Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ENAM bulan sebelum masa pensiunnya tiba, Ketua Mahkamah Agung Harifin Andi Tumpa membuat gebrakan. Pertengahan September lalu, hakim agung kelahiran Soppeng, Sulawesi Selatan, itu meneken keputusan penerapan sistem kamar dalam penanganan perkara di Mahkamah Agung. "Kebijakan ini juga mengurangi kewenangan Ketua MA," kata Wiwiek Awiati, penasihat Tim Pembaruan Peradilan MA, kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Aturan baru itu membagi penanganan perkara kasasi dan peninjauan kembali dalam lima kamar, yakni pidana, perdata, tata usaha negara, agama, dan militer. Penentuan majelis hakim perkara yang selama ini dipegang Ketua MA kini didelegasikan ke ketua kamar. Peraturan anyar ini juga menetapkan, setiap hakim agung tak lagi bisa menangani perkara di luar kompetensinya. "Hakim agama tak bisa lagi menangani perkara korupsi," kata Ketua Muda Pidana Khusus MA Djoko Sarwoko.
Dengan sistem kamar ini, kata Djoko, penanganan perkara akan lebih cepat dan putusannya juga lebih berkualitas. Selama ini, lantaran kewenangannya dimonopoli Ketua MA, distribusi perkara tak lancar. Ini pula salah satu penyebab menggunungnya tunggakan perkara. Tahun ini saja tunggakan perkara di benteng keadilan terakhir ini masih 8.500-an perkara. Dengan sistem baru ini, Djoko yakin kualitas putusan akan semakin baik karena perkara ditangani hakim yang ahli di bidangnya.
Tapi sumber Tempo menyebutkan, sistem kamar ini sebenarnya tidak banyak mengurangi kewenangan Ketua MA. Dalam pendelegasian perkara, kata dia, Ketua MA masih bisa menjadi ketua kamar salah satu bidang. Ia juga bisa menunjuk orang-orang kepercayaannya untuk menduduki posisi ketua kamar. Di luar kasasi dan PK, Ketua MA masih memonopoli kewenangan pendistribusian perkara grasi, permohonan fatwa, dan uji materi. "Karena ini lahan basah," katanya.
Dalam bursa pencalonan Ketua MA, sistem kamar ini juga menjadi bahan menarik dukungan. Hatta Ali, calon dari kamar pidana, misalnya, menjadi pendukung sistem kamar. Sebaliknya ada juga calon yang menentang kebijakan ini. Sumber Tempo menunjuk calon dari kamar agama, militer, atau tata usaha negara sebagai penentang sistem ini. Alasannya, sistem tersebut dinilai hanya menguntungkan kamar pidana dan perdata, karena perkaranya banyak. Sedangkan di tiga bidang itu, jumlah perkaranya relatif sedikit.
Djoko, yang juga pendukung Hatta Ali, mengaku akan berada di garis depan untuk menumbangkan calon-calon yang akan meralat kebijakan ini. Ahmad Kamil, calon dari kamar agama, membantah keras jika ia disebut kandidat yang menentang kebijakan ini. "Saya ini anggota tim perumusnya," kata dia.
Komisi Yudisial berharap calon Ketua MA tidak terjebak kepentingan sistem kamar. Menurut anggota Komisi Yudisial, Suparman Marzuki, Ketua MA terpilih nanti mesti lebih tegas terhadap hakim nakal. Suparman meminta Ketua MA terpilih bisa benar-benar menjalankan rekomendasi komisinya terhadap hakim nakal. Ia meminta pengawasan di MA juga diperketat, sehingga tidak ada lagi hakim yang ditangkap KPK karena kasus suap.
Tim Pembaruan MA meminta Ketua MA terpilih konsisten menjalankan sistem kamar. Selain menjadi agenda pembaruan, sistem itu, kata Wiwiek, membuat penanganan perkara lebih transparan di tingkat hakim agung. Menurut Wiwiek, Ketua MA pengganti Harifin Tumpa juga harus bisa menjadi jangkar pembaruan dan membereskan pekerjaan rumah MA yang masih menumpuk. Di antaranya menuntaskan tunggakan perkara, menindak hakim nakal, dan memberantas mafia pengadilan.
Anton Aprianto, Sukma N. Loppies
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo