Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belasan orang memenuhi gerai WII Shop, distributor BlackBerry, di pojok lantai tiga Mal Ambasador, Jakarta Selatan, Selasa siang pekan lalu. Beberapa di antaranya sedang bertransaksi membeli telepon serbaguna tersebut. Konsumen lain hanya membeli aksesori. Sebagian lain sekadar melihat-lihat dan menanyakan harga telepon seluler yang sedang naik daun ini. ”BlackBerry Bold berapa?” tanya seorang calon pembeli. ”Tujuh juta,” sahut Novi, karyawan WII Shop. Si calon pembeli manggut-manggut, mengucapkan terima kasih, lalu ngeloyor pergi.
Gerai WII Shop mampu menjual BlackBerry sebanyak 10 unit per hari. ”Tak sebanyak tahun lalu,” ujar Novi kepada Tempo. ”Orang ramai-ramai membeli BlackBerry gara-gara Facebook (situs pertemanan di Internet),” kata Akbar, konsumen yang sedang membeli aksesori BlackBerry.
Hanya sepelemparan batu dari WII Shop, gerai Click yang menjual iPhone 3G juga disambangi konsumen. Tapi, menurut Chairul, karyawan Click, penjualan iPhone di gerainya hanya 1-3 unit per hari. ”Ini kan produk baru,” ujarnya. Di Indonesia, iPhone memang baru masuk 20 Maret lalu. Gadget produksi Apple Inc., perusahaan Amerika Serikat, itu ditawarkan oleh PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel). Produk ini disebut-sebut bisa menyaingi popularitas BlackBerry, produksi Research in Motion (RIM) Kanada.
BlackBerry dan iPhone sebenarnya dua produk yang berbeda. BlackBerry adalah telepon seluler untuk pengguna yang demen kirim-mengirim surat elektronik, chatting, dan berselancar dengan Internet berkecepatan tinggi (high speed downlink packet access). Adapun iPhone merupakan kombinasi tiga dalam satu kesatuan, yakni telepon seluler, iPod, dan perangkat Internet mobile yang lebih berfokus pada multimedia. Tapi BlackBerry dan iPhone diyakini bisa saling sikut lantaran target pasarnya di kelas smartphone relatif sama, yakni orang berduit dan senang internetan.
Pada penjualan perdana iPhone 3G di Pacific Place, kawasan Sudirman, Jakarta, 20 Maret lalu, antusiasme konsumen begitu tinggi. Ribuan orang antre untuk membeli perkakas telepon seharga antara Rp 9,6 juta dan Rp 11 juta ini. Penjualan perdana iPhone di Medan, Bandung, Surabaya, dan Makassar juga cukup sukses. Konsumen yang ingin berlangganan paket bundling iPhone 3G Telkomsel mencapai 39 ribu.
Angka itu cukup spektakuler. Sebagai perbandingan, pelanggan BlackBerry Telkomsel sampai April 2009 baru 80 ribu. Untuk mencapai jumlah itu, anak perusahaan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) ini butuh waktu sekitar dua tahun. ”Sekarang iPhone 3G Telkomsel sudah ada di 24 kota besar,” kata Arief Pradetya, Manajer Data dan Broadband Service Telkomsel, kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.
Arief enggan membuka target penjualan iPhone pada tahun ini lantaran terikat kerahasiaan dengan Apple. Yang terang, kata dia, untuk menggenjot penjualan, Telkomsel memasarkan dua paket bundling iPhone secara tunai dan kredit. Pembelian tunai Rp 9,6-11 juta, sedangkan paket kredit dengan biaya awal Rp 3,99 juta dan cicilan per bulan Rp 563-844 ribu. ”Enam puluh persen target kami masyarakat kelas atas,” ujarnya.
Sejauh ini, Telkomsel bermain sendirian memasarkan iPhone di Indonesia. Dua pesaing terdekatnya, PT Indosat Tbk. dan PT Excelcomindo Pratama Tbk. (XL), belum bermitra dengan Apple. Menurut Direktur Indosat Guntur Siboro, Indosat dan Apple pernah menjajaki kerja sama untuk memasarkan iPhone di Indonesia, tapi gagal lantaran kedua belah pihak tak menyepakati paket harga dan kewajiban-kewajibannya.
Adapun XL, menurut direkturnya, Joy Wahjudi, tak bekerja sama dengan Apple karena perusahaan itu menginginkan kerja sama eksklusif. Lantaran tak ada kesepakatan, Indosat dan XL berfokus memasarkan BlackBerry. ”Kami fokus saja dulu di BlackBerry,” ujar Guntur kepada Tempo di Jakarta pekan lalu. Tapi XL tak menutup pintu terhadap Apple. Pelanggan XL tetap bisa menggunakan iPhone. ”Mereka beli sendiri iPhone-nya. Kami bisa menyediakan jaringannya,” kata Joy.
Sebagai pelopor layanan BlackBerry di Indonesia, Indosat dan XL terlecut oleh langkah Telkomsel memasarkan iPhone. Terlebih karena Telkomsel juga terus menggenjot pemasaran paket bundling BlackBerry. Telkomsel telah menaikkan kapasitas jaringan layanan BlackBerry menjadi delapan kali lipat dibanding sebelumnya.
Agar tak kehilangan pangsa pasarnya, Indosat dan XL mau tak mau juga terus berbenah diri. Indosat meningkatkan kapasitas jaringan dari 10 megabyte per second (Mbps) menjadi 20 Mbps. XL tak mau ketinggalan, menambah bandwidth jaringan menjadi 30 Mbps sampai 50 Mbps dari sebelumnya 15 Mbps.
Di pasar layanan BlackBerry, ketiga operator terbesar di Indonesia ini all-out. Masing-masing operator menawarkan paket aplikasi dan tarif menarik dari Rp 150 ribu hingga Rp 199 ribu per bulan. Sasarannya adalah masyarakat berpenghasilan menengah ke atas dan pelanggan korporat.
Belakangan, ketiga operator tersebut mengubah strategi dengan merambah pelanggan retail. XL, misalnya, menawarkan paket tarif BlackBerry harian (BlackBerry One) dengan tarif hanya Rp 5.000 per hari. Telkomsel dan Indosat juga menawarkan layanan BlackBerry bagi pemilik kartu prabayar (Mentari Indosat, Simpati dan kartu AS Telkomsel). Registrasinya pun bisa lewat pesan pendek (SMS). ”Berlangganan BlackBerry dengan kartu prabayar ini satu-satunya di dunia,” kata Guntur.
Strategi-strategi tersebut lumayan jitu mendongkrak pelanggan. Menurut Arief, pelanggan Telkomsel melonjak tajam dari 35 ribu pada akhir 2008 menjadi 80 ribu sampai akhir April lalu. XL juga kebanjiran pelanggan. Pada 2007, pelanggannya hanya 25 ribu orang, tapi akhir tahun lalu sudah mencapai 60 ribu. Tahun ini, operator seluler yang dikuasai Telekom Malaysia ini menargetkan 150 ribu pelanggan BlackBerry. Adapun Indosat mengklaim jumlah pelanggan BlackBerry-nya telah mencapai 75 ribu orang dan bisa menembus 100 ribu pada akhir 2009. Angka ini naik tajam dibanding tahun lalu—hanya 20 ribu orang. Indosat, kata Guntur, masih market leader di pasar BlackBerry ini.
Kendati harga handset BlackBerry tergolong mahal, di atas Rp 4 juta, ternyata pertumbuhannya di Indonesia sangat tinggi. International Data Corporation menunjukkan penjualan BlackBerry melonjak tajam dari 365 persen pada 2007 menjadi 494 persen pada akhir 2008.
Gurihnya pasar BlackBerry itulah yang melandasi Smart Telecom, operator seluler milik Sinar Mas Group, ingin masuk layanan ini. Menurut Direktur Utama Smart Telecom Soetikno Wijaya, Smart sudah menjajaki kerja sama dengan RIM Kanada. Smart Telecom, katanya, akan memasarkan BlackBerry berbasis Code Division Multiple Access (CDMA)—Telkomsel, Indosat, dan XL berbasis Global System for Mobile Communications (GSM). ”Semoga bisa tahun ini,” katanya kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.
Mobile-8 Telecom juga ingin menawarkan BlackBerry berbasis CDMA. Penjajakan dengan RIM sudah dimulai. ”Jika ini terwujud, kami menargetkan pelanggan 20-50 ribu orang,” kata Division Head of Product Management Mobile-8 Sukaca Purwokardjono di Plaza EX dua pekan lalu. Adanya para pemain baru ini jelas akan membuat pasar BlackBerry di Tanah Air semakin sesak saja. Alhasil, kata Joy, ke depan, persaingan di kelas ini bukan lagi di tarif, melainkan di layanan aplikasi.
Dibanding layanan seluler prabayar dan pascabayar, ceruk pasar BlackBerry dan iPhone sebenarnya kecil. Konsumen utamanya adalah masyarakat berpenghasilan tinggi. Jangan heran bila pelanggannya baru sekitar 200 ribu sampai tahun ini, sangat kecil dibanding pelanggan seluler—sekitar 140 juta orang.
Toh, menurut analis telekomunikasi Danareksa Sekuritas, Chandra Pasaribu, operator seluler berbondong-bondong masuk pasar BlackBerry atau iPhone karena pasar prabayar sudah mentok. ”Setiap orang di desa atau kota sudah punya handphone,” ujarnya. Sebaliknya, di masa depan pasar, BlackBerry dan iPhone masih menjanjikan. Jumlah pelanggannya memang relatif kecil. Tapi pendapatan per pelanggan (average revenue per user) dari layanan BlackBerry lumayan tinggi, minimal Rp 150 ribu per bulan, lebih tinggi dibanding prabayar atau pascabayar, yang rata-rata Rp 50-100 ribu per bulan.
Direktur Riset PT Sucorinvest Central Gani, Adrian Rusmana, sependapat dengan Chandra. Mau tak mau, kata dia, operator harus masuk layanan tersebut karena perkembangan teknologi ke depan akan berbasis data dan multimedia.
Padjar Iswara, Iqbal Muhtarom
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo