Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BISNIS Tjandra Tedja "bersinggungan" dengan bencana. Bila malapetaka atau konflik sosial merebak, pundi pengusaha ini turut membengkak. Melalui AlphaOmega, penyedia jasa konten yang dirintisnya, Tjandra menyebarkan panduan berdoa ke ribuan pengguna telepon seluler, tak lama setelah petaka terjadi.
Tapi usahanya kini terancam. Sejak Selasa pekan lalu, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia meminta semua operator telekomunikasi dan penyedia jasa konten menyetop layanan pesan pendek premium, yang biasa dipakai untuk mendistribusikan layanan konten.
Badan Regulasi juga meminta operator menghentikan sementara layanan pesan pendek sampah (SMS spam) dan pesan pendek ke banyak nomor tujuan sekaligus (SMS broadcast). "Analoginya, kalau pipa bocor, tambal dulu bocornya, baru setelah itu dipel," kata Nonot Suharsono, komisioner Badan Regulasi. Kebijakan ini diambil setelah media banyak memberitakan soal penyedotan pulsa konsumen.
Keputusan itu memukul Tjandra. Maklum, dari bisnis konten doa, ia berhasil meraup sepuluh ribu pelanggan. Adapun layanan konten musik rohani yang dikelolanya menembus 200 ribu konsumen. Tapi ia tak mau berbicara soal omzet. "Gara-gara satu-dua penyedia layanan konten nakal, semua kena getah," kata Direktur Operasional Indonesia Mobile and Online Content Association (IMOCA) itu Rabu pekan lalu.
Padahal ia sudah bersusah payah mengumpulkan pelanggan bertahun-tahun. Berdiri sejak Juni 2003, AlphaOmega awalnya menjalin kongsi dengan Mobile 8, salah satu operator telekomunikasi. Perusahaan yang berkantor di Kuningan, Jakarta Selatan, ini memulai bisnis dengan menyediakan layanan siaran video rohani melalui telepon seluler. Sejumlah tokoh, di antaranya Nurcholish Madjid (almarhum), Pendeta Gilbert Lumoindong, dan Romo Yustinus Ardianto, mengisi siraman rohani tersebut.
Perusahaan ini juga menyediakan aneka rupa tip bisnis. Namun layanan kerohanian buat komunitas Nasrani menjadi konten utama yang dijajakan. Strategi pemasarannya mengandalkan jejaring komunitas dan layanan iklan di dunia maya. Untuk setiap konten, pelanggan dikenai biaya Rp 1.000 per satu pesan pendek. Tjandra hanya satu dari 200-an pengusaha jasa layanan konten yang beroperasi di negeri ini. Mereka siap-siap gigit jari.
Perusahaan operator telekomunikasi pun bakal kena getahnya. Soalnya, keuntungan bisnis ini dibagi rata dengan operator. Gurihnya bisnis ini rata-rata menyumbang tujuh persen terhadap total pendapatan operator. Itu sebabnya perusahaan telekomunikasi berharap layanan ini segera diaktifkan kembali.
Sebagai langkah awal, operator segera mengevaluasi bisnis layanan konten. Salah satunya, kata Ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia Sarwoto Atmosutarno, memasukkan 60 penyedia konten ke daftar hitam. "Segenap operator diminta tidak bekerja sama dengan penyedia konten bermasalah itu," ujar Direktur Utama Telkomsel tersebut.
Operator juga diminta menyediakan data rekapitulasi pulsa konsumen yang terpotong. Tak cuma itu. Semua perusahaan telekomunikasi diminta mengembalikan pulsa konsumen yang tersedot akibat layanan ini. Sejak Rabu pekan lalu, instruksi itu wajib dilaporkan tertulis dan disampaikan berkala kepada Badan Regulasi hingga akhir Desember tahun ini.
Ketua IMOCA Haryawirasma menambahkan, mereka nanti harus kembali bekerja keras dari nol karena kebijakan ini menyebabkan industri konten kehilangan pelanggannya. Penyedia konten harus sama-sama melakukan pemasaran ulang bila izin layanan konten kembali dibuka.
YA, Harun Mahbub
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo