Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Presiden tentang persoalan pertamina

Presiden mengemukakan masalah krisis pertamina dalam pidato rapbn 1976/1977. pemerintah akan melakukan pinjaman komersiil untuk memperkuat cadangan devisa. urusan keuangan ditangani bank indonesia. (ek)

17 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Banyak bidung dicakup Presiden ketika membawakan pidato RAPBN 19 7G/19 77 yang 28 halaman itu. Yang menarik perhatian adalah tentang masalah krisis Pertamina yang dikemukakan Presiden sebanyak 3« halaman. Berikut ini adalah kutipan pidato tersebut, khusus tentang Pertamina: KEINGINAN Pertamina untuk memanfaatkan kemampuannya dalam pembangunan nasional telah mendorong perusahaan tersebut untuk melakukan investasi-investasi yang besar dalam berbagai kegiatan yang cukup luas. Investasi-investasi yang besar itu dilakukan dengan harapan dapaf memperoleh sumber pembiayaan dari pasaran modal di luar negeri, yang dengan adanya petrodolar dalam jumlah yang besar, yang waktu itu memang memungkinkan tersedianya dana yang cukup bagi pembiayaan berbagai kegiatan yang besar. Dalam keadaan demikian-Pertamina telah mengadakan kontrak pembangunan proyek-proyek besar, walaupun sumber biaya yang diperlukan untuk itu belum terjamin secara penuh. Tetapi ternyata perkembangan ekonomi dunia mengalami perobahan. Pasaran uang dan modal menjadi sempit dan terbatas. Pertamina mencoba mencari jalan keluar dengan mengadakan pinjaman jangka pendek untuk membiayai proyek-proyek yang sifatnya jangka panjang. Sementara kebutuhan modal untuk membiayai proyek-proyek yang telah dimulai bertambah besar, namun pasaran uang dan modal internasional belum juga bertambah baik. Dalam pada itu pinjaman jangka panjang yang diharapkan Pertamina tidak kunjung tiba. Kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan berbagai proyek dicoba diatasi dengan menggunakan terlebih dahulu sebagian dari hasil minyak bumi yang seharusnya menjadi penerimaan negara, yang berasal dari kontrak karya dan kontrak bagi hasil. Dalam pada itu kesulitan-kesulitan bertambah berat karena administrasi perusahaan belum memadai, terutama untuk mengendalikan perusahaan yang tumbuh dengan cepat dan mempunyai kegiatan yang demikian luas. Kesulitan yang dialamioleh Pertamina tentu saja mempunyai akibat-akibat yang luas, terutama karena menyangkut jumlah-jumlah yang sangat besar. Di samping akibatnya bagi perusahaan sendiri, telah pula menimbulkan serangkaian akibat-akibat yang mendalam bagi peningkatan kegiatan pembangunan nasional pada umumnya. Adapun rangkaian akibat-akibat tersebut berlangsung melalui pengaruhnya terhadap penerimaan negara, cadangan devisa, pinjaman luar negeri, dan perkreditan dalam negeri. Sebagaimana dimaklumi penerimaan negara yang berasal dari sektor minyak bumi memegang peranan yang sangat penting. Penerimaan negara dari minyak bumi ini untuk bagian terbesar berasal dari produksi kontrak karya untuk sebagian lagi dari produksi bagi hasil production sharing), dan untuk sebagian kecil berasal dari produksi Pertamina sendiri. Dengan demikian kesulitan yang dihadapi Pertamina tidaklah akan besar pengaruhnya terhadap penerimaan negara, sepanjang penyetoran penerimaan negara dari produksi kontrak karya dan bagi-hasil tidak terganggu. Karena pada tahun 1974/1975 dan permulaan tahun anggaran 1975/1976 hasil devisa dari kontrak karya dan bagi-hasil yang seharusnya diserahkan kepada Pemerintah melalui Pertamina, ternyata tidak sepenuhnya diserahkan oleh Pertamina, maka kejadian ini telah mempengaruhi penerimaan negara, dan dengan demikian mengurangi kemampuan untuk meningkatkan laju pembangunan nasional. Oleh karena itulah Pemerintah telah segera mengambil serangkaian langkah-langkah untuk mencegah terulangnya kembali kejadian-kejadian tersebut. Langkahlangkah ini antara lain berbentuk ketetapan mengenai tata cara penyetoran penerimaan negara dari minyak bumi, yaitu bahwa seluruh penerimaan negara dari minyak bumi dibukukan secara langsung oleh Bank Indonesia dalam rekening Pemerintah pada Bank Indonesia. Demikian pula ditetapkan bahwa semua ekspor dan impor oleh Pertamina harus dilakukan dengan pembukaan L/C melalui Bank Indonesia. Dengan rangkaian langkahlangkah ini Pemerintah yakin bahwa penerimaan negara dari minyak bumi akan lebih terjamin, demi peningkatan pelaksanaan pembangunan. Tidak Terlaksana Masalah Pertamina juga mempunyai pengaruh terhadap cadangan devisa kita. Penerimaan negara yang berasal dari minyak bumi hampir seluruhnya berbentuk devisa. Dengan tidak diserahkan sepenuhnya penerimaan negara dari kontrak karya dan bagi-hasil oleh Pertamina kepada Pemerintah maka peningkatan cadangan devisa nasional tidak terlaksana sebagaimana seharusnya. Di samping itu Pemerintah telah membantu Pertamina mengatasi kesulitan pembayaran kembali hutang-hutangnya dengan menggunakan dana devisa yang telah berhasil dihimpun selama beberapa tahun ini. Ini semua mengakibatkan cadangan devisa nasional yang seharusnya meningkat dengan cepat dan dapat dipergunakan untuk makin mempercepat pelaksanaan REPELITA, justru mengalami kemunduran. Oleh karena itulah maka Pemerintah telah segera mengambil serangkaian tindakan-tindakan guna memperkuat kembali cadangan devisa nasional. Salah satu langkah penting yang telah dilakukan Pemerintah adalah diadakannya pinjam-pinjaman dari pasaran modal internasional. Pinjaman luar negeri untuk memperkuat cadangan devisa dalam rangka mengatasi masalah Pertamina tersebut berjumlah sekitar US $ 1,0 milyar dan berupa pinjaman dengan syarat-syarat komersiil. Pinjaman ini adalah pinjaman Pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Bank Indonesia. Adanya pinjaman komersiil dalam jumlah yang sangat besar ini membawa akibat pula bagi usaha-usaha untuk meningkatkan laju pembangunan. Sebagaimana dimaklumi, kemajuan-kemajuan yang teLIh tercapai dalam melaksanakan pemhangunan nasional telah menumbuhkan kemampuan untuk lebih mempercepat lagi laju pelaksanaan REPELITA. Dalam hubungan ini di samping pinjaman-pinjaman luar negeri dengan persyaratan lunak telah pula mulai dimanfaatkan pinjaman-pinjaman luar negeri dengan persyaratan setengah lunak untuk proyek-proyek pembangunan di berbagai sektor. Dalam melakukan pinjaman-pinjaman setengah lunak itu diperlukan kewaspadaan yang besar agar supaya beban pembayaran kembali pinjaman-pinjaman tersebut di kemudian hari tidak melampaui batas kemampuan. Kewaspadaan tersebut kini lebih diperlukan lagi dengan dilakukannya pinjaman komersiil luar negeri dalam jumlah yang sangat besar dalam rangka mengatasi masalah Pertamina. Agar supaya beban pembayaran kembali keseluruhan pinjaman luar negeri Pemerintah tidak akan melampaui batas kemampuan, maka Pemerintah telah menetapkan kebijaksanaan untuk membatasi jumlah pinjaman setengah lunak dari luar negeri untuk proyek-proyek pembangunan. Dalam pada itu sebagian daripada kewajiban pembayaran Pertamina untuk dalam negeri berbentuk mata uang rupiah. Untuk membantu Pertamina memenuhi kewajiban pembayaran tersebut, Pemerintah menyediakan dana rupiah melalui Bank Indonesia. Jumlah yang diperlukan untuk itu sangatlah besar. Di lain fihak peningkatan kredit perbankan secara keseluruhan perlu dilakukan dalam batas-batas kewajaran, sehingga tidak membahayakan kestabilan ekonomi yang sangat diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan pembangunan. Sehubungan dengan itu maka penyediaan kredit untuk sektor-sektor lain dikendalikan secara lebih cermat lagi dengan tetap memperhatikan prioritas pembangunan. Dengan demikian diharapkan bahwa di satu fihak bantuan keuangan untuk Pertamina dalam mata uang rupiah dapat terlaksana, sedang di lain fihak pertambahan kredit perbankan secara keseluruhan tetap berlangsung dalam batas-batas kewajaran. Dengan adanya akibat-akibat yang cukup luas itu, maka langkah-langkah yang telah diambil oleh Pemerintah di samping untuk mengatasi masalahnya bagi Pertamina sendiri, juga untuk membatasi akibat-akibat yang merugikan bagi peningkatan pembangunan serta sekaligus juga untuk mencagah terulangnya kembali kejadian yang serupa. Pemerintah yakin sepenuhnya bahwa dengan rangkaian tindakan-tindakan tersebut yang dilaksanakan secara mantap, maka Insya Allah, masalah Pertamina akan teratasi dan peningkatan dalam tahun 1976/1977 dan seterusnya akan berlangsung sebagaimana diharapkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus