Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Makin Jangkung, BBD

Peresmian gedung BBD di Jl. Imam Bonjol, Jakarta, punya kekayaan sebesar 2,8 trilyun dan cadangan modal sebesar Rp 96,9 milyar. (eb)

11 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BISA dimengerti kalau seorang pengusaha menjuluki Omar Abdalla sebagai "bankir yang paling besar" di Indonesia. Tentu yang dimaksudkan pengusaha itu adalah gedung baru Bank Bumi Daya yang berlantai 23, yang kalau kelak sudah rampung semua, akan lebih jangkung dari gedung Wisma Nusantara, masih tetangganya. Tapi orang tak perlu salah paham: kantor pusat dan kantor cabang utama BBD yang terleul di bibir Jl. Imam Bonjol, Jakarta, hana menempati 5 lantai dan bangunan yang inirip menara piramda itu. Gedung itu dibangun dan dikelola PT Bumi Daya Plaza, patungan antara BBD (US$ 6,9 juta atau 93,3%) dengan Tong Tumasek dari Hongkong. Dir-Ut Omar, 56 tahun, patut merasa bangga. Selain gedung yang lama terbengkalai pembuatannya itu, kini sudah berfungsi, Dir-Ut BBD itu juga punya 'mainan' baru: pusat komputer yang terletak di lantai bawah plaza, dilindungi batu padas. "Hanya dalam waktu dua-tiga menit, permintaan nasabah bis? dipenuhi pusat komputer ini," katanya memperkenalkan kepada para undangan (lihat Pokok & Tokoh). Menengok ke belakang, apa yang sekarang dicapai BBD memang membuat banyak mata menoleh ke arah Dir-Ut Omar Abdalla. Di tahun 1977 bank pemerintah yang paling besar itu ternyau memiliki kredit macet ratusan milyar mpiah. Dan Omar Abdalla, ketika itu Dir-Ut Bank Dagang Negara (BDN), ditugasi untuk membenahinya. Sebanyak Rp 11 milyar dari Rp 240 rnilyar lebih kredit macet itu berada di tangan Endang Wijaya, Dir-Ut PT Jawa Building. Kesulitan masih terasa ketika di tahun 1978 neraca BBD menunjukkan kerugian Rp 23,5 milyar lebih. Maka dalam usaha menyelamatkan kredit macet itulah, BBD akhirnya masuk ke berbagai perusahaan nasabahnya sebagai pemegang saham, tanpa harus melikwidasi. Penyertaan BBD ke dalam berbagai perusahaan itu ada batasnya. Sebab, seperti kata Omar Abdalla kepada Eddy Herwanto dari TEMPO, ada juga kredit macet yang terpaksa dihapuskan. Itu baru bisa dilakukan setelah di tahun 1980 BBD bisa mendapat laba. Penghapusan utang-utang macet sampai Juni 1982 mencapai Rp 120 milyar--kurang lebih separuh dari seluruh kredit macet. Ini jelas telah menggerogoti laba BBD selama periode 1980-1982. "Tindakan tersebut tak bisa ditunda-tunda lagi," kata Omar. Kini dengan kekayaan (assets) Rp 2,8 trilyun per September 1982, BBD baru bisa memupuk cadangan modal Rp 96,9 milyar. Pada 1978, dengan kekayaan sekitar Rp 1 trilyun, cadangan modalnya baru Rp 24,4 milyar. Berapa keuntungan tahun ini? "Ya, laba sebelum pajak kira-kira akan mencapai sekitar Rp 15 milyar," katanya. Jumlah tersebut masih jauh di bawah BDN yang sampai Juni sudah memperoleh laba sebelum pajak sekitar Rp 35 milyar. Agaknya yang mengerem tingkat laba BBD adalah lesunya ekspor sejak tahun lalu. Sedang kegiatan utamanya adalah di sektor perkebunan dan pertanian. Sampai September tahun ini, jumlah kredit yang disalurkan ke sektor perkebunan dan pertanian sudah mencapai Rp 62 milyar (35% dari seluruh pinjaman). Ini pasti membuat Omar Abdalla garuk-garuk kepala. Di masa resesi yang masih akan mengganas di sepanjang tahun 1983, Dir-Ut BBD menduga sejumlah nasabah umumnya akan menderita kesulitan mencicil utang-uungnya. "Barangkali akan ada penundaan pembayaran cicilan utang," katanya. Dia sendiri berharap laba Rp 15 milyar tahun ini, akan bisa dipertahankan tahun depan. "Kalau itu berhasil, sudah bagus," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus