Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Susanto Pudjomartono
Sementara negara seperti Indonesia atau Amerika Serikat perlu waktu bertahun-tahun untuk memastikan siapa presiden yang akan datang, Rusia lain lagi. Tiga bulan sebelum pemilu presiden pada Maret 2008, siapa Presiden Rusia yang akan datang sudah hampir bisa dipastikan.
Beberapa hari setelah pemilu Majelis Rendah (Duma) awal Desember 2007 yang dimenangi secara mutlak oleh Partai Rusia Bersatu (64 persen), Presiden Vladimir Putin (yang tidak bisa dipilih lagi karena sudah dua kali menjabat) mengumumkan dia akan mendukung Wakil Pertama Perdana Menteri Dmitry Medvedev sebagai presiden. Dan shezam! Maka hampir pastilah Medvedev akan terpilih.
Hal itu mungkin karena seluruh mesin politik Rusia dikuasai dan dikendalikan Presiden Putin. Praktis pemilu Maret 2008 akan menjadi formalitas saja. Seluruh rakyat Rusia menyadari hal itu, dan hebatnya, mayoritas rakyat tampaknya tidak berkeberatan.
Medvedev sendiri segera mengucapkan terima kasih pada kepercayaan yang diberikan Putin. Dengan santun ia kemudian menawarkan jabatan perdana menteri kepada Putin (yang hingga kini belum menjawab pasti). Menurut konstitusi, jabatan perdana menteri lebih rendah dibanding presiden, tapi siapa pun tahu bahwa Putin kelak akan tetap menjadi orang paling kuat di Rusia. Dan tampaknya sebagian besar orang Rusia malah ”lega” karena Putin masih akan menjadi ”Tsar” Rusia.
Soalnya, orang Rusia telah tahu kualitas dan prestasi Putin dan ingin stabilitas serta kesejahteraan yang telah dicapai selama delapan tahun pemerintahan Presiden Putin tidak menguap. Putin dituding kelompok oposisi dan juga negara-negara Barat sebagai penguasa otoriter. Tapi rakyat Rusia seakan tidak peduli. Seakan Rusia Raya yang diimpikan rakyat Rusia hanya bisa terwujud bila Putin berkuasa.
Mengapa Putin memilih Medvedev sebagai penggantinya? Mengapa bukan Sergei Ivanov, bekas rekannya di KGB yang juga menjabat wakil perdana menteri? Atau Victor Zubkov, yang beberapa bulan lalu dia tunjuk sebagai perdana menteri?
Dmitry Anatolyevich Medvedev lahir di Leningrad (sekarang St. Petersburg) pada 1965. Seperti Putin, ia lulusan Fakultas Hukum Universitas St. Petersburg dan memperoleh gelar philosophiae doctor pada 1990. Sewaktu Putin bekerja sebagai Deputi Wali Kota St. Petersburg, Medvedev menjadi anggota stafnya. Ia gemar musik rock (terutama Deep Purple, Led Zeppelin, dan Black Sabbath) serta pernah membentuk band bersama tiga kawan dekatnya sesama mahasiswa. Ia pernah mengungkapkan bahwa ia memiliki semua rekaman Deep Purple, padahal waktu itu lagu-lagu rock masuk daftar hitam pemerintah Uni Soviet.
Pada November 1999, ia termasuk dalam beberapa St. Petersburger yang ditarik oleh Putin ke Moskow. Ia dikenal sebagai salah satu orang yang sangat dekat dengan Putin dan menjadi manajer kampanye Putin pada pemilu presiden 2000. Nama Medvedev makin berkibar setelah pada Juni 2000, tak lama setelah Putin terpilih sebagai presiden, ia diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas Gazprom, perusahaan penghasil energi terbesar di Rusia, dan pada 2002 menjadi Ketua Dewan Direksi Gazprom. Secara pelan tapi pasti, karier Medvedev di Moskow terus menanjak sampai ia diangkat sebagai wakil pertama perdana menteri pada 2005.
Berbeda dengan Sergei Ivanov, Medvedev gampang bergaul dan lebih punya pengalaman internasional. Ia berbicara di konferensi Davos pada 2006 dan banyak pemimpin Barat yang telah menyatakan akan bisa menerima dia.
Yang menarik, Medvedev tidak punya pengalaman militer dan bukanlah anggota kelompok siloviki (mereka yang memiliki kekuatan seperti militer dan FSB) seperti Putin (yang bekas letkol KGB). Karena itu, banyak kelompok sipil yang berharap sebagai presiden kelak Medvedev bisa mengembangkan civiliki (kelompok sipil) hingga demokrasi bisa lebih berkembang di Rusia.
Harapan itu belum tentu bisa terwujud. Medvedev mungkin dipilih oleh Putin sebagai calon pengganti karena dia dikenal ”penurut” dan loyal kepada Putin. Diduga kuat Medvedev akan selalu menganggap Putin sebagai ”mentor”-nya, dalam jabatan apa pun yang kelak dipegang Putin.
Ada spekulasi bahwa kelompok siloviki tidak puas dengan pilihan Putin pada Medvedev karena itu berarti mereka mungkin akan kehilangan kekuasaannya. Maka ada dugaan akan terjadi pertarungan antara dua kelompok tersebut. Malah ada spekulasi bahwa bisa saja terjadi percobaan pembunuhan pada Putin untuk menggagalkan skenario Medvedev sebagai presiden.
Kekuatan utama Rusia saat ini adalah adanya presiden seperti Putin yang hebat dan tegas. Kelemahannya, kebergantungan yang sangat besar membuat Rusia bisa terguncang bila terjadi sesuatu pada Putin. Tapi perlu diingat, tatkala Yeltsin menyerahkan jabatan presiden kepada Putin pada 1 Januari 2000, kompetensi dia belum pernah teruji. Popularitasnya menanjak setelah Putin menghantam pemberontakan Chechnya dengan keras.
Vladimir Putin masih muda (55 tahun) sehingga ada kemungkinan dia bisa terpilih kembali sebagai presiden pada pemilu 2012. Medvedev, 42 tahun, dengan pengalaman dan latar belakang yang belum cukup dalam, sebagai presiden pasti memerlukan ”sandaran” kuat—pada orang seperti Putin—khususnya untuk menghadapi kelompok siloviki, yang saat ini amat berkuasa.
Mungkin terlalu dini mengatakan Rusia tahun ini mulai menghadapi periode post-Putin. Kini yang dipertaruhkan adalah stabilitas dan kesejahteraan rakyat serta masa depan Rusia Raya. Putin mungkin tidak ingin membahayakan hal itu dengan berlepas tangan. Dan mayoritas rakyat Rusia mungkin tidak ingin melepaskan Putin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo