Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=arial size=1 color=brown><B>Perdagangan Maya</B></font><BR />Berjejal di Mal Virtual

Fasilitator e-commerce lokal bermunculan. Faktor keamanan masih jadi ganjalan.

1 Maret 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pandji Pragiwaksono seakan tak kehabisan energi. Meski dikepung jadwal syuting yang melelahkan, artis serba bisa ini masih punya waktu untuk urusan di luar dunia hiburan: dagang di Internet.

Sukses menjalankan butik Ref Basketball Clothing di gedung olahraga C-Tra Arena Bandung sejak 2005, Pandji kini membuka ”cabang” di situs niaga plasa.com. Produk yang dijual pun sama, T-shirt bertema bola basket. ”Itung-itung perluasan pasar,” kata dia pekan kemarin.

Langkah baru itu berkat wejangan seorang pakar pemasaran. Sejak Januari lalu Pandji memajang dagangannya di Internet. Tak cukup di plasa.com, Pandji juga melebarkan sayap di situs mikrobloging Twitter. ”Targetnya sih bisa untung Rp 8 juta sampai Rp 10 juta sebulan,” ujarnya.

Aktris Liza Nathalia pun tak mau ketinggalan. Si ratu joget ini seolah memindahkan isi butik Get Sexy miliknya dari gerai di Senayan Trade Center ke galeri plasa.com. Sepatu, gaun, dan aneka aksesori wanita dibanderol pada kisaran Rp 70 ribu hingga Rp 420 ribu.

Bukan hanya dua artis itu yang mulai berdagang lewat dunia maya. Jumlah saudagar online di Indonesia kini makin banyak. Pelakunya beragam, dari mahasiswa hingga artis ternama, dari yang iseng hingga pebisnis tulen.

Menurut Asto Sunu Subroto, presiden direktur perusahaan riset PT Capricorn Mars Indotama, maraknya aktivitas ini didorong penetrasi Internet yang semakin tinggi, terutama di tingkat rumah tangga. Riset Mars menyebut, pada 2009 pengguna Internet rumah tangga mencapai 66 juta orang atau 28,7 persen penduduk Indonesia.

Dari jumlah itu, diperkirakan 5-8 persen memanfaatkan transaksi di Internet. Asumsikan saja satu orang belanja Rp 1 juta setahun, minimal transaksi online bisa mencapai Rp 5 triliun. Tentunya, angka ini bisa melonjak. ”Karena kepemilikan Internet dan belanja masyarakat naik,” ujar Asto.

Penelitian Forrester, sebuah lembaga riset internasional, lain lagi. Dari total transaksi e-commerce dunia pada 2000 yang mencapai US$ 390 miliar, porsi Indonesia baru 0,026 persen atau sekitar US$ 100 juta. Diramalkan angka ini naik hingga US$ 1.200 juta atau Rp 11,4 triliun pada tahun-tahun ini.

Di samping akses Internet yang tumbuh, aktivitas bisnis maya ini didukung keberadaan fasilitator e-commerce. Fungsinya mirip pusat belanja yang menyewakan gerai untuk pedagang. Keberadaan situs ini bisa dimanfaatkan pengusaha kecil yang minim kemampuan mengelola situs Internet. Menggunakan jasa mereka pun lebih murah ketimbang membeli domain Internet dan mengoperasikan situs sendiri.

Pebisnis lokal pun kini tak perlu puyeng memakai dotcom asing macam amazon, e-bay, atau alibaba.com. Di dalam negeri, fasilitator perdagangan maya ini bejibun. Harga sewa murah, desainnya pun modern dan ramah guna. Alamat kantornya mudah didatangi. Dan yang terpenting: berbahasa Indonesia.

Perkembangan signifikan terlihat pada akhir 2009, saat beberapa situs lokal memproklamasikan diri. Sebut saja plasa.com, situs seharga Rp 20 miliar milik PT Telkom Indonesia atau web khusus usaha kecil seperti juale.com dan kemana.com.

Menurut Andi Boediman, Chief Innovation Officer PT Mojopia, anak usaha Telkom pengelola plasa.com, hingga akhir 2010 ditargetkan 3.000 pedagang online akan bergabung dalam situs ini. Mirip dengan mal di kota besar, barang yang dijajakan lebih dari 100 ribu jenis, mulai alat elektronik, kosmetik, komputer, hingga pakaian. ”Kami juga menyediakan ruang iklan,” ujarnya.

Demikian pula dengan kemana.com, yang diluncurkan pada 11 Januari 2010 di Denpasar. Pengelolanya berani mengklaim diri sebagai megastore online pertama di Indonesia yang menjajakan keperluan rumah tangga hingga kerajinan khas Bali. ”Kami siap melayani transaksi 40 ribu jenis barang,” kata Christopher Benz, sang pemilik.

Jika dirunut dari awal, fasilitator e-commerce lokal sudah ada sejak 1995. Ada belasan perusahaan, di antaranya toko buku online sanur.com, ekuator.com, dan agen wisata Indo.com. Namun para sesepuh itu banyak yang mati lantaran akses Internet belum membumi.

Satu yang masih sehat hingga kini ialah indo.com, yang digawangi Eka Namara Ginting, mantan konsultan perusahaan riset Mc Kinsey. Berdiri dengan nama awal balionline, situs ini menyediakan akses pemesanan 300-an hotel di Bali dan beberapa kawasan wisata lainnya. Karena rating situs ini tinggi, 4 juta pengunjung sebulan, omzetnya pun mencapai jutaan dolar Amerika dari komisi jualan tiket plus iklan.

Belakangan Eka mendirikan portal yang terhubung dengan jaringan hotel di seluruh dunia. ”Inventaris hotel kami mencapai 50 ribu,” ujarnya. Eka menambahkan, selain jaringan yang luas, kunci sukses bisnis ini ialah adanya fasilitas pembayaran praktis. Cukup sekali klik.

Sekarang, cara ini pun menjadi pakem para pengelola mal maya. Di samping habis-habisan memoles ruang pamer, mereka menyediakan cara transaksi yang mudah. Arahkan tetikus ke barang yang disukai, masukkan ke keranjang belanja, dan bayar. Pesanan siap diantar hingga ke rumah.

Di sinilah persaingan terjadi. Selain mesti efisien, pengusaha e-commerce lokal berlomba memberikan layanan cepat, mudah, dan aman. Demi kredibilitas, mereka pun menggandeng perusahaan jasa pengamanan Internet, bank ternama, penyedia kartu kredit, serta perusahaan logistik skala global. Plasa.com, misalnya, sejak awal berdiri sudah terintegrasi dengan dua bank nasional dan perusahaan logistik internasional NCS.

Ivan Laksana, analis teknik dari juale.com, menetapkan cara sederhana sebagai jaminan keamanan. Para pedagang yang berniaga di situs itu wajib memiliki toko fisik yang menjual barang yang sama. Manajemen juale.com akan mengecek toko-toko itu. ”Pembeli bisa mendatangi gerai asli mereka jika ada keluhan,” kata dia, yang mengoperasikan perusahaan ini sejak November 2009.

Untuk imbal jasa, mal virtual ini menetapkan cara berbeda. Laiknya agen wisata biasa, Indo.com meraup laba dari margin harga hotel, di samping pendapatan iklan yang dipatok Rp 200 ribu hingga Rp 4 juta per paket. Lain lagi dengan plasa.com, yang memungut biaya transaksi 8 persen untuk setiap barang yang terjual. ”Target penghasilan kami Rp 20 miliar tahun ini,” ujar Andi Boediman. Sedangkan juale.com menetapkan ongkos pengelolaan yang relatif murah, Rp 90 ribu tiap bulan. ”Layak untuk pengusaha kecil,” ujar Ivan Laksana.

Sekalipun pasarnya menjanjikan, tak berarti persoalannya sebatas berebut konsumen. Asto Sunu Subroto mengatakan, dalam jangka panjang, pengusaha e-commerce harus bisa mengubah kebiasaan orang Indonesia yang lebih suka belanja di toko konvensional. Jika tidak, pasar tak akan berkembang. Selain itu, tingkat kepercayaan untuk berbelanja di dunia maya masih rendah. ”Di sinilah perlunya peran pemerintah, terutama dalam hal jaminan perlindungan,” ujarnya.

Gatot Dewobroto, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Komunikasi dan Informatika, mengatakan perlindungan transaksi Internet sudah diatur dalam Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diteken pada 2008. ”Ada tiga pasal yang berkaitan dengan tanggung jawab pelaku bisnis serta konsekuensi hukumnya,” kata dia. Agar pelaku bisnis dan aparat tak buta, panduan teknis berupa peraturan pemerintah akan disahkan pada April mendatang.

Toh, penegakan aturan itu tak semudah membalik tangan. Radu Malem Sembiring, Direktur Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan, mengatakan bahwa saking banyaknya pedagang online yang tak terdata, aparat kerap kesulitan. Satu contoh terjadi pada 2008, ketika beberapa konsumen dari India dan Cina tertipu pedagang kertas yang mengaku berasal dari Indonesia. ”Bagaimana kita mengeceknya? Alamatnya pun tak jelas,” ujarnya.

Fery Firmansyah, Rofiqi Hasan (Denpasar)

Angka Perkiraan 2007-2009

 200720082009
Pengguna Internet25 juta40 juta66 juta
Pengguna transaksi online (5-8%)1,25 juta2 juta5,2 juta

Barang yang Dipesan Melalui Internet Tahun 2009 (%)

Tiket51,8
Buku27
Tekstil/apparel18,2
Alat teknik3,1

Sumber Mars Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus