Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

"saya tak pernah berfikir ingin ...

Ibnu sutowo membahas prospek minyak indonesia, peranan pertamina dan menjelaskan tentang hutang-hutang yang besar. beberapa nama telah diusulkan dan disiapkan agar dapat menggantikannya suatu saat. (ek)

17 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dr. H. Ibnu Sutowo menerima wartawan TEMPO Fikri Jufri dan Ed Zoelverdi di ruang kerjanya, jalan Perwira 6, Jakarta Siang itu suasana di kantor Dirut Pertamina itu terasa lebih tenang dari biasa. Tak banyak tamu yang tampak keluar masuk di sana. Mungkin karena masih dalam suasana Tahun Baru. Mungkin juga karena kegiatan sang Dirut kini tak lagi seramai dulu. Namun sesaat setelah wawancara dimulai, Ibnu Sutowo tampak bersemangat menjawab berbagai soal: tentang prospek minyak kini dan nanti tentang petanan Pertamina sekarang dan tentang hutang-hutang yang besar itu. Berikut ini adalah beberapa petikan penting dari wawancata yang berlangsung hari Selasa 6 Januari lalu, sehari sebelum Presiden Soeharto membawakan pidato RAPBN 1976/1977 di depan sidang DPR. Tanya: Dalam sidang OPEC yang baru lalu di Wina telah terjadi saling tuding di antara beberapa anggota tentang penurunan harga minyak. Apakah harga minyak di Indonesia dalam prakteknya akan bertahan dengan $ 12,60 per barrel, mengingat kurangnya permintaan di pasaran dunia? Jawab: Kapasitas produksi minyak di hampit semua negara penghasil minyak -- OPEC maupun bukan -- memang sedang meningkat terus. Sebaliknya pasaran minyak terasa menurun karena dua hal: Pertama, akibat kenaikan harga minyak itu sendiri. Ini membuat negara-negara konsumen berusaha mengurangi penggunaan minyak sebisa mungkin, sambil berusaha mencari bahan pengganti minyak. Kedua, suasana resesi dunia yang belum pulih membuat pabrik-pabrik di negara industri saling mengurangi kapasitas produksinya, rata-rata menjadi 60 sampai 65. Dan ini dengan sendirinya mengakibatkan kelebinan produksi. Secara normal ini biasanya menyebabkan timbulnya kompetisi untuk merebut pasaran. Tapi dengan adanya OPEC, yang lebih mementingkan dipertahankannya harga, maka kompetisi itu terpaksa dilakukan tetap dalam batas-batas tertentu hingga tak membahayakan harga dari minyak -- itu sendiri. Maka para anggota OPEC, termasuk Indonesia, terpaksa melakukan pengurangan produksi demi mempertahankan harga. Dan itu, sebagaimana saya pernah katakan, merupakan cara yang wajar. Kalau harga sampai turun, hal itu tak menjamin naiknya konsumsi minyak di dunia. Jadi akibatnya kita hanya rugi saja. Tanya: Teorinya memang demikian, tapi mengapa sampai timbul perdebatan sengit dalam sidang OPEC kemarin? Jawab: Dalam usaha menjual minyak sebanyak mungkin, tapi toh tidak sampai merusak harga, memang bisa timbul persoalan penentuan harga itu baik bagi setiap negara OPEC maupun bagi tiap jenis crude oil (minyak mentah), yang berbeda-beda kwalitasnya Kwalitas itulah yang menentukan laku tidaknya minyak dihubungkan dengan harga. Dalam OPEC kita kenal patokan harga minyak mentah yang disebut marker crude, yakni yang didasarkan dari jenis Light Arabian Crude. Nah, perhitungan harga yang dilakukan oleh setiap anggota -- disediakan dengan kwalitas, letak, pelabuhan, dan lain-lain -- itulah yang kemudian kita kalkulasikan dari harga marker crude tersebut. Sulitnya adalah menemukan formula yang tepat untuk menentukan perbedaan dalam harga ekspor. Mengingat penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi harga itu tak sama di antara para anggota, maka bisa saja timbul suasana yang katakanlah saling tuduh itu. Yang satu bilang hargamu rendah. Yang lain bilang hargamulah yang lebih rendah. Sesungguhnya semua itu adalah subyektif. Sebab sampai sekarang belum ditemukan satu formula yang bisa digunakan untuk setiap negara setiap kwalitas crude maupun untuk setiap pasaran. Tanya: Apakah masuknya minyak RRT ke Jepang, yang kabarnya lebih murah itu, dengan sendirinya akan mengurangi produksi minyak Indonesia? Jawab: Jepang secara tradisionil termasuk pembeli fuel oil Indonesia. Tapi resesi di sana mengakibatkan pasaran fuel oil kita agak mundur. Beberapa industri di Jepang saya kira sudah pindah ke pemakaian batubara dan atom. Tambahan lagi Jepang sudah membeli minyak dari RRT. Karena kwalitas minyak RRT itu mendekati kwalitas minyak Indonesia, saya kira ekspor minyak RRT ke Jepang itu lebih banyak mengurangi penjualan dari Indonesia daripada minyak Timur Tengah. Tapi sebaliknya penjualan minyak kita ke West Coast pantai Barat Amerika), naik. Bagi West Coast penggunaan minyak yang kadar belerangnya rendah memang agak mutlak. Ketentuan tentang polusi disana lebih keras dari di Jepang. Dengan demikian produksi kita -- bila dibandingkan dengan tahua 1975 -- mudah-mudahan tidak turun. Tanya: Sekarang saya ingin beralih pada masalah hutang Pertamina yang akhir-akhir ini sering jdi pembicaraan. Bagaimana sampai Pertamina bisa berhutang demikian besarnya, hingga tak mampu membayar kembali? Jawab: Begini Soalnya di tahun 1974, kita sudah membuat suatu perjanjian. Untuk suatu loan (pinjaman) jangka panjang selama 20 tahun. Jumlah seluruhnya yang dijanjikan sebanyak $AS 1,7milyar. Kitamenganggap pinjaman itu sudah safe pasti), bahkan sudah diteken. Karena uangnya semuanya harus diambil sekaligus -- menurut perjanjian itu -- maka kita mengambil persiapan untuk mempergunakan uang itu, untuk memulai proyek, di antaranya Krakatau Steel dan Batam, maka kita membikin short term loan (hutang jangka pendek), yang sebetulnya hanya untuk bridging (menjembatani) hutang jangka panjang itu. Nah, waktu hutang jangka panjang itu tak jadi datang, itulah problimnya. Sampai sekarang saya bingung, kok pinjaman itu terus hilang begitu saja. Tanya: Siapa yang tiba-tiba menjanjikan pinjaman seperti itu kepada Pertamina? Melalui konsortium bank mana? Jawab: Pinjaman itu memang datang dari Timur Tengah Tidak melalui sebuah konsortium. Tapi ditawarkan pada kita melalui surat dari sebuah bank di London. Sebelum itu sesungguhnya kita sudah merasa sulit, karena ada ketentuan yang hanya membolehkan kita meminjam untuk jangka yang kurang dari setahun atau lebih dari 15 tahun. Lebih-lebih untuk satu perusahaan seperti Pertamina sebagai perusahaan minyak nasional, kondisi untuk mencari pinjaman yang lebih dari 15 tahun praktis tak mungkin. Justru kredit yang kita perlukan -- dan umumnya mudah didapat berkisar antara 5 sampai 8 tahun. Ketika itu saya juga sudah mengajukan pada Presiden dan Dewan Komisaris bahwa ketentuan ini sama dengan melarang kita mencari kredit. Kita praktis sudah tak boleh melakukan inestasi lagi Katanya itu kondisi yang dipaksakan kepada kita oleh IMF. Nah, didalam keadaan yang begini muncul tawaran pinjaman yang 20 tahun itu dengan bunga yang relatif rendah, antara sampai 8% yang baru dibayar pada akhir pinjaman. Jadi yang penting bagi kita, menggunakan uang itu sehingga setelah 20 tahun kemudian kita bisa menghasilkan dana untuk mengembalikan uangnya plus bunganya. Tanya: Sampai berapa jauh bapak mengarap pinjaman yang ternyata tak muncul itu? Jawab: Dengan adanya persetujuan dari Pemerintah, saya lalu membuat perjanjiannya. Sampai datang telex bahwa uang itu akan mulai didrop tanggal sekian, dengan jumlah yang sekian. Sampai sekian jauh. Tanya: Mengapa tak menunggu sampai uangnya datang? Jawab: Kalau saya hati-hati, mestinya saya terima uangnya dulu. Karena saya mau mengejar waktu dan keadaan -- dengan anggapan bahwa hutang yang dijanjikan itu sudah safe -- saya mulai mengeluarkan uang dengan menggunakan pinjaman jangka pendek uhtuk nantinya dibayar kembali dengan pinjaman yang besar itu. Tapi semuanya jadi berantakan waktu pinjaman yang saya perhitungkan itu adalah fatamorgana. Tanya: Dalan UU Pertamina 1971 fasal 27, antara lain disebutkan bahwa untuk melakukan pinjaman sampai jumlah tertentu dan mendirikan anak-anak perusahaan, Direksi harus mendapat izin dari Dewan Komisaris. Seberapa jauh ketentuan ini sudah dilaksanakan dalam praktek? Jawab: Semua anak perusahaan yang didirikan setelah adanya UU itu memang minta izin dulu kepada Dewan Komisaris. Juga tentang setiap pinjaman yang akan dibuat Pertamina, terlebih dulu harus ada izin dari DK. Kecuali dalam hal pinjaman yang jangka pendek. Cuma mengenai jumlah pinjaman itu sampai sekarang belum ditentukan batasnya. Tanya: Bagaimana kalau sekarang ada tawaran kredit lagi untuk Pertamina? Jawab: Itu seluruhnya akan diurus oleh Bank Indonesia. Sekarang semua kebutuhan Pertamina diserahkan kepada BI. Pokoknya kita sekarang melakukan pinjaman dari BI. Juga semua urusan keuangan kita ditaruh diBI. Tanya: Apakah dengan adanya perubahan organisasi Pertamina --seperti tercermin dalam KEPPRES no.44 akan terasa lebih ringan bagi Dirut dalam menjalankan tugas sehari-hari? Jawab: Dulu memang ada divisi-divisi yang langsung berhubungan dengan Direktur Utama. Sekarang divisi-divisi itu ditempatkan di bawah para direktur. Jadi bagi saya rentang kendali memang lebih kecil. Tapi apakah perubahan ini akan lebih baik nantinya, itu tergantung dari pelaksanaan. Bagi saya sendiri, saya tak merasa kesulitan untuk mengontrolnya sebelum ada perubahan. Jadi hal itu tergantung dari pribadi seseorang. Jadi menyangkut evaluasi yang subyektif. Tanya: Apa yang akan dilakukan Pertamina setelah ini? Jawab: Kita tak akan bisa lagi melakukan pekerjaan seperti dulu. Tapi ingin saya ingatkan bahwa soal infrastruktur yang kita bangun itu penting untuk diteruskan. Sekalipun sudah ada UU Penanaman Modal Asing yang baik, kondisi sekuriti dan ekonomi yang baik, tanpa adanya infrastruktur yang baik, adalah sulit untuk menarik investor asing dan dalam negeri untuk melakukan penanaman Perusahaan minyak memang bisa melakukan investasi kalau mereka sudah pasti bahwa ada produksi. Untuk itu sebelumnya perlu disediakan prasarana baik berupa pelabuhan, air minum, listrik telekomunikasi dan lain-lain. Sebab untuk melakukan penanaman yang ratusan juta dollar, kita belum mampu. Yang kita perlu kerjakan adalah yang keci-kecil, yang berkisar antara 5 sampai 10 juta dollar untuk melakukan pekerjaan services bagi para investor itu. Sebagai contoh ingin saya kemukakan tentang pelabuhan udara Balikpapan. Tadinya pelabuhan itu termasuk sepi. Tapi setelah diperbaiki dengan biaya yang seluruhnya ditanggung Pertamina, pelabuhan Balikpapan kini menjadi paling ramai setelah Kemayoran. Ini menandakan bahwa para investor juga banyak terdapat di sana. Tanya: Suatu waktu, siapa yang bapak anggap tepat untuk duduk sebagai pimpinan? Jawab: Bagi orang yang sudah berumur di atas 60 tahun, setiap hal bisa saja terjadi tiap waktu. Jadi saya juga sudah fikirkan pada suatu waktu entah kapan -- harus terjadi perubahan. Saya sudah coba untuk melihat orang-orang yang saya anggap tepat untuk itu. Bahkan beberapa nama sudah pernah saya usulkan pada Menteri juga pada Presiden, yang saya anggap baik untuk menggantikan saya. Bahkan saya juga sudah mulai memberi pesan pada orang-orang itu, yang sesungguhnya siap untuk ditempatkan dalam suatu posisi ang lebih tinggi. Jadi saya tak pernah berfikir ingin jadi Dirut seumur hidup.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus