Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

6 Kritik Kebijakan Ekonomi Jokowi: Rupiah Terpuruk hingga Membengkaknya Utang

Di akhir masa jabatan, Presiden Jokowi meninggalkan sejumlah persoalan ekonomi. Mulai dari merosotnya nilai tukar rupiah hingga membengkaknya utang.

19 Oktober 2024 | 17.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan dalam acara makan siang bersama jajaran Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara menjelang pensiun, Jumat, 18 Oktober 2024. Dok. Biro Pers Sekretariat Presiden/Rusman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pada penghujung masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, sederet klaim keberhasilan pemerintah di sektor ekonomi ramai diberitakan. Namun catatan kritis juga dipaparkan sejumlah pengamat, seperti anjloknya rupiah hingga pertumbuhan ekonomi yang stagnan di era Jokowi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonom senior sekaligus praktisi keuangan dan investasi, Adrian Panggabean, merangkum enam masalah selama satu dekade Indonesia dipimpin oleh Joko Widodo. “Dari tidak ada kemajuan, kemajuan yang kecil, hingga ketidakmampuan untuk memanfaatkan potensi negara,” demikian dipaparkan Adrian lewat pernyataan tertulis yang diterima Tempo, Sabtu 19 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pertama adalah di pasar saham yang mencerminkan dinamika di lapangan dari sektor keuangan dan sektor riil, menurut dia kondisinya kurang menarik. Indeks Harga Saham Gabungan pada masa awal Jokowi menjabat yakni Oktober 2024 parkir di 5.068, pada penutupan perdagangan pekan ini IHSG di level 7.760.

Kedua adalah stagnasi pertumbuhan produk domestik bruto. Jika ditotal rata-rata pertumbuhan ekonomi RI selama 10 tahun berada di kisaran 3,85 persen. Perekonomian memang sempat dihantam pandemi pada 2019 dan 2020. Hingga triwulan III 2024, ekonomi RI tumbuh sebesar 5,1 persen.

Selanjutnya suku bunga deposito di bank yang tinggi. Perkembangan kredit melemah karena suku bunga acuan hanya turun 170 basis poin. Poin keempat adalah rasio pajak yang menurut Adrian tidak ada perkembangan sama sekali. 

Kelima nilai tukar rupiah juga anjlok, Adrian menyebut kondisi ini sebagai penurunan terburuk dalam 25 tahun terakhir. Selama satu dekade, rupiah paling kuat di level Rp 11.600 per dolar Amerika Serikat dan sempat menyentuh level terendah Rp 17.000 per dolar AS. “Selama masa kepresidenan Jokowi, nilai mata uang turun sekitar 40 persen, sebuah penurunan yang sangat suram,” ujarnya.

Terakhir adalah peringkat surat utang negara. Lembaga pemeringkat dunia memberi rating BBB pada obligasi RI, artinya memiliki kapasitas yang memadai untuk memenuhi komitmen keuangan, tetapi rentan terhadap fluktuasi kondisi perekonomian. Adrian memaparkan kondisi ini berarti tidak ada kemajuan sama sekali.

Kritik juga datang dari Ekonom dari lembaga riset Bright Institute, Awalil Rizky. Dia mengatakan meski cadangan devisa RI tercatat naik, namun kenaikannya tipis di era Jokowi. “Era SBY cadangan devisa naik tiga kali lipat,” ujarnya.

Cadangan devisa memang bertambah, namun menurut dia rupiah justru melemah, hal ini menunjukkan memang ada masalah. Awalil juga menyatakan sederet target yang tidak terpenuhi seperti pertumbuhan ekonomi dan pendapatan yang sedikit akibatnya utang membengkak.

Jokowi memulai masa jabatan pada 2014, dengan utang warisan dari Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY sebesar Rp 2.608,7 triliun. Berdasarkan Laporan Kinerja APBN yang dikeluarkan Kementerian Keuangan hingga akhir September, utang pemerintah telah menembus Rp 8.641 triliun.



Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus