Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ada News, Rock, Stage . . .

Selama satu tahun terakhir sejumlah cafe bermunculan di jakarta, bandung, dan surabaya. Untuk seniman juga ada.

12 Desember 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DULU disebut kedai kopi atau warung kopi. Tapi sekarang namanya lebih mentereng: cafe. Seperti bir untuk bar, begitu pula kopi untuk cafe. Kopi adalah menu utama, tapi hidangan pelengkapnya bisa sandwich, croissant, ayam goreng, ataupun steak. Selain kopi, cafe juga menyediakan minuman keras. Dan, musik. Inilah beberapa nilai tambah yang melekat pada cafe, dan membuatnya jauh bergengsi dibandingkan dengan warung kopi tradisional. Belakangan di beberapa kota besar bermunculan sejumlah cafe. Di Jakarta ada Hard Rock Cafe, News Cafe, The Stage, Jazz Rock Cafe, Excelso Cafe. Hard Rock Cafe, misalnya, baru beroperasi sekitar sebulan silam. Letaknya di lantai II Gedung Sarinah, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat. Cafe ini merupakan cabang Hard Rock Cafe kawasan Asia yang berada di Singapura. Sedangkan pusat Hard Rock sendiri berada di London, Inggris. Adiguna Sutowo -- pemegang saham utama -- menanamkan modal sekitar Rp 3 milyar. Ini diungkapkan Jumat M., manajer operasional Hard Rock Cafe Asia. Dagangan Hard Rock Cafe Jakarta agak berbeda dengan induknya di London. Di sini dijual masakan "berat", seperti honey stung fried chicken (ayam goreng yang dicelupkan dalam madu sebelum digoreng). Juga minuman keras yang namanya aneh-aneh, seperti Bandung rock dan flaming bikini -- bikini terbakar. Flaming bikini adalah minuman berwarna merah dan biru yang mengobarkan api sebelum dihirup. Menurut Humas Hard Rock, Mutia Kasim, warung kopinya berfungsi ganda: sebagai restauran keluarga dan semipub alias kedai minuman keras. "Dari pukul 11 siang hingga pukul 23.30 malam berfungsi sebagai restauran keluarga. Setelah itu baru untuk minum-minum," kata Mutia. Khusus untuk pengunjung tengah malam, yang dibolehkan masuk adalah mereka yang berusia 21 tahun ke atas. Ciri utama Hard Rock Cafe yang bertebaran di seantero dunia adalah dinding-dinding yang berhiaskan foto para bintang musik rock kondang lengkap dengan tanda tangan dan peralatannya. Ciri itu segera kelihatan di Hard Rock Cafe, Jakarta. Gambar Elvis Presley setinggi 4 meter tampak di sebuah sudut. Juga terlihat gitargitar musisi kenamaan, seperti gitar milik rocker Inggris terkenal, Eric Clapton. Dari pengamatannya Mutia menyimpulkan bahwa pengunjung Hard Rock kebanyakan berasal dari kalangan artis dan eksekutif. Yang sering terlihat adalah Oddie Agam, Gladys Suwandhi, Mus Mujiono, dan penyanyi Titi Dwi Jayati. Keluarga pengusaha Aburizal Bakrie juga tercatat sebagai pelanggan tetap. "Pengunjung kami kebanyakan dari kalangan eksekutif dan artis," Mutia menjelaskan. Dalam sebulan ratarata cafenya dikunjungi 1.200 sampai 1.500 orang setiap hari. Bahkan mencapai 2.000 orang pada hari libur. Omzetnya berkisar Rp 25 juta hingga Rp 40 juta per hari. Maklum, harga makanan sekitar Rp 8.000. "Kami perkirakan dalam dua tahun kami bisa mencapai break even point (titik impas)," ujar Jumat, yang siap-siap membuka cabang baru di Bali. Awal Desember para seniman bisa bercaferia di The Stage yang terletak di lantai dasar Ratu Plaza Building, Jalan Sudirman, Jakarta. "Cafe ini memang khusus untuk menampung para seniman dan pencinta seni kelas tinggi," kata Ria Leimena, Humas The Stage. Tata ruangnya menghabiskan dana Rp 1 milyar, dibuat secantik dan seartistik mungkin. Begitu menginjak pintu masuk, pengunjung disambut asap putih yang menghambur dari dua sisi pintu. Bila Anda masuk lebih ke dalam, suasananya semakin unik. Anda, misalnya, bisa duduk di akuarium yang terletak di atas kolam yang banyak ikannya, sambil membaca puisi atau menyanyi sesuka hati. Tentang makanan, 70% diimpor dari luar negeri, seperti moussoka dari Yunani. Di Bandung ada yang disebut Fame Station yang mulai beroperasi tengah November silam. Meskipun tidak menyandang embel-embel "cafe", pemiliknya menggolongkan Fame sebagai cafe. Dan untuk sementara, Fame merupakan satu-satunya cafe di Kota Kembang. Letaknya di lantai XI LIPPO Centre Building, Jalan Asia Afrika, Bandung. Interiornya mirip Hard Rock di Jakarta. Dinding-dindingnya dihiasi dengan potret para pemusik dunia berikut instrumen mereka, seperti terompet, gitar, dan biola. Di situ juga tersedia panggung bagi penyanyi. "Tri Utami dan Sophia Latjuba pernah manggung di sana. Dua penyanyi luar negeri, Michael W. Smith dan Rick Prize, juga pernah menghibur pengunjung," cerita Pri Karnasoetisna, General Manager Fame Station. Fame dibangun dengan investasi hampir Rp 1 milyar. Setiap hari dikunjungi sekitar 200 orang dengan omzet Rp 3 juta hingga Rp 5 juta. Jenis dagangannya bervariasi, dari kopi, minuman keras, sampai steak. Surabaya tak mau ketinggalan. Sejak setahun lalu pabrik kopi Exelso membuat Excelso Cafe di kota ini -- selain dua di Jakarta dan dua lainnya di Bali. Berhubung pemiliknya pengusaha kopi, dagangan utamanya pun kopi. Tapi bukan sembarang kopi. Ada yang diseduh dengan minuman keras, seperti whisky. Harganya Rp 3.500 sampai Rp 7.000 per cangkir. Tersedia pula makanan Eropa, seperti sandwich, croissant, atau yang disebut Surabaya float. "Cafe kami hampir tak pernah sepi. Setiap hari rata-rata dikunjungi 200 orang. Mereka terdiri dari para pejabat, pengusaha, bahkan ulama seperti Gus Mik atau KH Khamin Dzajuli," tutur Adi Suharto manajer Excelso. Tapi omzetnya masih kecil (baru Rp 500.000 per hari) dibandingkan dengan omzet Hard Rock. Mengapa orang mau buang duit ke cafe? "Di sini saya bisa betul-betul santai," kata Tri Goestoro, pengusaha yang kerap berkunjung ke Fame Station di Bandung. "Cafe juga bisa dijadikan tempat untuk melobi rekan bisnis," ujar Omar Ishananto, yang ditemui TEMPO di Excelso Cafe. Tak aneh bila para pemilik cafe optimistis usahanya akan maju. Yang penting, pengusaha lain tak perlu ikut latah dan ramai-ramai bikin cafe. Tapi kalau sangat berminat, buatlah dulu studi kelayakan pasar sebelum menanamkan dana tiga milyar. Priyono B. Sumbogo, Ivan Harris,M.D. Adjie, dan Taufik Abriansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus