Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=1 color=#FF9900>EKONOMI INTERNASIONAL</font><br />Akhir Kejayaan Detroit

Industri otomotif Amerika runtuh. Permintaan dana talangan ditolak. Kalah bersaing dengan Toyota.

1 Desember 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"ACUNGKAN tangan jika Anda ke sini menggunakan pesawat komersial,” kata Brad Sherman, anggota Kongres dari Partai Demokrat California, Amerika Serikat, kepada para eksekutif tiga pabrik mobil yang bermarkas di Detroit, Selasa dua pekan lalu. Para petinggi raksasa otomotif Negeri Abang Sam—General Motors Corp., Ford Motor Co., dan Chrysler LLC—bergeming. ”Biarkan fakta merekam, tak ada yang mengacung,” kata Sherman menambahkan.

Para senator pun geregetan. ”Memalukan,” kata Tom Schatz, Presiden Citizens Against Government Waste. Kedatangan tiga presiden direktur—Rick Wagoner (General Motors), Alan Mulally (Ford), dan Robert Nardelli (Chrysler)—ke Capitol Hill, Washington, DC, siang itu menuai kritik pedas. Mereka meminta dana talangan (bailout) sebesar US$ 25 miliar (Rp 300 triliun), tapi datang ke Washington menggunakan jet pribadi.

Tiga perusahaan otomotif terbesar di Amerika itu memang tengah sekarat. General Motors sendiri membutuhkan US$ 10-12 miliar. Krisis keuangan global menyebabkan industri otomotif di sana kian loyo. Bahkan, untuk membiayai operasionalisasi saja, mereka sudah tak sanggup. General Motors, misalnya, diperkirakan akan mengalami kekeringan likuiditas dua bulan lagi. Ford dan Chrysler tidak jauh berbeda. Status bangkrut sudah di depan mata.

Berbagai langkah ditempuh untuk menekan kerugian, seperti restrukturisasi utang. Wagoner akan meyakinkan para kreditor, termasuk Lord Abbett & Co., Northwestern Mutual Life Insurance, dan Fidelity PPM America, agar memberikan potongan utang (haircut). Lobi juga akan dilakukan terhadap para pemegang obligasi, seperti Franklin Resources Inc. dan Pimco Advisors LP, agar mereka rela kehilangan 75 persen imbal hasil surat utangnya.

Perusahaan otomotif terbesar kedua di dunia itu pun berharap bisa ”mencicipi” paket bailout yang dikucurkan Presiden George Bush US$ 700 miliar. Tapi, di luar gedung parlemen, pemandangan yang kontras terjadi. Di Bandara Internasional Dulles, Washington, jet eksklusif G4 tunggangan Wagoner terparkir rapi. Ini baru satu dari delapan armada mewah milik General Motors untuk menerbangkan eksekutifnya berkeliling dunia, kendati perusahaannya sedang seret.

Wagoner menumpang jet mewah senilai US$ 36 juta (Rp 432 miliar lebih). Perjalanan petinggi General Motors itu ke Washington menelan ongkos US$ 20 ribu (Rp 240 juta). Bandingkan dengan harga seat Northwest Airlines 2364 Detroit-Washington, yang hanya US$ 288 (Rp 3,5 juta) untuk kelas ekonomi dan US$ 837 (Rp 10 juta) untuk kelas utama.

Jet korporat yang ditunggangi bos Ford, Mulally, diakui sebagai bagian dari kontrak jangka panjang, di samping gaji US$ 28 juta. Keluarga Mulally tinggal di Seattle, bukan Detroit. Jadi, jet luks ini mengantar Mulally ke Detroit, lantas mengantarnya pulang ke Seattle saban akhir pekan.

Menurut Tom Schatz, kedatangan para pebisnis menggunakan jet mewah, dan meminta dana talangan, merupakan penghinaan terhadap wajib pajak.

lll

General Motors menaungi 266 ribu pekerja di seluruh dunia—139 ribu di antaranya di Amerika. Berdiri pada 16 September 1908 di Flint, Michigan, perusahaan ini memiliki 160 pabrik di 35 negara. Ford—produsen otomotif terbesar kedua—menampung 246 ribu pekerja, dan Chrysler mempekerjakan 66.409 orang.

Chrysler pernah di-bailout pemerintah federal pada 1979 dengan dana US$ 1,2 miliar. Perusahaan ini melunasi utang plus bunga lebih cepat dari jadwal. Tapi, pada saat itu, bos Chrysler, Lee Iacocca, memulai kampanye penyehatan perusahaannya dengan me-motong gajinya sendiri US$ 1 juta. Inilah salah satu model penyelamatan perusahaan yang dianggap sukses.

Kondisi tahun ini sebetulnya tak jauh berbeda. Pada 2007, General Motors mampu melego 9,37 juta unit di seluruh dunia. GM memang berhasil menjadi nomor satu di dunia, tapi selisih penjualannya dengan Toyota hanya 3.524 unit. Tahun ini, penjualan GM merosot lagi. Pada paruh pertama, kendaraan yang dilego turun 2,9 persen. Permintaan dari kampung halaman pun berkurang signifikan, 17,6 persen. Akibatnya, perusahaan ini mencatat kerugian US$ 18,7 miliar pada semester pertama 2008. Tahun sebelumnya tekor US$ 38,7 miliar.

Toyota sudah mengungguli General Motors dengan selisih penjualan 278 ribu unit pada semester pertama 2008. Hingga September, Toyota, termasuk unit Daihatsu dan Hino, melego tujuh juta unit, meningkat 1.000 unit dibanding periode yang sama tahun lalu.

Ambruknya pabrikan Amerika sebetulnya sudah dimulai tiga tahun silam. Pada April 2005, lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor’s menurunkan peringkat utang dan obligasi General Motors dan Ford menjadi junk (sampah). GM dan semua unit usahanya turun kelas dari BBB menjadi BB-. Kelompok bisnis Ford juga melorot dari BBB ke BB+. Standard and Poor’s menyampaikan sinyal bahwa portofolio dan obligasi keduanya berisiko tinggi.

Imbas dari koreksi tajam itu adalah membengkaknya biaya pinjaman pada saat likuiditas ketat. Pasar langsung bergejolak karena surat utang yang diterbitkan General Motors dan Ford mencapai 10 persen dari semua surat utang yang diterbitkan di Amerika Serikat.

Toyota sebenarnya juga terpukul krisis. Total penjualan pada triwulan ketiga ini turun 4,3 persen dibanding tahun lalu. Penjualannya di Amerika malah anjlok 32,3 persen bulan lalu. General Motors ”hanya” kehilangan 16 persen. Tapi kantong tebal Toyota diperkirakan masih cukup untuk mengatasi kondisi. Mereka malah menawarkan kredit bebas bunga untuk 11 model produk. ”Program ini kemungkinan akan diperluas,” kata kepala penjualan untuk wilayah Amerika Utara, Jim Lentz.

lll

NEGOSIASI Kongres dengan Menteri Keuangan Henry Paulson sepertinya tak menguntungkan bisnis otomotif. Paulson ngotot dana talangan US$ 700 miliar hanya diprioritaskan bagi sektor finansial. Artinya, bila sektor otomotif akan diselamatkan, itu bukan melalui program bailout, melainkan dengan kebijakan baru.

Analis industri otomotif BNI Sekuritas, Noriko Gaman, mengatakan sektor otomotif memang kurang strategis dibanding sektor finansial. Industri keuangan Amerika berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara tersebut, selain bersinggungan dengan keuangan pemerintah sendiri. Apalagi ”Detroit’s Big Three” kalah bersaing, tergeser Jepang dan Korea. Konsekuensinya, ratusan ribu tenaga kerja terancam dirumahkan.

Pemerintah Bush, Noriko menambahkan, bersikap selektif dalam kebijakan penyelamatan. Kendati Detroit telah ratusan tahun menjadi simbol keperkasaan negeri itu, pemerintah mempertimbangkan dari sisi kepentingan pemilik dana, yakni pembayar pajak alias publik. ”Kalau otomotif meminta hal yang sama, apa keuntungannya bagi para pembayar pajak?” katanya.

Bila Detroit benar-benar ”dilepas”, menurut Noriko, ini adalah kesempatan bagi Toyota untuk menguasai Amerika. Di Indonesia, produk-produk Jepang akan makin mendominasi jalanan. Persoalannya tinggal pada besaran suku bunga yang proporsional, sehingga masyarakat masih mampu beli dengan harga terjangkau. Sekitar 90 persen pembelian kendaraan di dalam negeri menggunakan fasilitas kredit.

Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Freddy Sutrisno optimistis bisnis otomotif dalam negeri tak sengeri di Amerika. Hingga akhir tahun ini, produsen masih memenuhi pesanan bulan-bulan sebelumnya. Tapi ada persoalan mencari pendanaan. Lembaga multifinance yang biasanya berlomba menyodorkan pinjaman seperti ngumpet. ”Sekarang kok pada ngeles,” kata Freddy pekan lalu.

Kondisi sulit ini pula yang memaksa General Motors mengencangkan ikat pinggang. Mereka berencana mengembalikan jet-jet tadi untuk menekan kerugian. Juru bicara GM, Tom Wilkinson, mengatakan kebijakan ini dibuat sebelum pertemuan dengan Kongres. September lalu, mereka sudah memulangkan dua dari tujuh jet yang disewa awal tahun ini. Ford juga telah menjual jet yang biasa dipakai para bos. Menurut mereka, penggunaan jet pribadi ini semata untuk keamanan para petinggi perusahaan.

Retno Sulistyowati (AP, Bloomberg, abcnews)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus