Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=2 color=#FF0000>Telekomunikasi</font><br />Tak Murah Maka Tak Sayang

Perang tarif terus berlanjut. Potensi masih besar.

12 Januari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagi industri telekomuni­kasi, Indonesia adalah surga. Kue yang tersedia begitu gurih lezat. Bayangkan, dari 229 juta penduduk, ada 149 juta orang yang belum tersentuh telepon seluler. Mereka inilah—anak SD, sopir bajaj, sampai ibu rumah tangga—yang siap dirayu dan digempur iklan telekomunikasi.

PT Excelcomindo Pratama (XL) tidak terkecuali. Operator­ telekomunikasi yang saham ma­yo­ritasnya dimiliki Telekom Malaysia Berhad ini bergerak agresif membidik pasar. Sejak 2006, perusahaan ini bahkan menetapkan target ambisius: merebut posisi kedua terbesar operator telekomunikasi di Indonesia—setelah Telkomsel.

Adalah Hasnul Suhaimi, Presi­den Direktur PT Excelcomindo Pratama, yang ditunjuk sebagai nakhoda proyek ambisius ini. Pekerjaan rumah Hasnul lumayan berat. Dia harus menggeser posisi PT Indosat, perusahaan tempat dia bekerja sebelumnya.

Saat itu XL masih jauh di ba­wah Indosat. Dari jumlah pe­langgan, pendapatan, maupun­ jum­lah stasiun pemancar, Indosat­ jauh memimpin. Namun Direktur Utama Telekom Malaysia—ketika itu Dato’ Yusof Annuar bin Yacoob—yakin bahwa Hasnul orang yang tepat untuk menggarap pasar te­lekomunikasi Indonesia yang ber­lipat ukurannya dibanding pasar negeri jiran itu.

Dua tahun kemudian, XL tetap belum bisa menyalip Indosat. Urutan operator telekomunikasi belum berubah: Telkomsel, Indosat, dan XL. Tapi, untuk urusan stasiun pemancar, XL merangsek ke depan sejak setahun lalu. Pada akhir September 2008, XL memiliki 15 ribu pemancar, bandingkan dengan Indosat yang dilengkapi 13 ribu pemancar.

Jumlah pelanggan XL juga semakin mendekati Indosat (lihat tabel). Sepanjang tahun lalu, ope­rator ini tumbuh mengesankan. Pengguna kartu XL hampir berlipat dua, begitu pula pendapat­annya. Laba bersihnya malah ber­lipat tiga menjadi Rp 891 miliar.

Pencapaian luar biasa ini tak le­pas dari kebijakan pemerintah­ memangkas tarif interkoneksi­ pada April 2008. Tarif telekomunikasi, yang sebelumnya memang kelewat mahal, dipaksa turun. Semua operator, mau tak mau, ramai-ramai menurunkan tarif.

Dampaknya segera tampak da­lam laporan triwulan kedua 2008. Pendapatan per pelanggan alias average revenue per user (ARPU) semua operator melorot­ tajam. Rata-rata lebih dari 20 per­sen. Tapi, jangan dulu menyangka ­ope­rator merugi lantar­an banting­ harga. Sebaliknya, pendapatan akumulatif semua operator—kecuali Telkomsel—justru melonjak.

Menurut Direktur Pemasar­an Indosat, Guntur S. Siboro, hal ini karena tarif murah telah­ membuat pertumbuhan jumlah­ pelanggan. Jadi, ”Penurunan ARPU tidak soal selama bisa di­tutup pertumbuhan jumlah pe­langgan,” ujar Djunaedy Herma­wanto, Vice President Strategi Pemasaran Produk XL, pekan lalu.

Pelajaran memangkas tarif pa­da 2008 rupanya diresapi para operator. Tarif murah segera dijadikan dagangan jitu. Tren ini diyakini masih akan berlanjut tahun ini. ”Karena itu yang paling gampang dikomunikasikan,” ujar Djunaedy. Pasar pun riuh oleh perang tarif. Semua ­operator mengklaim sebagai penyedia jasa paling murah, baik untuk bertelepon maupun berkirim pesan.

XL, misalnya, maju dengan promosi nelpon gratis sampai puas. Bertelepon antarsesama pelanggan XL, mulai tengah malam sampai pukul 11.00, hanya perlu membayar Rp 300 untuk 20 detik pertama. Sisanya gratis. PT Natrindo Telepon Seluler (AXIS) tak mau ketinggalan dengan berseru: Versi AXIS,” Rp 1 per nelpon sepanjang hari.” Ope­rator lain, PT Smart Telecom juga berteriak: ”SMS sepuaasnya!! Rp 500 per hari ke semua operator”.

Lomba membidik pasar masih akan seru, terutama karena ceruk pasar pelanggan telekomunikasi masih terbuka lebar. ”Anak SD saja kan sekarang banyak yang pegang ponsel,” ujar Djunaedy. Saat ini pun, dari sekitar 130 juta nomor seluler yang terjual, Guntur memperkirakan ha­nya 80 juta nomor yang benar-benar aktif. Sisanya, 50 juta nomor yang semi aktif, siap digarap menjadi pelanggan setia.

Pasar potensial pun masih luar biasa. Saat ini diperkirakan ada 149 juta penduduk Indonesia belum tersentuh telepon seluler. Ka­takanlah sepertiga saja poten­si dari jumlah itu, maka ada 50 ju­ta­ calon pelanggan yang siap di­ga­et. Nah, iming-iming yang paling mengena untuk menggaet mere­ka, ya apalagi, selain tarif irit.

PT Bakrie Telecom (Esia) juga menerapkan taktik yang sama. De­ngan paket bundel ponsel murah, Esia yakin tahun depan jumlah pelanggannya tumbuh 50 persen. ”Kita akan tembus 10 juta pelanggan,” kata Erik Meijer, Wakil Direktur Utama Ba­krie Telecom. Strategi bundel memang lumayan jitu. Paket ponsel Rp 199 ribu, misalnya, terjual lebih dari satu juta unit. Paket Esia Hidayah laku 200 ribu unit.

Lalu, bagaimana laju industri telekomunikasi pada 2009? Kondisi perekonomian sejauh ini memang serba sulit ditebak. ”Belum jelas seberapa parah daya beli masyarakat terpukul,” kata Guntur. Operator juga serba salah. Nilai dolar menguat, biaya investasi jadi lebih mahal kare­na hampir semua perkakas telekomunikasi dibeli dengan dolar. Tapi, kalau tidak banting tarif, bisa-bisa pelanggan beralih ke operator lain.

Walhasil, kendati tak akan se­ketat tahun lalu, perang tarif­ antar-operator masih berlanjut. Walaupun sebenarnya, banting-bantingan harga ini riskan bagi operator baru. Salah-salah, kalau modal kurang kuat, bisnis bisa kolaps. ”Tapi, di balik ope­rator baru itu kan pemodal besar semua,” ujar Guntur. Di Axis ada Saudi Telecom, dan di balik Three ada Hutchison dan Charoen Pokphand. Keduanya konglomerasi besar di dunia.

Jumlah Pelanggan (juta orang)

2006
1. 32,47
2. 14,23
3. 8,37
4. 1,30

2007
1. 44,46
2. 22,03
3. 12,81
4. 2,95

2008
1. 60,50
2. 35,47
3. 25,09
4. 6,55

Pertumbuhan
1. 36%
2. 61%
3. 96%
4. 122%

Pendapatan Perpelanggan - ARPU (Rp ribu)

2006
1. 85
2. 66,2
3. 59,8
4. 45

2007
1. 79
2. 52,2
3. 53,4
4. 46

2008
1. 60
2. 41,3
3. 39,6
4. 40

Pertumbuhan
1. -24%
2. -25,9%
3. -20,8%
4. -13%

Pendapatan - Ebitda (Rp triliun)

2006
1. 15,13
2. 5,09
3. 1,92
4. 0,19

2007
1. 18,52
2. 6,26
3. 2,42
4. 0,35

2008
1. 17,70
2. 6,72
3. 4,11
4. 0,58

Pertumbuhan
1. -4%
2. 7,4%
3. 70%
4. 64,3%

Ket*
1. Telkomsel
2. Indosat
3. Excelcom
4. Bakrie

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus