KOMPLEKS perumahan di pinggir Jalan Tol Cawang-Bekasi, tepatnya di Cikunir, cepat tumbuh seperti jamur disiram hujan. Di antaranya, 400 unit, selesai dibangun PT Pelangi Buana Utama. Developer-nya lalu mengajukan permohonan untuk memperluas proyeknya. Dalam tempo 12 hari sudah ada persetujuan dari Bank Tabungan Negara (BTN). Pelangi Buana puas. Ada deregulasi di BTN? Kurang lebih begitu. BTN memang memotong sendiri prosedur yang sesungguhnya memang bukan fungsi bank. Sekarang BTN menunjuk rekanan, perusahaan penilai swasta, untuk menilai kelayakan proyek perumahan yang menggunakan fasilitas kredit (KPR-BTN). Dulu, untuk menilai kelayakan suatu proyek, BTN memerlukan waktu sampai tiga bulan. Belum lagi harus mengontrol proses pembangunan -- mulai dari pengecekan bahan bangunan, pembuatan fondasi, sampai pemasangan genting. Sementara itu, jumlah proyek terus meluas. "Lebih baik saya menunjuk perusahaan appraisal daripada harus menambah pegawai, yang hanya akan menambah biaya overhead saja, kan?" ujar Sasonotomo, Direktur Utama BTN. Sebagai langkah permulaan, tahun lalu BTN menunjuk PT Insal Utama, untuk menilai proyek di Jawa Timur. Lalu, belum lama ini, menunjuk PT Sarana Mulya Prakasa untuk meliput Jakarta Timur, Tangerang, dan Purwakarta. Dananya? Tak ada soal. Selama ini memang dibayar developer: 1,5% dari nilai proyek. Bagi perusahaan yang membangun rumah, sama-sama keluar duit, kebijaksanaan BTN itu sangat membantu mempercepat urusan. Sehingga, target membangun 300 ribu unit rumah pada akhir Pelita IV akan terjamin segi kuantitas dan kualitasnya. Menurut Presiden Direktur PT Saran Mulya Prakasa, Benny Supriyanto, perusahaannya dapat menyelesaikan usulan proyek dalam waktu 10-11 hari -- asal segala persyaratannya beres. Untuk perluasan proyek dijanjikan selesai paling lama seminggu. "Soalnya, sudah ada datanya di komputer kami," katanya. Sarana Mulya, mulai dengan 25 tenaga ahli penilai, menyatakan mampu menilai proyek berapa pun. Tapi ada perusahaan pembangun perumahan yang khawatir, penilai swasta itu hanya akan menjadi kepanjangan tangan birokrasi yang lebih galak dari BTN sendiri. Keluhan keras pernah terdengar di Jawa Timur. Tak begitu jelas apa kekurangan Insal Utama sebagai satu-satunya perusahaan yang ditunjuk BTN di Jawa Timur itu. Namun, diusulkan agar BTN menunjuk lebih dari satu perusahaan penilai. "Agar ada persaingan dan menggalakkan profesionalisme," kata salah sebuah sumber di Jawa Timur. Diusulkan juga, baiknya teknikus BTN tidak campur tangan lagi bila sudah menunjuk penilai swasta, agar tujuan mempercepat prosedur tercapai. Rupanya, Sasonotomo sudah menghitung demikian. Tiap daerah, katanya, nantinya memang tidak hanya ada satu appraisal. Bahkan bisa seperti yang dilakukan PT Papan Sejahtera: dua penilai untuk sebuah proyek. Cuma, katanya, masih perlu waktu. Soalnya, harap dimaklumi, banyak proyek perumahan dengan fasilitas KPR-BTN di tempat yang terpencil. Bahwa BTN masih menurunkan teknikusnya meski sudah menunjuk perusahaan penilai, menurut Sasonotomo, karena masih perlu waktu juga untuk kesatuan kata dengan aprraisal. Juga untuk mengontrol kerja rekanannya. Developer yang bener tentu tak perlu cemas. Bahkan boleh merasa terbantu dengan adanya rekanan BTN itu. Yang kecut tentu yang bekerja setengah-setengah. "Developer memang harus semakin hati-hati sekarang," seperti kata Dicka Sasmita dari Pelangi Buana. Suhardjo Hs. dan Bachtiar Abdullah (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini