SUATU hari Inspektur Jenderal Departemen Luar Negeri Sarwo
Edhie, mengadakan inspeksi rutin ke beberapa perwakilan RI di
luar negeri. Di Konsulat RI Bombay Sarwo memeriksa berkas-berkas
yang ada, seperti yang ia lakukan Juga di kantor perwakilan RI
yang lain. Tapi kali ini ada yang mencurigakan: sebuah surat
penitipan ribuan butir berlian dari seorang pramugari Garuda,
Shinta Dewi (bukan nama sebenarnya) kepada konsul yang pernah
bertugas di sana, B. Sugitno (juga bukan nama sebenarnya).
Barang titipan itu kemudian dicari di kantor konsulat itu.
Ternyata tak ditemu kan lagi. "Padahal harganya tidak ternilai,"
ujar Sarwo Edhie. Dari situlah bermula pengusutan dilakukan
Ir-Jen Deplu itu terhadap Sugitno. "Semula ia membantah membawa
barang itu ke Indonesia, tapi setelah didesak akhirnya mengaku,"
tambah Sarwo Edhie lagi.
Ternyata diplomat Indonesia itu terlibat dalam jaringan
penyelundupan berlian ke Indonesia. Mungkin karena itu Jaksa
Agung Ismail Saleh pekan lalu mengumumkan akan membawa kasus
diplomat itu ke pengadilan awal tahun depan.
Yang mengagetkan Irlen Deplu itu, B. Sugitno dikenal mempunyai
karir dan konduite baik selama bertugas di Deplu Sugitno,
lulusan Akademi Dinas Luar Negeri tahun 1956, telah bertugas di
New Derhi, Stockholm dan Teheran sebelum di Bombay. Ia
menyelesaikan tugasnya di Bombay dan kembali ke Indonesia tahun
1978. Dan ketika Sarwo melakukan inspeksi di Bombay April 1979,
Sugitno, ayah dari seorang anak itu, tengah disiapkan untuk
menja di duu besar.
Setelah mengaku mendapat titipan B. Sugitno menyerahkan berlian
yang dibawanya itu kepada Irlen, Mei 1979. Ternyata bungkusan
itu berisi 260,62 karat berlian yang sudah digosok, dan 296,75
karat yang belum digosok. Semuanya disita oleh tim pengusut, dan
sekarang sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung yang akan
meneruskan perkara itu ke pengadilan. "Seharusnya ia langsung
melapor ke Deplu karena membawa barang itu, tapi mungkin karena
lupa, ia tidak melakukannya," kata Sarwo Edhie.
Karena kelalaian itu, B. Sugitno terkena tindakan administratif
dari Deplu. Macam apa Sarwo tidak menjelaskan. "Tindakan
administratif itu bisa berupa penundaan kenaikan pangkat atau
penundaan jabatan barudi luar negeri," umbahnya. Dan memang
sampai pekan lalu Sugitno masih bertugas di Deplu.
Sarwo Edhie, perwira tinggi yang pernah menjabat Dubes di Seoul
itu, membenarkan masih ada beberapa diplomat yang
menyalah-gunakan jabatan dan hak kekebalan diplomatik untuk
membawa barang-barang terlarang. "Biasanya diplomat kita atau
istrinya membawa titipan yang ternyata barang dagangan," kata
Sarwo. Tapi, lanjutnya diplomat seperti itu tidak banyak--dan
"tugas sayalah untuk menghapusnya."
Tentang Sugitno sendiri Sarwo menilai diplomat itu terjebak ke
dalam jaringan penyelundupan berlian. Sebab, ia mendapat titipan
dari pramugari Garuda, Shinta Dewi, tanpa tahu siapa pemilik
berlian itu, sampai ia serahkan kepada tim pemeriksa.
Shinta yang dikenal rekan-rekannya sesama pramugari sebagai
pramugari teladan dan ramah, memang pernah ditangkap petugas Bea
Cukai Bombay karena kedapatan membawa berlian dari Roma, Italia,
di balik lapisan tas kosmetik miliknya. Pramugari asal Malang
itu sempat ditahan petugas Bombay sejak 25-April 1977, sampai
dilepaskan kembali oleh Pengadilan Bombay 6 Februari 1978 dengan
jaminan 130 ribu rupee. Menurut Kompas, pramugari itu kembali ke
Indonesia setelah mendapat izin menengok ibunya yang sedang
sakit. Tapi ia tidak kembali lagi ke Bombay sampai dijatuhi
hukuman in absentia oleh Pengadilan Negeri Bombay.
Dua hari setelah Shinta ditangkap, seorang rekannya sesama
pramugari, melalui kapten pilot Garuda, menitipkan berlian dari
Shinta ke Konsulat di Bombay. Titipan itulah yang dibawa Sugitno
ke Jakarta dengan fasilitas diplomatik. Tapi belum sempat barang
itu diserahkan Sugitno kepada pemiliknya, pihak Ir-Jen Deplu
sudah mencium penyelundupan itu.
Samuel Horo yang akan menjadi penuntut umum dalam perkara
Sugitno membenarkan, telah memeriksa Shinta. Tapi baru Sugitno
yang telah diberkas. Samuel tidak bersedia mengungkapkan hasil
pemeriksaannya. "Tunggu saja keterangan Jaksa Agung, saya tidak
berhak menjelaskannya," ujar Samuel Horo.
Tapi sumber TEMPO di kalangan bisnis berlian mengatakan
penyelundupan perhiasan itu melalui awak pesawat sebagai hal
yang sering terjadi. "Hampir semua berlian yang beredar di
Indonesia berasal dari selundupan--sebagian besar dengan cara
itu," ujar sumber tadi.
Namun, kata sumber yang tak mau disebutkan namanya itu,
perbedaan antara harga berlian di luar negeri dengan di
Indonesia tidak besar. "Bisabisa di Indonesia lebih mahal,"
katanya. Tapi penyelundupan terus terjadi. Sebab penyelundupan
bisa mendapatkan berlian yang berharga milyaran rupiah di Eropa
dengan sistem kredit selama 6 bulan. "Jadi keuntungan
menyelundupkan berlian itu adalah dari perputaran uang selama 6
bulan itu di Indonesia. Setelah 6 bulan bisa mengambil berlian
lagi," ujar sumber itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini