Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kalangan pengusaha farmasi nasional menyatakan angkat bicara soal dukungan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO soal dukungannya atas hasil uji klinis dari obat steroid Dexamethasone untuk pasien virus corona Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif GP Farmasi Dorojatun Sanusi menyatakan produsen obat di Tanah Air telah memproduksi obat anti-inflamasi tersebut dan mendukung dexamethasone dimasukkan dalam informatorium obat Covid-19 nasional. Dexamethasone juga disebutkan bukan obat baru bagi produsen obat di dalam negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski dexamethasone merupakan obat murah, GP Farmasi menegaskan penggunaannya tidak bisa dilakukan oleh semua orang. "Secara umum, di Indonesia, dexamethasone harus (dikonsumsi) dengan resep dokter, by tablet or injection. Kalau injeksi kan harus di rumah sakit," kata Dorodjatun ketika dihubungi, Kamis, 18 Juni 2020.
Dorodjatun menjelaskan, saat ini ada sekitar 10 pabrik yang dapat memproduksi dexamethasone. Namun demikian, hanya empat pabrikan yang memproduksi dexamethasone dalam bentuk injeksi.
Lebih jauh ia menyebutkan penggunaan dexamethasone pada pasien Covid-19 harus dilakukan secara injeksi agar mendapatkan hasil yang segera. Pasalnya, dexamethasone hanya digunakan pada pasein Covid-19 dengan gejala berat untuk mengurangi angka kematian.
GP Farmasi, kata Dorodjatun, saat ini masih mendata ketersediaan bahan baku untuk produksi dexamethasone. Meski begitu, ia meramalkan ketersediaan bahan baku di pabrikan sedikit lantaran penggunaan dexamethasone yang sedikit sebelum adanya pandemi Covid-19. "Kalau harus impor (bahan baku dexamethasone) memerlukan waktu juga" ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan bahwa hasil uji klinis awal dari obat steroid dexamethasone untuk pasien virus corona Covid-19 adalah kabar baik. Pengujian yang dilakukan tim peneliti University of Oxford mendapati obat itu mampu mengurangi 35 persen kematian pada pasien dengan ventilator.
Menurut Tedros, hal itu merupakan pengobatan pertama yang ditujukan untuk mengurangi angka kematian pada pasien Covid-19 yang membutuhkan dukungan oksigen atau ventilator. Mengutip laman BBC News, saat ini 50 persen pasien Covid-19 yang membutuhkan ventilator tidak bertahan hidup.
"Ini adalah berita bagus dan saya mengucapkan selamat kepada Pemerintah Inggris, University of Oxford, dan banyak rumah sakit dan pasien di Inggris yang telah berkontribusi pada terobosan ilmiah dan menyelamatkan nyawa ini," ujar Tedros, seperti dikutip laman Fox News, Rabu, 17 Juni 2020.
Dexamethasone, yang telah digunakan sejak 1960-an sebagai anti-inflamasi untuk pasien radang sendi dan asma ini, dijual tidak mahal dan tersedia secara luas. Peneliti University of Oxford mengatakan obat ini juga mengurangi kematian pada pasien virus Corona dengan oksigen hingga seperlima.
BISNIS | FOX NEWS | BBC NEWS | THE NEW YORK TIMES