Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suasana di PT Agar Sehat Makmur Lestari di Bakalan, Pasuruan, Jawa Timur, terlihat sepi, Kamis siang pekan lalu. Para buruh sedang bekerja di dalam pabrik yang memproduksi tepung agar-agar dari rumput laut itu. Hanya terlihat dua karyawan tengah membersihkan lantai kantor perusahaan milik Mukhamad Misbakhun, politikus dari Partai Keadilan Sejahtera, itu. ”Kami pernah bekerja sama dengannya (Misbakhun),” kata Komisaris PT Duta UKM, Suhadi, kepada Tempo di Pasuruan.
Di Pasuruan, Misbakhun populer sebagai eksportir tepung agar-agar ke Eropa. Kini pria kelahiran 29 Juli 1970 itu kembali menjadi pembicaraan lantaran perusahaan bijih plastik miliknya, PT Selalang Prima Internasional, menerima kredit pembiayaan perdagangan (L/C) dari Century pada 2007. Selalang Prima gagal melunasi L/C saat jatuh tempo pada November 2008. Century terpaksa merestrukturisasinya tahun lalu.
Bak petir di siang bolong, kabar Misbakhun menerima L/C dari Century sangat mengejutkan karena Bakhun—sapaan akrabnya—adalah anggota Tim Sembilan, inisiator pengusul hak angket. Tim ini tak menyetujui penyelamatan dan bailout Century senilai Rp 6,7 triliun oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan pada November 2008. Tim Sembilan juga menyoroti berbagai penggelapan dana oleh trio pemiliknya, Robert Tantular, Hesham al-Warraq, dan Ravat Ali Rizvi, termasuk pengucuran L/C yang beberapa di antaranya diduga fiktif kepada 10 perusahaan.
Informasi Misbakhun menerima L/C Century tersimpan begitu rapat. Baru Ahad dua pekan lalu, rahasia ini terungkap. Menurut Benny K. Harman, anggota Panitia Khusus Hak Angket dari Fraksi Partai Demokrat, pendukung penyelamatan Century, Misbakhun seharusnya tidak menjadi anggota Panitia Khusus Hak Angket Century. ”Bisa terjadi benturan kepentingan,” ujarnya di Jakarta pekan lalu.
Kepada Tempo, Misbakhun enggan menjelaskan perihal L/C dari bank yang telah menjadi Bank Mutiara ini. ”Sebaiknya tanya manajemen Mutiara saja,” ujarnya pekan lalu. Tapi Misbakhun kepada wartawan sempat memberikan penjelasan. ”Fasilitas kredit itu tidak fiktif, tapi hanya sempat gagal bayar. Dia menolak menjelaskan lebih detail dan meminta Fahri Hamzah, koleganya dari PKS, menjelaskan masalahnya.
Fahri menuturkan, L/C diberikan Century sebelum Misbakhun menjadi anggota Dewan. ”Tak mungkin dia keras (mengkritik bailout Century) jika dia punya masalah,” ujarnya di Jakarta pekan lalu. Menurut dia, L/C Selalang hanya gagal bayar, yang lazim dalam bisnis. Fahri menyarankan Tempo mengecek saja ke Mutiara. ”Nanti Mutiara bisa menjelaskan apakah Selalang menerima dana bailout atau tidak,” kata dia, ”dan apakah Misbakhun kini masih di perusahaan itu atau tidak.”
Misbakhun membeli 2.475 lembar saham Selalang dari Teguh Boentoro, konsultan pajak dari PB Taxand, perusahaan konsultan pajak, seharga Rp 247,5 juta, pada 2007. Misbakhun—pernah menjadi ajudan Hadi Poernomo, mantan Direktur Jenderal Pajak dan sekarang Ketua BPK—menguasai 90 persen saham Selalang, dan Franky Ongko Wardoyo 10 persen. Misbakhun menjadi komisaris, dan Franky direktur utama.
Keluar dari Selalang Prima, Teguh mendirikan PT Citra Senantiasa Abadi. Lantas Citra dan Selalang mengajukan L/C usance ke Century. Citra memperoleh L/C US$ 19,99 juta dan Selalang US$ 22,5 juta. ”L/C dipakai Misbakhun untuk membeli kondensat bintulu dari Grain and Industrial Product Trading, Pte. Ltd., Singapura,” bisik sumber Tempo. Bank penjamin L/C Selalang adalah The National Commercial Bank Jeddah, sedangkan bank korespondennya The Saudi National Commercial Bank, Bahrain.
Selalang dan Citra pernah berada di gedung yang sama di lantai 25 Midplaza 2, Jalan Sudirman, Jakarta. Tempo sempat menyambangi gedung itu. Tampak ruang tamu besar yang asri. Dindingnya bercat hijau serasi dengan cahaya lampu kuning keemasan. Beberapa mebel dan sebuah patung macan berwarna emas menambah kesan eksklusif. Tapi Selalang tak ada lagi di Midplaza. Kantor itu sekarang ditempati oleh PT Golden Panthera, perusahaan jasa keuangan dan konsultan investasi.
Misbakhun mungkin tak menyangka kegigihan rekan-rekannya di Tim Sembilan meminta BPK melakukan audit investigatif Century malah membongkar jati dirinya. Hasil audit investigatif BPK memang menunjukkan adanya kejanggalan pemberian L/C kepada 10 perusahaan, termasuk Selalang dan Citra. Menurut BPK, keduanya mendapat perlakuan istimewa dalam memperoleh fasilitas L/C dari Century karena mendapat katebelece dari Robert Tantular dan Hermanus Hasan Muslim (mantan Direktur Utama Century). Pegawai Century tahu, Robert adalah ”tuan besar” di Century.
Pemberian L/C tak dilakukan berdasarkan analisis dan prosedur memadai atas aspek kemampuan keuangan dan legalitas Selalang Prima dan Citra. Tapi akhirnya tetap disetujui oleh komite kredit Century. ”Proses pemberian kredit (L/C) hanya formalitas karena diberikan atas instruksi Robert Tantular dan Hermanus,” demikian disebutkan BPK dalam laporan auditnya. Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI sempat mengira Selalang dan Citra adalah perusahaan yang terkait dengan Robert. Pengacara Robert, Denny Kailimang, membantah ceritera ini. ”Itu sudah selesai di pengadilan dan tidak terbukti,” ujarnya kepada Yandi Rofiandi dari Tempo pekan lalu.
Badan Pemeriksa Keuangan menyimpulkan, pemberian L/C kepada Selalang dan sembilan perusahaan lainnya tak sesuai dengan aturan perkreditan Century dan Undang-Undang Perbankan. ”Pemberian L/C itu merugikan Century dan harus ditutup oleh penyertaan modal sementara dari Lembaga Penjamin Simpanan.”
Pemberian L/C kepada 10 perusahaan, termasuk kepada Selalang, memang sarat pelanggaran karena seluruhnya atas komando Robert (Tempo edisi 26 Oktober 2009: ”Kantor Kosong di Mal Ambasador”). Penelusuran Tempo lebih jauh menunjukkan memang ada komando agar 10 perusahaan penerima L/C membeli produk hanya dari dua perusahaan di luar negeri, yakni Bunge SA dan Grain and Industrial Product Trading.
Keanehan lainnya, prasyarat L/C-nya tidak lazim karena importir (Selalang) akan menerima bila ada kesalahan. Bagi pembeli atau importir, persyaratan ini tak mungkin diterima karena barang yang dikirimkan tak sesuai dengan yang dipesan, kecuali penjual dan pembelinya perusahaan yang sama. Analogi dari klausul L/C itu, kata sumber Tempo, bila Selalang memesan minyak mentah tapi yang dikirimkan air laut, harus tetap diterima lantaran syarat tadi. Persyaratan L/C juga sangat berisiko bagi Century, sehingga bank seharusnya meminta jaminan tunai 100 persen.
Audit BPK menunjukkan Selalang hanya menjaminkan dana deposito (surat gadai deposito) senilai US$ 4,5 juta atau 20 persen dari nilai L/C yang diberikan US$ 22,5 juta. Anehnya, surat gadai depositonya dibuat pada 22 November 2008, tapi persetujuan atas L/C Selalang pada 19 November 2008. ”Seharusnya surat gadai dulu diberikan. Kok ini belakangan,” tutur sumber Tempo.
Jaminan deposito Selalang senilai US$ 4,5 juta juga ada keanehan. Menurut sumber Tempo tadi, jaminan (margin deposit) ditransfer melalui real time settlement gross (RTGS) yang dananya berasal dari rekening milik Junty dan Tanety Solikin. Untuk mengelabuinya, pada RTGS dicantumkan nama yang sama antara pengirim dan penerima. Modus yang sama terjadi pada L/C sembilan perusahaan lainnya. ”Siapa bandar misterius ini?” tanya sumber tadi.
Namun Misbakhun masih beruntung. Meski banyak keanehan, Selalang lolos dari penyidikan Mabes Polri. ”Baru empat perusahaan yang disidik,” kata Kepala Unit III Direktorat Ekonomi Mabes Polri Pambudi Pamungkas. Keempatnya adalah PT Dwi Putra Mandiri, PT Damar Kristal Mas, PT Sakti Persada Raya, dan PT Energy Quantum.
Dewi fortuna juga masih memayungi Misbakhun. Century sempat menolak permohonan restrukturisasi L/C Selalang karena gagal melunasinya pada November 2008. Tapi, setelah Panitia Hak Angket Century berjalan dan Misbakhun menjadi anggotanya, akhirnya Mutiara menyetujui restrukturisasi dua L/C Selalang pada November 2009.
Sumber Tempo di Mutiara mengungkapkan, status kredit Selalang sekarang sudah lancar (kategori II) dari sebelumnya macet (kategori V). Pembayarannya juga lancar. ”Sampai Januari 2010 jumlahnya menurun menjadi Rp 107,52 miliar dan Rp 43 miliar dari sebelumnya Rp 108,47 miliar dan Rp 48 miliar.”
Teguh juga gagal bayar, meski akhirnya Mutiara bersedia merestrukturisasinya. Kini kredit L/C Teguh juga berstatus lancar. Manajemen Mutiara diam seribu bahasa saat Tempo mengkonfirmasi soal L/C Selalang ini. Tapi Firdaus Jaelani, Kepala Eksekutif LPS, mengatakan bahwa Mutiara telah mencadangkan kerugian atas L/C yang sempat bermasalah itu.
Kendati status kredit sudah lancar, koordinator korupsi politik dari Indonesia Corruption Watch, Ibrahim Fahmi Badoh, menyarankan aparat hukum seperti polisi, kejaksaan, atau KPK menindaklanjuti temuan dan hasil investigasi BPK atas L/C tersebut. ”Dibuka saja agar ada kepastian hukum,” ujarnya.
Padjar Iswara, Fery Firmansyah, Eko Widianto (Pasuruan), Abdi Purmono (Malang)
Penerima L/C Century
Nama Perusahaan | US$(juta) |
PT Polymer Spectrum | 17,999 |
PT Trio Irama | 10,999 |
PT Selalang Prima Int. | 22,5 |
PT Sinar Central Sandang | 26,5 |
PT Petrobas Indonesia | 4,3 juta |
PT Citra Senantiasa Abadi | 19,9 |
PT Dwi Putra Mandiri | 9,999 |
PT Damar Kristal Mas | 21,499 |
PT Sakti Perdaya Raya | 23,999 |
PT Energy Quantum | 19,999 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo