Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJARAH tiga tahun lalu berulang. Gara-gara harga saham anjlok terimbas krisis keuangan global, Grup Bakrie harus pontang-panting mencari dana talangan untuk menutup utangnya kepada kreditor. Total pinjamannya mencapai US$ 1,34 miliar (sekitar Rp 12 triliun). Konglomerasi ini terancam kehilangan aset berharganya bila tak mampu menuntaskan utang jumbo tersebut. "Kami sedang berunding dengan kreditor. Akhir Oktober ini, persoalan utang diharapkan selesai," kata Direktur Keuangan PT Bakrie & Brothers Eddy Suparno kepada Tempo di Jakarta, Kamis pekan lalu.
Seorang bankir investasi mengungkapkan masalah yang dihadapi kelompok usaha Bakrie bermula dari kerja sama Bakrie & Brothers, Long Haul Holding Ltd (perusahaan terafiliasi Bakrie), dengan Nathaniel Philip Victor James Rothschild (pendiri Vallar Plc), Maret lalu. Grup Bakrie memperoleh 43 persen saham Vallar. Perinciannya, Bakrie & Brothers mendapat 24 persen saham dan Long Haul 19 persen.
Sebagai bagian dari transaksi itu, Vallar—berganti nama menjadi Bumi Plc—mengakuisisi 25 persen saham PT Bumi Resources (milik Bakrie & Brothers) dan membeli 75 persen saham PT Berau Coal. Nilai transaksinya mencapai US$ 3 miliar (sekitar Rp 27 triliun).
Untuk membiayai sebagian transaksi pertukaran itu, kata si sumber, Bakrie & Brothers dan Long Haul meminjam duit US$ 1,34 miliar dari kreditor yang diperantarai Credit Suisse AG Cabang Singapura. Dalam pinjaman yang akan jatuh tempo pada Maret 2012 itu, Bakrie & Brothers menjaminkan 24 persen saham Bumi Plc kepada kreditor. Long Haul juga menggadaikan saham Bumi Plc.
Tak mau mengambil risiko, kata si bankir tadi, kreditor meminta syarat semacam repurchasing agreement (repo) kepada Grup Bakrie. Dalam perjanjian ini, saham Bumi Plc di Bursa Efek London tak boleh turun di bawah 8,5 pound sterling. Jika harga saham Bumi Plc merosot di bawah harga tersebut, Grup Bakrie harus membeli kembali atawa membayar utangnya. "Kreditor akan menyita jaminan 43 persen saham Bumi Plc bila Grup Bakrie tak membayarnya," ujarnya di Jakarta pekan lalu.
Eddy membenarkan bahwa Bakrie & Brother menjaminkan saham Bumi Plc. Jumlahnya, kata dia, mencapai 49 juta lembar saham. Namun ia menolak mengkonfirmasi ada jaminan bahwa harga saham Bumi Plc tak boleh di bawah 8,5 pound sterling. "Perjanjian tak boleh dibuka," ujarnya.
Rupanya keberanian Grup Bakrie meminjam utang berjaminan saham berujung pada pertaruhan yang mahal. Tak dinyana, krisis di zona euro—berawal dari krisis utang Yunani—tak kunjung usai, malah kian parah. Sampai kini para pemimpin zona euro, terutama Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, masih berdebat panjang mengenai skema penyelesaian krisis. Alhasil, pelaku pasar semakin frustrasi dan cemas. Harga saham di Eropa, termasuk di Bursa Efek London, berjatuhan.
Harga saham Bumi Plc anjlok tajam. Pada Juni lalu, harga saham Bumi masih 10,8 pound sterling selembar. Namun pada Jumat pekan lalu tinggal 7,3 pound sterling. Nyungsep-nya harga saham Bumi Plc membuat Grup Bakrie harus menyelesaikan utang kepada kreditor. "Semua orang, termasuk keluarga Bakrie, mengira krisis di zona euro sudah berakhir. Ternyata krisis baru dimulai," ujar sumber Tempo yang dekat dengan keluarga Bakrie.
Kejadian yang dialami Grup Bakrie sekarang mirip dengan peristiwa pada awal November 2008. Ketika itu krisis finansial Amerika Serikat membuat bursa global rontok, termasuk Bursa Efek Indonesia. Lima saham milik Grup Bakrie, terutama Bumi Resources, terjungkal. Lantaran saham sejuta umat ini menjadi bagian dari repo pinjaman Grup Bakrie senilai US$ 1,12 miliar, perusahaan yang dikendalikan Nirwan Bakrie itu harus melunasi utang jumbo tersebut.
Adapun sumber lain mengatakan, keluarga Bakrie kali ini kena batunya lantaran bermitra dengan Nathaniel. Keluarga Bakrie mau begitu saja memasrahkan sebagian aset terbaiknya di Indonesia, seperti Bumi Resources (di dalamnya ada Kaltim Prima Coal dan Arutmin), Berau Coal, juga portofolio saham Newmont Nusa Tenggara kepada Nathaniel. Tapi, kata dia, putra bungsu Lord Jacob Rothschild, bekas bankir investasi ternama di Inggris, itu kurang agresif membantu menahan kejatuhan saham Bumi Plc di bursa London. "Grup Bakrie kesal dikerjain Rothschild," ujarnya.
Entah kesal atau tidak, yang jelas pada Selasa pekan lalu manajemen Bumi Resources—perusahaan yang dikendalikan keluarga Bakrie—mengumumkan menunda penjualan 75 persen saham PT Bumi Resources Mineral kepada Nathaniel dan Bumi Plc. Direktur Bumi Resources Dileep Srivastava menyatakan, perseroan tidak meneruskan penjualan saham itu karena kondisi pasar tidak menentu. "Kami akan mempertimbangkan kembali penjualan ini setelah pasar normal," ujarnya.
SEPERTI tiga tahun lalu, sekarang Grup Bakrie tak mau menyerah begitu saja. Mereka berakrobat menuntaskan utang raksasanya. Mitra-mitra keluarga Bakrie didekati. Mereka menjajaki dana talangan. Begitu pula negosiasi dengan para kreditor gencar dilakukan.
Sumber Tempo mengatakan, dalam dua pekan terakhir, Nirwan Bakrie, Indra Bakrie (Chairman Bumi Plc), Ari Hudaya (Direktur Bumi Resources), Nalinkat Rathod (Komisaris Bumi Resources), dan manajemen Grup Bakrie intensif membahas skema penyelesaian utang yang akan ditawarkan kepada kreditor. Para "Dewa" Grup Bakrie itu, kata dia, juga bolak-balik menggelar telekonferensi di Jakarta dan Singapura dengan para kreditor yang difasilitasi Credit Suisse, di London.
Sejauh ini sejumlah mitra keluarga Bakrie bersedia membantu. Sedikitnya ada tiga investor yang menyorongkan tangan, yakni Glencore (salah satu perusahaan perdagangan komoditas terbesar di dunia asal Swiss), Vitol SA (perusahaan perdagangan energi asal Rotterdam), dan Texas Pacific Group (TPG)-Northstar. Tiga tahun lalu Northstar, yang dikendalikan bankir investasi Patrick Walujo, juga membantu keluarga Bakrie menuntaskan utang repo senilai US$ 1,12 miliar.
Dari ketiga investor itu, ujar sumber Tempo, Glencore paling serius menawarkan bantuan pembiayaan kembali (refinancing) utang Grup Bakrie kepada kreditor. Glencore bukan mitra baru. Perusahaan ini pemegang hak pemasaran batu bara Bumi Resources. Glencore juga memiliki sekitar empat persen saham perusahaan yang dulu bernama Bumi Modern itu. Tapi tentu saja tak ada makan siang gratis. Glencore meminta opsi memiliki saham Bumi Plc. Mereka juga meminta Grup Bakrie memberi hak lebih besar untuk memasarkan batu bara. Glencore bahkan sempat meminta perpanjangan hak pemasaran sampai tahun 2035 dari sebelumnya 2015, dengan fee tambahan sekitar lima persen.
Direktur Utama Bakrie & Brothers Bobby Gafur Umar tak bersedia memberi konfirmasi mengenai Glencore. "Nanti kami sampaikan kalau sudah final," ujarnya. Setali tiga uang dengan Eddy. "Saya terikat dengan kerahasiaan," ujarnya. Penjelasan datang dari tanah Britania. "Bakrie telah menerima beberapa penawaran dari sejumlah perusahaan, salah satunya dari Glencore," ujar Nathaniel Rothschild, seperti dikutip Bloomberg pekan lalu.
Di mata para analis, langkah Grup Bakrie mencari pinjaman baru lewat refinancing sangat berisiko. Kepala Riset MNC Securities Edwin Sebayang mengatakan, refinancing tak menyelesaikan penumpukan utang. "Lebih baik menjual aset agar utang berkurang," ujarnya. "Pinjaman baru berpotensi merugikan perusahaan," kata analis dari Broker Indonesia, Satria Utomo. Toh, Grup Bakrie tetap merasa yakin pembiayaan kembali utang dan restrukturisasi merupakan pilihan jitu. "Penjualan aset itu nanti bagian dari perjanjian antarpemegang saham," kata Eddy.
Padjar Iswara, Sutji Decilya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo