Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=1 color=#CC6600>Divestasi</font><br />Kisah Ruwet Emas Sumbawa

Arbitrase memerintahkan Newmont Nusa Tenggara menjual 17 persen saham ke pihak Indonesia. Tapi kesanggupan pemerintah diragukan.

6 April 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suara bindeng dan kelelahan tak menghalangi Purnomo Yusgiantoro mengumumkan kabar gembira dalam jumpa pers di kantornya, di Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu pagi pekan lalu. Ditemani Jaksa Pengacara Negara Joseph Suardi Sabda, Direktur Jenderal Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi Bambang Setiawan, serta Simon Sembiring, anggota staf ahlinya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mine­ral ini bersemangat menjelaskan kemenangan pemerintah Indonesia di arbi­trase internasional melawan PT Newmont Nusa Tenggara.

Sesuai dengan keputusan arbitrase, kata Menteri, Newmont Nusa Tenggara harus mendivestasikan 17 persen sahamnya kepada pihak Indonesia dalam waktu 180 hari sejak putusan dikeluarkan. Newmont juga harus membayar ganti rugi biaya perkara kepada pemerintah dalam jangka waktu 30 hari setelah keputusan keluar. ”Ini amanat tribunal yang harus dilakukan,” ujarnya.

Keputusan pengadilan internasional ini merupakan akhir penantian panjang pemerintah. Perjalanan melelahkan pemerintah dimulai pada 3 Maret 2008. Ketika itu, pemerintah menggugat perusahaan tambang emas yang berlokasi di Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Sumbawa ini ke ar­-bi­trase internasional karena dinilai gagal melaksanakan kewajiban divestasi saham untuk periode 2006 dan 2007.

Sesuai dengan perjanjian kontrak karya pertambangan yang diteken Newmont Nusa Tenggara dan pemerintah pada 2 Desember 1986, perusahaan emas terbesar kedua di dunia asal Amerika Serikat ini wajib mendivestasikan 51 persen sahamnya kepada pemerintah Indonesia atau perusahaan nasional sampai 2010. Kewajiban divestasi tinggal 31 persen karena 20 persen saham Newmont Nusa Tenggara sudah dimiliki perusahaan nasional, yakni PT Pukuafu Indah Indonesia, milik Jusuf Merukh.

Pada 2006 dan 2007, Newmont sebenarnya sudah menawarkan tiga persen dan tujuh persen sahamnya ke pemerintah. Tapi pemerintah tak tertarik. Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Sumbawa, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat mengambil peluang ini dan berminat membeli saham Newmont.

Lantas ketiga pemerintah daerah itu membentuk konsorsium bersama dengan Bumi Resources, perusahaan milik Grup Bakrie, untuk membayar saham Newmont. Nota kesepahaman diteken pada 30 Agustus 2007 oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat Lalu Serinata, Bupati Sumbawa Barat Zulkifli Muhadli, Bupati Sumbawa Jamaluddin Malik, dan Presiden Direktur Bumi Resources Ari Saptari Hudaya.

Saham 10 persen itu akan dipecah. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mendapatkan 5 persen, Kabupaten Sumbawa Barat dengan kendaraan usaha PT Tambang Sumbawa Barat mendapatkan 3 persen, dan Kabupaten Sumbawa dengan kendaraan usaha PT Bumi Sumbawa Emas memperoleh 2 persen.

Pada 10 Agustus 2007, Newmont, lewat Newmont Investment Limited, sebetulnya sudah menawarkan pinjaman kepada tiga pemerintah daerah itu untuk membeli 10 persen saham. Dalam skema ini, utang berjangka 5-10 tahun akan dibayar dengan dividen. Selama masa pembayaran, pemerintah daerah akan menerima US$ 333.333 atau sekitar Rp 3,8 miliar per satu persen saham setiap tahun. Tapi skema itu ditolak.

Tiba-tiba Kabupaten Sumbawa keluar dari konsorsium itu dan melakukan perjanjian jual-beli dua persen saham Nusa Tenggara senilai US$ 72,6 juta dengan Newmont pada 28 Januari 2008. Untuk membeli saham ini, Kabupaten Sumbawa mendapatkan pinjaman dari Newmont Rp 653 miliar, yang akan dicicil melalui pemotongan dividen dari dua persen saham yang menjadi haknya. Dengan skema ini, Sumbawa akan mendapatkan duit dari Newmont US$ 666.666 atau sekitar Rp 7,66 miliar setiap tahun plus Rp 10 miliar untuk pemberdayaan masyarakat selama empat tahun.

Persoalan semakin ruwet karena be­lakangan, 28 Februari 2008, Newmont meminta penundaan divestasi. Peme­rintah pun berang sehingga memperkarakannya ke arbitrase internasional. Selasa pekan lalu, hakim arbitrase internasional akhirnya mengabulkan sebagian tuntutan pemerintah, yakni mewajibkan Newmont menjual 17 persen ke pihak Indonesia selama 180 hari. ”Tapi tuntutan pemerintah untuk menterminasi kontrak Newmont ditolak hakim arbitrase,” kata Joseph Suardi.

Newmont menegaskan akan tunduk­ pada keputusan arbitrase. Menurut­ Richard O’Brien, Presiden Newmont Mining Corporation, perusahaannya­ berkomitmen melanjutkan proses divestasi Newmont Nusa Tenggara. ”Ka­mi berharap dapat membahas langkah ke depan dengan pemerintah guna melaksanakan putusan panel arbitra­se,” ujar O’Brien dalam siaran pers pekan lalu.

Kendati tak semua tuntutan dika­bulkan, sejumlah kalangan menyambut gembira kepastian divestasi 17 persen saham Newmont. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sofyan Djalil, misalnya, akan mendorong perusahaan milik negara membeli saham Newmont Nusa Tenggara. PT Aneka Tambang Tbk. dan PT Tambang Batu Bara Bukit Asam akan menjajaki rencana ini. Manajemen Bursa Efek juga menyambut positif rencana pembelian saham Newmont oleh emiten per­tambangan nasional.

Sumber Tempo justru mempertanyakan ”mabuk kemenangan” pemerintah Indonesia ini. Menurut dia, ada masalah-masalah yang luput dari perhatian. Keputusan arbitrase memang mewajibkan Newmont menjual 17 persen sahamnya. Padahal, tanpa datang ke arbitrase pun, sebenarnya Newmont wajib menjual sahamnya. Sejauh ini pun Newmont bersedia melepas saham itu. ”Jadi yang menang pemerintah atau Newmont, sih?” Terlebih, dalam keputusan arbitrase, ungkapnya, tuntutan terminasi kontrak Newmont yang diajukan pemerintah ditolak hakim.

Di dalam arbitrase, kata sumber ini, hakim menetapkan harga tiga persen dan tujuh persen saham Newmont yang akan dijual kepada pemerintah daerah di Nusa Tenggara masing-masing US$ 109 juta dan US$ 282 juta. Adapun harga tujuh persen saham Newmont yang akan dibeli pemerintah pusat masih dihitung. Secara keseluruhan, nilai 17 persen saham Newmont itu US$ 700-800 juta (Rp 8-9,2 triliun). ”Dalam waktu 180 hari, bisa tidak mereka dapat duit segede itu?” katanya. Padahal tenggat ini juga mengikat pemerintah. Jika Newmont sudah menawarkan dan tak ada yang mampu membelinya selama batas enam bulan, 17 persen saham tadi akan kembali ke Newmont.

Soal harga jual, Bambang Setia­wan tak sepakat dengan sumber Tempo. Harga divestasi saham Newmont bisa dihitung ulang dan bisa lebih rendah dari kesepakatan sebelumnya, khususnya untuk periode 2006 dan 2007. ”Perkembangan saham tambang kan saat ini tak begitu baik,” ujarnya.

Sumber Tempo tadi melanjutkan, mungkin saja pemerintah daerah dan pusat menggandeng investor lain, misalnya Bumi Resources dari Grup Ba­krie, yang sebelumnya memang berminat. Tapi, dalam kondisi sekarang, dia ragu Bumi Resources mau membeli­nya. Terlebih, Bakrie and Brothers, induk usaha Bumi Resources, merugi Rp 16 triliun pada tahun buku 2008. Si­nyalemen ini dibenarkan oleh juru bicara Bumi Resources, Dileep Srivastava. ”Pembelian ini (saham Newmont) tak ada dalam rencana kami,” ujar Dileep kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.

Secara ekonomi, kata sumber ini, manfaat bagi Indonesia memiliki 17 persen saham Newmont dengan biaya US$ 700-800 juta juga masih meragukan. Dia memaparkan, dividen Newmont setahun hanya sekitar US$ 250 juta, sehingga pemerintah daerah atau pusat hanya akan mendapat dividen US$ 42,5 juta setahun. Jika dana pembelian saham Newmont berasal dari pinjaman bank, untuk menutup utang itu diperlukan pembayaran dividen selama 16 tahun. ”Padahal umur tambang Newmont di Batu Hijau tinggal lima tahun lagi,” ungkapnya. Seandainya kawasan tambang Elang Dodo dibuka hingga 2030 pun, kata dia, manfaat yang bisa diterima pemerintah tak akan sepadan.

Pemerintah Provinsi Nusa Tengga­ra Barat, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Sumbawa tak ambil pusing­ dengan persoalan ini. Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Madjdi malah meminta pemerintah pusat memberikan 17 persen saham Newmont Nusa Tenggara ke pemerintah daerah.

Sumber Tempo di Mataram mengungkapkan, dalam rapat Kamis pekan lalu, pemerintah Nusa Tenggara Barat menyepakati tiga opsi. Pertama, menerima pembiayaan investor lain untuk membeli saham Newmont. Kedua, menerima pembiayaan dari Newmont. Dan ketiga, kombinasi pembiayaan investor lain dan dari Newmont.

Zainul mengatakan, sejauh ini, belum ada pembicaraan detail ke arah itu. Yang pasti, kata dia kepada Tempo, ”Pemerintah Nusa Tenggara Barat, Sumbawa Barat, dan Sumbawa sepakat untuk mengambil saham Newmont itu.” Hanya, ya itu tadi, duit yang dibutuhkan jelas sangat besar. Dalam kondisi perekonomian yang sulit, jelas tak akan mudah mendapatkannya.

Padjar Iswara, Ismi Wahid, Sorta Tobing, Deasy Pakpahan, Supriyanto Khafid (Mataram)

Jadwal Divestasi Sisa Saham Newmont (Tiap 31 Maret)

Paling Lambat September 2009*
2006: 3%
2007: 7%
2008: 7%
*Hasil arbitrase internasional 31 Maret 2009

Dieksekusi 2010
2009: 7%
2010: 7%
Sumber: Kontrak Karya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus