyebutkan oplah- nya yang konon
18.000-an.
Tapi Masa Kini, harian di Yogyakarta juga, beringsut turun 10%
oplahnya menjadi 6.000-an bulan-bulan terakhir ini. Sementara
Susanto, agen koran dan majalah sejak 1959, mengatakan media
cetak rata-rata menurun 15% di kota gudeg itu. Di Surabaya,
peredaran koran dan majalah umumnya menurun sudah sejak usainya
pemilu. Sebaliknya Jazla Pos dalam enam bulan terakhir ini
menanjak terus.
Di Medan, menurut Iqbal, pemilik agen koran dan majalah Pustaka
obor, penjualannya atas penerbitan Jakarta merosot 10%. Itu
terasa sejak September.
Biro iklan juga terpukul. "Omset saya menurun 3040%," tutur Tio
Boru Simanjunuk, pemimpin Sinar Advertising di Medan. Banyak
perusahaan di daerah penghasil komoditi ekspor itu, katanya,
membatalkan pemasangan iklan.
Akibat resesikah semua itu? "Memang pengaruh resesi," kata
Aristides Katoppo. "Sektor eceran kami rapuh." Ny. Ida Gandung,
yang dari Kartini (oplah semula 187.000), mengatakan saingan
makin banyak dihadapi majalahnya. Ia menunjuk Sarinah, yang
beredar dengan harga lebih rendah.
Menurut Drs. Zulmi Budjang, Kepala Bagian Sirkulasi Sarinah,
maialahnya yang masih muda semula dicetak 35 .000, kini (nomor
6) 85.000. Tidak ada resesi baginya. Juga Femina (oplah
160.000) kata seorang petugas bagian sirkulasi nya, "belum
sampai pada titik mengkhawatirkan." Penurunan oplah 5% katanya
lagi, "gejala wajar saja."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini