Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAPAT di kantor Kementerian Perhubungan, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Rabu dua pekan lalu, mulanya datar saja. Di ruangan mirip bilik kuliah itu, para peserta rapat menyimak presentasi Direktur Jenderal Perhubungan Laut Leon Muhammad, yang menjelaskan kelanjutan proses prakualifikasi tender proyek pelabuhan Kalibaru, Jakarta Utara. Leon memaparkan halaman demi halaman rencana pengembangan proyek di layar proyektor.
Dalam rapat pagi itu, hadir pula Direktur Pelabuhan dan Pengerukan Direktorat Jenderal Perhubungan Kemal Heryandri, Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Sahat Simatupang, dan perwakilan lima peserta yang lolos prakualifikasi tender. Suasana adem berubah hiruk-pikuk ketika di ujung presentasi Leon mengumumkan kabar mengejutkan: pemerintah membatalkan prakualifikasi tender. Alasannya, pemerintah tak kuat menanggung beban Rp 3,2 triliun membangun jalan ke pelabuhan. "Kami putuskan hasil proses lelang tidak berlaku lagi," kata Leon di Jakarta pekan lalu.
Sebagai gantinya, pemerintah akan menyiapkan pembiayaan pembangunan lewat konsep public private partnership (PPP), yang keseluruhan dananya berasal dari kantong perusahaan swasta. Keputusan tersebut kontan membikin peserta lelang belingsatan.
Sumber Tempo di kalangan peserta tender bercerita, setelah mengumumkan kabar mengejutkan itu, Leon mendadak meninggalkan rapat karena dipanggil Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan. Hujan pertanyaan muncul dari perwakilan konsorsium yang kecewa ditanggapi Kemal Hariyadi, yang mewakili Leon. "Kemal tak bisa membujuk dan menenangkan calon investor," ujar si sumber.
Alasan pembatalan tak jelas, bak pucuk eru membingungkan investor. "Awalnya disebut peserta tak memenuhi tenggat yang diberikan pemerintah. Terakhir, kok, pemerintah tidak punya dana?" kata Direktur Utama PT Brilliant Permata Negara Boy Garibaldi Thohir, salah satu peserta prakualifikasi.
Bila tak ada dana, menurut Boy, semestinya pemerintah melelang proyek tersebut sehingga tidak ada ketergantungan terhadap dana anggaran pendapatan dan belanja n egara. Dalam proses itulah peran investor sangat diperlukan.
PROYEK Kalibaru sebenarnya proyek lama. PT Pelindo II sudah merancang pembangunan infrastruktur pelabuhan ini sejak 2004. Tiga tahun kemudian, Pelindo II menuntaskan rencana induk pembangunan. Namun proyek itu berhenti karena kencangnya tarik-ulur dalam proses pembangunannya.
Ringkas cerita, dua tahun lalu Kementerian Perhubungan melanjutkan pengembangan Kalibaru. Dasar pertimbangannya, kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok tak kuasa lagi menanggung kegiatan bongkar-muat peti kemas yang sudah mencapai enam juta twenty feet equivalent units (TEUs). Apalagi aktivitas bongkar-muat di Tanjung Priok diprediksi bakal mampat pada 2012 dan 2013. Tahun lalu, kegiatan bongkar-muat di pelabuhan terbesar Tanah Air itu menembus 5,6 juta TEUs. Bila tak ada pelabuhan baru pendukung Tanjung Priok, bongkar-muat lewat laut terancam macet. Dampaknya terhadap perekonomian bisa gawat.
Pemerintah menaksir proyek Kalibaru menyedot fulus Rp 11,7 triliun. Biaya pembangunan ditanggung renteng. Beban pembangunan jalan dan jembatan senilai Rp 3,2 triliun menjadi tanggung jawab pemerintah. Adapun biaya pengembangan pelabuhan ditanggung investor.
Pada Juni 2011, Kementerian menggelar prakualifikasi tender proyek Kalibaru. Dua perusahaan dan lima konsorsium berminat. Dua perusahaan itu adalah Pelindo II dan Pelindo IV. Adapun lima konsorsium, yaitu Pelindo I-Sinar Rajawali Cemerlang-International Container Terminal Services Inc (Filipina); Socah Madura-PSA SE Asia; PT Salam Pacific Indonesia Lines-Cosco Shipping Co Ltd-PT Brilliant Permata Negara-PT Hutchison Ports Indonesia; PT Pelayaran Bintang Putih-APM Terminals Pacific Ltd; dan PT Nusantara Infrastructure Tbk-Mitsui & Co Ltd-PT 4848 Global System-Evergreen Group.
Pada 10 Agustus 2011, Freddy Numberi, Menteri Perhubungan kala itu, memutuskan Pelindo sebagai pemrakarsa proyek. Predikat tersebut memberi Pelindo II hak istimewa berupa rights to match alias hak melakukan penawaran terhadap penawar terbaik. Selang dua pekan, Kementerian mengumumkan lima konsorsium tadi—minus Pelindo IV dan Bintang Putih—lolos tahap prakualifikasi dan melaju ke tahap tender. Semula tender akan digelar pada Oktober tahun lalu. Tapi pemerintah menundanya lantaran menunggu kelengkapan dokumen.
Penundaan pelaksanaan tahap tender diprediksi molor sampai Februari atau April mendatang. Hingga muncullah pembatalan prakualifikasi, Rabu dua pekan lalu, yang disampaikan Leon. "Pembatalan ini kontraproduktif bagi pemerintah. Ini menunjukkan pemerintah tidak siap," kata Direktur Utama Nusantara Infrastructure Bernardus Djonoputro kepada Tempo pekan lalu.
Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Lucky Eko Wuryanto menilai Kementerian Perhubungan kesulitan mendapatkan dana untuk membangun jalan menuju pelabuhan Kalibaru. Namun persoalan kuncinya: desain proyek Kalibaru milik pemerintah dinilai ketinggalan zaman. Proyek Kalibaru mestinya berintegrasi dengan kebijakan pemerintah Jakarta yang ingin melindungi kawasan di sekitar Kalibaru, seperti daratan Marunda dan Pluit, yang kian lama kian ambles.
Dengan pelbagai alasan tersebut, pemerintah perlu merevisi ulang desain proyek Kalibaru. "Semestinya proyek ini mulai berjalan pada pertengahan tahun lalu karena menjadi prioritas utama pemerintah. Kondisinya sudah genting," ujar Lucky.
Juru bicara Wakil Presiden, Yopie Hidayat, menjelaskan, pembatalan proses prakualifikasi tender merupakan hal wajar dalam bisnis. "Proses itu baru awal. Investor juga tidak mengalami kerugian," katanya kepada Tempo pekan lalu.
Lagi pula pemerintah sudah menugasi Pelindo II sebagai pelaksana proyek Kalibaru sejak awal Januari lalu. Keputusan itu diketuk melalui rapat maraton di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian. "Sudah diajukan ke Sekretaris Kabinet. Tinggal menunggu peraturan presiden," ujar Yopie.
Menurut Yopie, ada sejumlah alasan pemerintah menunjuk Pelindo II. Antara lain, sejak awal Kalibaru merupakan wilayah wewenang Pelindo II. Kedua, proyek tersebut prioritas pemerintah. "Kalau ini buntu, seluruh Indonesia buntu. Mereka pun sudah punya kas internal sehingga tak merepotkan pemerintah," katanya.
Setelah pembatalan prakualifikasi tender, Pelindo II sigap mengejar peluang. Pertengahan Februari ini, Pelindo II akan menggelar tender konstruksi pembangunan infrastruktur senilai Rp 10 triliun. Calon investor akan diundang ikut tender itu. Tapi tender bersifat tidak mengikat lantaran peraturan presiden perihal penugasan Pelindo II belum terbit.
Dengan adanya tender terlebih dulu, sepekan kemudian Pelindo II diharapkan dapat melakukan ground breaking. "Kami dalam posisi menunggu. Kami sudah mengajukan konsep kepada Kementerian Perhubungan begitu ada pembatalan hasil lelang," kata Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino pekan lalu.
Lino memperkirakan, total kebutuhan dana berdasarkan rencana induk 2004 versi Pelindo II hampir Rp 17 triliun. Dana ini terdiri atas pembangunan infrastruktur Rp 10 triliun, yang akan dilakukan Pelindo II. Sisanya, buat pengadaan peralatan, akan ditanggung sektor swasta sebagai operator pelabuhan.
Pembangunan infrastruktur mencakup reklamasi laut, sehingga diperoleh lahan 246 hektare. Tahap pertama pembangunan, bakal tercagak tiga terminal peti kemas berdaya tampung 4,5 juta TEUs, dan dua terminal bahan bakar minyak dengan panjang dermaga masing-masing 800 meter.
Para peserta lelang tak punya pilihan selain menerima penugasan Pelindo II sebagai pelaksana proyek. "Secara materi kami belum banyak merugi. Apa pun keputusan pemerintah, kami hormati asalkan caranya legal dan elegan," kata Boy Thohir.
Bobby Chandra, Rafika Usnah Aulia, ND
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo