Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

... Tapi Ada Yang Optimis

Pendapat pengusaha swasta nasional tentang ekonomi indonesia 1978, al: hadjiwibowo, eks dirut unilever: idham, dirut bank niaga: ali noor luddin, kadin: syamsir rachman: arnold baramuli: ibrahim risyad dll.(eb)

7 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

R.M. Hadjiwibowo, 57, sampai belum lama ini menjadi direktur PT Unilever Indonesia selama 21 tahun. Sesudah dipensiunkan, dia kini masih dipakai perusahaan itu sebagai penasehat. Juga Hadjiwibowo masih beredar sebagai Dir-Ut PT Sangkulirang, perusahaan patungan Unilever dan Angkatan laut, yang memegang HPH hutan) 100 000 Ha di sekitar teluk Sangkulirang, Kalimantan Timur. Pandangannya. PENGELOLA ekonomi kita tampaknya akan tetap cenderung menstabilkan kurs Rp 415 terhadap dollar Amerika. Banyak orang kini menganggap Rp ini dinilai berlebihan. Misalnya, dollar dianggap sebanding Rp 800. Over-value itu mungkin benar bila sudah diperkirakan tambahan bea masuk, PPn impor dan biaya impor lainnya. Namun kurs Rp 415 bisa dipertahankan slama masih ada surplus (perdagangan). Masih ada pintu belakang untuk tidak menurunkan nilai Rp, a.l. dengan cara mengurangi pajak ekspor dan menambah bea masuk. Tingkat infilasi (11,82%) sampai akhir 1977 masih bagus. Tahun '78, diduga itu akan hampir sama. Jika lajunya dibikin di bawah 10%, kegiatan ekonomi kita akan tersumbat dan seret. Prospek kayu tidak terlalu jelek. Harga minyak kelapa sawit akan menurun karena suplai banyak, tapi ekspornya akan tetap menguntungkan. Banyak negara produsen, termasuk Indonesia, kini menambah areal penanaman kelapa sawit. Jumlah komoditi ekspor kita tahun '78 akan bertambah dengan semen. Sandang sudah cukup, tapi kondisi pangan merupakan sumber ketakutan. Untuk soal pangan, khusus beras, perlu diperhatikan sudut kepentingan petani produsen, jangan enaknya konsumen tok. Idham, 59, menjadi pegawai negeri sampai 1955 yang kemudian teriun ke bisnis swasta, khususnya bidang perbankan. Kini menjadi Dir-Ut PT Bank Niaga, Idham menganalisa: KITA ini pada hakekatnya adalah leveransir bahan baku. Faktanya sekarang nilai komoditi kita (dari pertambangan maupun pertanian) di pasar dunia sedang merosot. Posisi kita sebagai leveransir ini dalam perdagangan internasional jadi lemah. Maka 1978 adalah tahun susah, apalagi banyak devisa diserap pula untuk kebutuhan pangan. Bisnis perbankan akan berjalan seperti 1977, yaitu yang besar makin besar dan yang kecil makin sulit. Persaingan makin tajam. Bank yang punya banyak dana akan mampu menawarkan sukubunga rendah. Rata-rata sukubunga bank swasta sekarang 2o sebulan. Pemerintah menurunkan lagi sukubunganya. Tapi effeknya mungkin sedikit sekali sebagai akibat kelambanan prosedure memperoleh kredit dari bank pemerintah. Kelambanan berarti tambahan ongkos bagi pengusaha. Bank swasta umumnya mungkin akan bisa bersaing dengan bank pemerintah dalam hal pelayanan, tapi sulit dalam hal tingkat sukubunga. Namun umumnya perusahaan akan kekurangan likwiditas. Volume kredit mungkin bertambah tapi masih ada pembatasan Bank Indonesia. Sekarang banyak pedagang menyalurkan baMngnya dengan kredit. Demikian pula jarang sekali distributor menjual dalam partai besar dengan tunai. Sistim ini membikin seret kalau pengusaha kehabisan uang untuk meningkatkan volume bisnisnya. Kalau nas bah susah, ya bankir ikut susah. Ali Noor Luddin, 57, di Kamar Dagang & Industri KADIN) memimpin bidang investasi. Lingkungan bisnis juga mengenalnya sebagai tokoh PT Masalu, perusahaan pribumi yang menyalurkan barang kapital dari sejumlah pabrik luar negeri. Memasuki 1978, Luddin berpendapat: EKSPLORASI minyak kelihatan akan berangsur ramai lagi. Investasi di bidang perminyakan sudah 90 pasti akan bertambah. Tapi semua itu akan terjadi jauh dari keramaian kota. Investor akan berpikir panjang untuk bidang industri. Struktur biaya sekarang ini melesukan industri tertentu. Lihat bidang besi beton darl kabel yang sudah berlebihan. Produk yang diimpor dengan bebas bea karena kaitan bantuan proyek luar negeri hendaknya ditinjau supaya jangan makin memukul industri domestik. Investasi dianjurkan ke bidang perkebunan yang berorientasi ekspor. Prospeknya baik. Perkebunan negara memang sudah mulai menambah investasinya. Tapi modal swasta masih perlu didorong untuk perkebunan. Ada sekitar 600.000 hektar perkebunan milik swasta yang terbengkalai, memerlukan rehabilitasi. Syamsit Rachman, 45, pengusaha karet nasional terbesar di kalanan pribumi, menjadi Dir-Ut PT Sira, PT Nusira dan PT Panca Surya. Ketiganya adalah produsen-eksportir crumb rubber (Karet bongkah). Rachman yang berasal Bagan Siapi-api ini melihat: DI Amerika Serikat tahun '78, sudah diperkirakan orang bahwa produksi mobil akan turun. Ini berarti permintaan akan ban mobil pun berkurang, yang justru berkaitan dengan karet kita. (Lk. 80% ekspor karet Indonesia dibeli AS). Begitu juga di Eropa Barat, industri akan berkurang membeli karet. Jika volume ekspor kita ke AS masih bisa tetap, dan walaupun kurs Rp terhadap dollar tetap, nilai riilnya akan berkurang terutama bila uang kita dibelanjakan di Jerman atau Jepang. Maka '78 adalah tahun ujian. Harga karet sekarang, menurut bursa Singapura, jatuh ke S$1.90 per Kg, atau S$1.91 untuk pengapalan Januari, dari S$2.1 I pada September yang lalu. Diharapkan harganya naik lagi ke S$2 menjelang akhir '78. Sekarang pembelian slabs (bahan baku untuk CR) oleh pengusaha yang tak punya perkebunan karet dikenakan PPn Rp 15 per Kg. Tapi pungutan itu ditiadakan untuk perkebunan negara. Kita menginginkan supaya pajak itu dihapuskan untuk semua. Selain itu pajak ekspor 5% dari harga patokan terasa tidak mengikuti suasana. Ada disebut-sebut bantuan Bank Dunia untuk perkebunan, tapi peremajaan tanaman karet rakyat belum diperhatikan. Kalau ini diabaikan, mungkin kedudukan Indonesia yang kini no.2 sesudah Malaysia, tak lama lagi akan menjadi no. 3 sesudah Muangthai sebagai produsen karet di dunia. Arnold Baramuli, 47, pernah menjadi guru, jaksa dan gubernur. Orang yang mempunyai banyak bakat ini secara terbuka terjun ke dunia bisnis mulai 1974. Sebagai Dir-Ut PT. Poleko, Baramuli memimpin sejumlah anak perusahaan serta mengetuai sejumlah Asosiasi Dari aneka-ragam perhatian bisnisnya, berikut ini sedikit petikan pendapatnya: Arnold masih prihatin. Sejak 3 bulan belakangan ini harga kayu merosot sebanyak $15 per-M3. Jepang adalah pembeli kayu kita yang terbesar. Ketergantungan rada Jepang ini tak sehat tapi keadaan itu akan berlangsung pada tahun 1978. Usaha garment (pakaian jadi) pun masih sulit. Harga impornya lebih murah, sedang kita ingin mengekspornya. Ini tentu sulit jika tanpa fasilitas pemerintah. Kita ingin fasilitas berusaha di lingkungan bonded area untuk menekan, ongkos. Pokoknya, dunia usaha kita umumnya masih tak mungkin keluar dari suasana biaya ekonomi yang tinggi. Contoh lain ialah industri karung goni yang terpukul oleh peraturan bea masuk 20 tahun lalu. Kalau impor karung goni dulu kena tarif 40%, sekarang pun segitu. Seharusnya sekarang tarif bea masuk itu sudah 80%. Jadi, perpajakan tak mengikuti perkembangan usaha domestik. Iklim usaha yang sehat belum pula tercipta. Biaya produksi menjadi besar. Penyelewengan di instansi pemerintah sukar dikontrol rakyat. Problim tahun ini bagaimana menurunkan kebocoran sampai 10% saja dari 30% sebelumnya. Ibrahim Risyad, 43, menjad i Direktur Pemasaran & Keuangan di PT Wan'ngin Kencana yang memiliki pabrik crumb rubber di Palembang dan Jambi, PT Distinct Indonesia Cement Indocement) yang punya pabrik di Cibinong, dan PT Bogasari Flour Mill yang menggiling gandum di Tg Priok dan Tg. Perak Surabaya. Ketiganya masuk kelompok Sudono Salim (d/h Liem Swie Liong). Risyad yang berasal Aceh ini berkata: SAYA optimis. Perbaikan harga C karet di pasar internasional akan terjadi di tahun '78. Tapi pemerintah Singapura pantas dicontoh karena eksportir dibantunya menekan cost of money, a.l. berupa pemberian asuransi kredit dan pen,oayaran duluan oleh bank waktu L/C dibuka. Pemakaian semen di dalam negeri ditaksir akan naik 15-20%, dibanding kenaikannya tahun lalu tak sampai 10%. Indocement akan selesai dengan ekspansi ketiga bulan September, hingga kapasitas produksinya setahun meningkat dari 1 juta ke 2 juta ton. Ini memungkinkan bagi Indocement mulai mengekspor tahun ini juga, dengan tujuan Timur Tengah sebanyak 10.000 ton dalam tahap pertama. Dengan kalkulasi sekarang, harga semen kita memang tidak bisa bersaing di luar negeri. Tapi nanti kita akan bisa bersaing dengan fasilitas pemerintah. Usaha ke arah itu cukup cerah. Usaha real estate dengan perumahan mewah masih akan tetap suram pada tahun '78. Persaingan antara sesama konkontraktor akan makin tajam. Umpamanya, ada 70 perusahaan yang ikut tender untuk proyek peningkatan pelabuhan Surabaya yang dibiayai ADB (Bank Pembangunan Asia). Sekitar 70% dari 70 itu adalah kontraktor domestik. PT Bakrie & Brothers sudah dikenal berpengalaman mengekspor komoditi hasil pertanian, terutama karet, lada dan kopi. Dari perusahaan 'oang Lampung' itu, direktur Hamizar Hamid, 50, meninjau: Produsen-eksportir karet sekarang dibebani pajak yang berat. Akibatnya, perkebunan rakyat makin sukar diremajakan yang akhirnya berpengaruh pada produksi. Soal peremajaan ini paling mendesak. Soal mengekspor karet itu sendiri, walaupun harganya di pasar Amerika Serikat sekarang kurang baik, tidak merupakan problim. Karena industri permobilan diharap akan pulih kembali selama '78, harganya akan naik lagi. Harga kopi tak mungkin melonjak lagi seperti yang dialami sejak 1975, karena terjadi kerusakan perkebunan kopi Brasilia. Ketika itu harganya naik ke US$6 per Kg, C&F Amerika, dari US$1 untuk kewalitas Eka I. Banyak orang kita bisa naik haji karenanya. Sampai awal '77 harganya masih di atas US$6, tapi sekarang merosot ke US$ 3. Amerika Serikat telah mengurangi minum kopi dengan 10-20%. Tapi jangan kuatir. Kaum peminum kopi di tempat lain, bahkan juga di Indonesia sendiri, bertambah. Perhatian pada lada perlu ditingkatkan. Sebagai produsen lada, Indonesia adalah no. 2 setelah India. Harganya agak stabil tidak sering turun-naik. Dewasa ini misalnya, lada hitam per pound berharga US$1.12, C&F Amerika, dibanding tahun lalu terendah US$ 0.95. Ekspor Indonesia tiap tahun mencapai Ik 15000 ton lada hitam dan 3000-5000 ton lada putih. Yang penting sekarang ialah supaya pemerintah membantu petani memperluas areal kebun lada, memberi penyuluhan tentang pemakaian bibit unggul. Produksinya sekarang masih di bawah tingkat sebelum perang dunia--40.000 ton setahun. Lada Indonesia yang mutunya setaraf dengan India sudah dikenal di pasaran internasional. Masih ada kemungkinan untuk memperbesar lagi ekspornya. Sudardjo, 52, Dir-Ut PT Irosteel Works dan PT Baja Indonesia Utama menyinggung soal besi beton. Petikan: HARGA penjualan pabrik di tahun '78 tidak bisa membaik. Walaupun akhir Desember harga besi beton naik ke Rp 110 per Kg dari kejatuhan Rp 85 bulan Juni, ini belum menutup ongkos. Umumnya pabrik bekerja 25% dari kapasitas. Permintaan akan besi beton pada tahun '78 paling banter naik 10%, mencapai sekitar 500.000 ton saja. Kenaikan permintaan itu diduga disebabkan proyek pemerintah seperti pmbangunan waduk di Brantas, Benuwan Solo dan Wonogiri. Akan ada pulu sejumlah pembangunan jembatan memakai besi beton. Sektor swasta mungkin tak meminta banyak tambahan, karena melihat berkurang usaha real estate. Proyek Asahan ditaksir membutuhkan 250.000 ton besi beton. Tapi itu sudah termasuk paket dari Jepang. Jika anjuran pemerintah agar konsumen menggunakan produksi dalam negeri itu betul-betul dilaksanakan, semuanya akan beres. Jangan bicara tentang ingin ekspor. Walaupun jumlah kapasitas pabrik memungkinkannya, bicara gituan sama saja dengan mimpi. Dengan suasana biaya ekonomi yang tinggi, kita tak bisa bersaing. Bunga bank tinggi, prasarana juga mahal. Tenaga listrik di sini 3 sampai 5 kali lebih tinggi dibanding di Eropa. Di sini diharuskan padat karya, sedang di luar negeri padat modal. Namun kita bisa juga mengekspor kalau ada perangsang pemerintah. Pemerintah Jepang memberi perangsang ada eksportirnya. Harga ekspor besi betonnya $180 F.o.b. tapi harga domestiknya $220 per Kg. Hal sama juga terdapat di Belgia. Bagi Indonesia, tanpa perangsang, harga ekspornya--setelah diperhitungkan bea masuk bahan baku, PPn impur dan MPO--akan jatuh sekitar $269. Dengan harga F.o.b. yang begini, bagaimana kita bisa mengekspor? Santoso 'utrisno, 49, adalah sekjen Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) Sebagai sekjen, ia melihat bisnis kons truksi secara menyeluruh, a.l. begini: BAGI perusahaan besar, yang mampu menangani proyek Rp 1 milyar ke atas, prospeknya cukup baik. Karena jumlah yang besar itu sedikit, persaingan mereka masih dalam batas yang wajar. Selain di dalam negeri bisnis konstruksi diduga akan meningkat, mereka juga mulai mengekspor jasa ke Timur Tengah. Kini baru dua perusahaan kontraktor nasional yang mengekspor jasa, yaitu PT Pembangunan Jaya di Arab Saudi dan PT Teknik Umum di Iran. Negosiasi sedang berlangsung untuk kemungkinan tiga perusahaan lainnya menyusul mengekspor jasa. Ditaksir volume bisnis konstruksi tahun '78 akan mencapai $2,8 milyar --naik 10% dari tahun sebelumnya di Indonesia. Dari porsi besar itu, tentu saja, para kontraktor kecil akan dapat bagian juga. Namun untuk proyek kecil--di bawah Rp 100 juta--pasti persaingan akan makin tajam. Bekerja di dalam negeri, para kontraktor dihadapkan pada soal prosedur yang lamban, sering berlangsung 34 bulan. Sukubunga masih dirasakan tinggi, walaupun pemerintah menurunkannya untuk jasa konstruksi '78, dibanding di luar negeri. Kelambatan prosedur itu akan berakibat tambahan ongkos Ik. 4-5% sukubunga. Bayangkan, betapa beratnya itu bagi volume satu milyar rupiah. Kemudian pembayaran pada kontraktor sering terlambat pula, hingga mengganggu sekali bagi cash flow (mengalirnya uang tunai). Dalam mengekspor jasa, keuntungan kontraktor tampaknya akan berkurang dengan makin merosotnya dollar. Semua transaksi berlaku dengan matauang Amerika itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus