Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=arial size=1 color=#ff9900>Keppres Pencopotan</font><br />Misteri Keppres Lempar Handuk

Bekas Dirjen Peternakan Prabowo Respatiyo belum menerima keppres pencopotan dirinya. Menghindari panggilan Dipo Alam.

9 Januari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah lengser dari kursi Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Prabowo Respatiyo masih saja dikejar urusan dinas. Pekan lalu, beberapa bekas anak buahnya mendatangi dan memintanya meneken laporan penggunaan anggaran senilai Rp 3 miliar. Dana penanggulangan penyakit rabies di Denpasar, Bali, itu sebenarnya telah cair tahun lalu dan kini memerlukan tanda tangan Dirjen untuk laporan pertanggungjawaban.

Namun sumber Tempo mengatakan Prabowo menolak membubuhkan tanda tangan di laporan itu karena mekanismenya menyimpang. Dia diminta meneken lantas penanggalannya akan ditarik mundur ke tahun 2011. "Saya bukan Dirjen Peternakan lagi sekarang. Dan tidak pernah ada laporan pencairan atau penggunaan dana itu kepada saya," kata Prabowo kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Prabowo memang telah dicopot dari jabatannya sejak 5 Desember 2011. Dia bertukar jabatan dengan Syukur Iwantoro, Staf Ahli Bidang Investasi Pertanian. Pergantian didasarkan atas Keputusan Presiden Nomor 169/M Tahun 2011, tertanggal 30 November tahun lalu. Deputi Bidang Administrasi Sekretariat Kabinet Djadmiko mengirim salinan keppres tersebut kepada Menteri Pertanian, Kepala Badan Kepegawaian Negara, dan Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta.

Acara pelantikan direktur jenderal baru pun telah dilaksanakan sebulan lalu. Namun hingga kini Prabowo belum memegang petikan keputusan presiden yang mestinya ia terima itu. Tak jelas pula di mana keberadaan keppres itu. Tiga pekan lalu, sebuah pesan pendek masuk ke telepon seluler Prabowo. Pengirimnya Djadmiko dan menyampaikan bahwa Sekretaris Kabinet Dipo Alam ingin bertemu dengan Prabowo esok pagi di kediaman. Namun Prabowo tak datang memenuhi undangan Dipo. Kabarnya, Prabowo meminta ada surat undangan secara resmi dan pertemuan dilakukan di kantor. Kepada Tempo, Prabowo beralasan, "Saya tidak bisa hadir, harus ke Bandung karena ada acara." Belum jelas topik yang akan dibicarakan dalam pertemuan itu, tapi diduga terkait dengan pencopotan Prabowo.

Dipo membenarkan kabar soal pemanggilan terhadap Prabowo. Namun dia berkilah tak hanya mengundang Prabowo, tapi juga dirjen baru, Syukur. Dia ingin membicarakan ihwal lahan peternakan di Nusa Tenggara Timur dan Papua. "Katanya dia ahli. Saya mau tanya tentang peternakan, produksi daging rendah sekali di sana. Presiden kan mau membangun Papua Barat. Ya, saya cari informasi, apakah bisa mengembangkan peternakan di NTT dan Papua," Dipo menjelaskan.

Dipo menegaskan pula bahwa pergantian Dirjen Peternakan telah dilakukan sesuai dengan prosedur, yakni melalui Tim Penilai Akhir (TPA) yang dipimpin oleh Wakil Presiden. Lantas hasilnya dilaporkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Itu atas permintaan menteri. Kemudian TPA menyetujui," ujar Dipo, Rabu pekan lalu.

Di dalam keppres memang disebutkan, pergantian pejabat eselon I itu didasarkan atas surat Menteri Pertanian Suswono pada 20 September 2011. Alasannya, untuk meningkatkan kinerja, pelaksanaan tugas, dan fungsi Kementerian. Usulan itu pun dibahas dalam sidang Tim Penilai Akhir pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat struktural eselon I pada 25 Oktober.

Menurut Suswono, rencana penggantian pernah ia sampaikan sebelumnya kepada Prabowo. "Dia mengeluh tentang pekerjaannya. Bahkan sempat sakit," ujarnya kepada Tempo, Kamis dua pekan lalu. Suswono membantah anggapan bahwa pencopotan Prabowo ada kaitannya dengan kisruh impor daging dan bahan baku pakan ternak. "Kinerjanya secara keseluruhan kurang maksimal," kata Suswono, "tecermin dari penyerapan anggaran yang rendah." Evaluasi atas penyerapan bujet, menurut Suswono, biasa ia lakukan terhadap semua direktorat jenderal di kementeriannya bila penyerapan anggaran rendah, "Istilah kami, lempar handuk," ujarnya.

Retno Sulistyowati, Munawwaroh

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus