Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SARAH tiba-tiba panik. Pertengahan bulan lalu, pemburu mata uang Irak itu bergegas melego seluruh dinar miliknya. Langkah ini juga ditempuh beberapa investor lain. Aksi jual itu dipicu kabar pemerintah Irak hendak memotong nilai dinar hingga tiga digit dan mempersiapkan mata uang baru sebagai penggantinya.
Namun, kegusaran Sarah tak sampai lama. Rabu pekan lalu, ibu rumah tangga berusia 26 tahun itu memborong kembali mata uang dari negeri yang pernah dipimpin Saddam Hussein tersebut. Jumlahnya malah dua kali lipat dari investasi semula, sekitar dua juta dinar atau Rp 20 juta. ”Saya yakin kabar itu tak benar,” katanya.
Sebetulnya, kabar yang berembus dari Negeri 1.001 Malam itu tak bisa dianggap sepele. Dikutip oleh Dow Jones Newswires, Menteri Keuangan Irak Bayan Jabr al-Zubeidi mengatakan, pemerintahnya berikhtiar memotong nilai mata uang yang beredar saat ini hingga tiga digit. ”Bank sentral akan memutuskannya tiga bulan dari sekarang,” kata Bayan, akhir November lalu.
Langkah ini lumrah ditempuh suatu negara untuk memudahkan perhitungan perdagangan. ”Juga, membantu suatu negara agar tidak mengeluarkan uang dalam jumlah banyak,” kata Farial Anwar, analis pasar uang. Biasanya, harga barang-barang di negara tersebut akan disesuaikan dengan nilai mata uang yang telah dipotong. ”Sehingga tidak mempengaruhi daya beli masyarakatnya,” Farial menambahkan.
Setelah beberapa penyesuaian, pemerintah Irak berencana mengeluarkan mata uang baru untuk mengganti mata uang yang saat ini beredar. Bayan Jabr menaksir, upaya mencetak uang baru hingga kemudian mengganti sepenuhnya uang yang saat ini beredar bisa makan waktu dua tahun.
Sederet rencana tadi bisa jadi membuyarkan mimpi para pengempit dinar Irak. Soalnya, bila rencana itu terealisasi, nilai dinar yang digenggam para investor bisa menciut sampai seperseribu pada Maret nanti. ”Investor akan rugi besar karena kehilangan nilai investasi hingga tiga digit,” kata praktisi perbankan, Pardy Kendi. Sebagai contoh, uang 25 ribu dinar bisa tinggal 25 dinar.
Padahal, jumlah investor Indonesia yang kepincut dinar Irak tak sedikit. Menurut pengakuan Gihon Tio, pedagang dinar di Jakarta, jumlah dinar yang dijualnya sudah menembus angka miliaran. ”Saya bisa menjual 25–50 juta dinar per hari,” katanya. Sedangkan Efrat Tio, adik Gihon yang berdomisili di Bali, sudah berhasil menjual hingga 500 juta dinar dalam setahun terakhir.
Kalangan yang membeli mata uang ini pun beragam. Mulai dari mahasiswa, karyawan swasta, wartawan, artis, hingga pengusaha. ”Ada seorang pengusaha yang membeli sampai 80 juta dinar,” kata Efrat sambil mewanti-wanti agar nama si pengusaha tidak ditulis. Dari bisnis ini Efrat mengaku mengambil untung Rp 1–5 per dinar.
Para penjaja dinar ini sukses memikat pembeli karena memampangkan hitung-hitungan yang menggiurkan. Mereka menggembar-gemborkan, suatu saat nanti satu dinar setara dengan US$ 1—tentu, dengan asumsi kondisi ekonomi di Irak benar-benar pulih. Saat ini US$ 1 sama dengan 1.215 dinar. Bila penguatan dinar terjadi, seorang investor bermodal Rp 400 ribu atau setara 25 ribu dinar bisa meraup US$ 25 ribu atau Rp 225 juta dengan kurs Rp 9.000 per dolar.
Memang, penjualan dinar sempat anjlok setelah ada berita Dow Jones tadi. Efrat mengaku sampai membeli kembali 100 juta dinar dari investor yang gelisah. ”Tapi mata uang itu sudah laris lagi,” kata Efrat. Ia sendiri tidak yakin Irak akan melakukan pemotongan nilai mata uang, apalagi sampai mengganti dinarnya dengan yang baru. Keyakinan inilah yang ditularkan Efrat kepada para pembeli dinar.
Pengamat pasar uang, Farial Anwar, justru meminta investor berhati-hati, dan jangan terperangkap oleh mimpi. Apalagi, katanya, tidak ada ekonom sepandai apa pun yang bisa memprediksi seperti apa pemulihan ekonomi Irak di masa depan. ”Sebab, gejolaknya sangat tinggi,” katanya.
Itu sebabnya Farial mewanti-wanti agar para investor mengikuti betul perkembangan negara Teluk itu dari hari ke hari. Mulai dari kebijakan bank sentralnya hingga perkembangan geopolitik Timur Tengah. Jangan gara-gara tidak mengikuti perkembangan, dinar yang sekarang beredar ternyata tidak laku lagi. ”Jangan sampai dinar yang dipegang menjadi kertas toilet,” katanya.
Yandhrie Arvian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo