Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pidato Ilmiah Tukang Obat

Cuma lulus SMP, dirut konimex tampil di depan forum ilmiah pekan lalu. Apa katanya?

12 Desember 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA tokoh di balik obat batuk Konidin dan obat flu Inza? Dialah Djoenaedi Joesoef, 59 tahun, bos PT Konimex yang Jumat lalu berpidato dalam acara wisuda Institut Manajemen Prasetiya Mulya, di Jakarta. Tampil di mimbar ilmiah menyampaikan "Evolusi Perluasan Konsentrik dari Asongan ke Industri" membuat dia waswas. Maklum, lulusan SMP Cina di Solo yang putus sekolah di tahun 1949 ini diminta bicara di depan para sarjana lulusan MBA. Meski tak berbekal ilmu formal, dia merasa telah belajar kiat manajemen dari ayahnya -- pemilik toko obat tradisional Cina di Solo. Mulanya dia cuma ditugasi membeli barang di Semarang. Ia diberi daftar barang, harganya, serta di toko mana ia harus membelinya. Baru kemudian dia dipercaya untuk memutuskan sendiri belanjaannya. "Belakangan saya mendengar dari para konsultan, apa yang dilakukan Ayah ternyata sesuai dengan ilmu manajemen, yakni delegation of authority (pendelegasian wewenang)," kata Djoenaedi. Dia diberi kebebasan, tapi harus mempertanggungjawabkan semua biaya pengeluaran sen demi sen. Waktu itu ia membuat kesalahan besar. "Saya membeli jenis barang yang terlampau banyak untuk toko kami," ujarnya. Kesalahan itu harus ia tebus dengan menjajakan obat dari warung ke warung. Suatu kesibukan yang melelahkan, yang akhirnya membuat pemuda belasan tahun itu memutuskan untuk berhenti sekolah. Ternyata, ayahnya setuju dan ia digaji seratus rupiah sebulan. Ayahnya mengajarinya falsafah Khonghucu yang berbunyi: Shio Jia pu Luen, Maimai Fen Ming. Artinya, jika mentraktir orang, jangan pakai perhitungan, tapi harus sopan dan berkecukupan, hingga yang dijamu merasa puas dan dihormati. "Tapi, dalam dagang, satu sen pun harus jelas ke mana perginya uang," kata Djoenaedi. "Saya mendapat pengetahuan mengenai marketing, yang pada dasarnya adalah pengenalan kebutuhan selera konsumen yang menjadi segmen kita," ujarnya. Ia merasa beruntung sebab pengetahuannya itu sampai pada lapisan masyarakat paling bawah. Djoenaedi mematuhi prinsip yang ia sebut Tiga Mu: mutu, mudah didapat, dan murah. "Margin yang tipis diimbangi volume penjualan besar memungkinkan kami menjual murah meski mutunya tetap tinggi," katanya. Namun, sukses itu bisa dia raih lewat perjuangan berat. Perusahaannya yang dia beri nama Kondang Sewu dicemooh orang di Jakarta dan Jawa Barat. "Diejek sebagai produk Jawa," kata Djoenaedi. Maka, wong Solo itu pun mengubahnya menjadi Kondang Import Export. Lalu oleh Dirjen Farmasi ketika itu, Sunarto, dianjurkan untuk disingkat menjadi Konimex. "Kalau ditanya orang dari mana, Pak Sunarto menganjurkan saya untuk mengatakan dari Jerman Tengah (sebenarnya Jawa Tengah)," guraunya. Konimex merayap hingga menjadi perusahaan dengan 2.000 karyawan. Selain membuat 20 jenis obat, Konimex juga melebarkan usaha di bidang yang oleh Djoenaedi dianggap masih dekat dengan urusan obat: kembang gula. Toh Konimex pernah hampir bangkrut. "Saya pernah mengalami kesulitan likuiditas yang nyaris membuat saya bangkrut. Penjualan dan laba perusahaan sangat bagus, tapi perluasan yang kurang memperhatikan pendanaannya dapat membawa kita pada krisis likuiditas yang sangat dramatik dan hampir fatal," katanya. Pengalaman pahit itu rupanya ada hikmahnya. "Saya ngeri ikut-ikutan membentuk konglomerat berikut diversifikasi yang tak ada hubungannya dengan pengalaman khas saya," ujarnya. Akur. G. Sugrahetty

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus