Kondisi infrastruktur telekomunikasi di Indonesia memang tak separah listrik. Tapi keandalannya juga patut dipertanyakan. Masih banyak jaringan telepon di Indonesia yang menggunakan kabel tembaga, belum serat optik. Dan lagi, banyak jaringan telepon yang sudah uzur, sehingga keandalannya sudah berkurang. Boro-boro bicara tentang multimedia yang membutuhkan jalur cepat, yang hanya bisa dipenuhi oleh jaringan serat optik. Karena itulah, pembangunan jaringan telekomunikasi yang baru memang menjadi suatu keharusan.
Menurut juru bicara PT Telkom, Dodi Amarudien, Telkom berencana membangun 4 juta satuan sambungan telepon (sst) baru sampai tahun 2004, untuk menambah kapasitas jaringan yang sudah ada sebanyak 6,6 juta sst. Untuk itu, dibutuhkan biaya sekitar US$ 4 miliar. "Kita harus mengantisipasi kenaikan permintaan sambungan baru yang rata-rata 20 persen per tahun," kata Dodi. Tingginya pertumbuhan permintaan ini bisa dipahami karena tingkat penetrasi telepon di Indonesia masih sangat rendah, yakni 3 per 100 orang, sedangkan pasokan terbatas. Tahun lalu, misalnya, ada sekitar 860 ribu permintaan baru, tapi Telkom cuma bisa menyediakan 120 ribu sst. Ini bisa menjadi daya tarik asing.
Namun, sebagaimana di sektor listrik, Indonesia juga menghadapi kesulitan menarik investor asing di telekomunikasi. Menurut Menteri Perhubungan dan Telekomunikasi Agum Gumelar, salah satu hambatan bagi masuknya asing adalah tarif telepon yang sangat rendah. Dengan tarif telepon lokal hanya US$ 0,33 per menit, Indonesia memang bukan lahan yang menarik untuk berbisnis telepon. Menurut Agum, Indonesia baru akan menarik jika tarifnya naik 100 persen. Sementara itu, pemerintah cuma mengizinkan Telkom menaikkan tarif 45 persen selama tiga tahun.
Tarif memang menjadi dilema sektor telekomunikasi. Menurut Wakil Presiden Direktur Aria West International, Gatot Kahrmadji, tarif telepon di Indonesia seharusnya sudah naik paling tidak 200 persen sejak krisis. Tapi faktanya cuma naik belasan persen. Akibatnya sudah bisa ditebak: investor rugi besar. Namun, kalau dinaikkan sesuai dengan permintaan pasar, konsumen pasti menjerit. Karena itu, pemerintah memang harus pintar-pintar bersiasat agar investor asing tetap masuk, tapi rakyat tidak mendapatkan beban tambahan. Jika gagal, akan banyak pelanggan yang mendengar bunyi tulalit ketika menelepon.
M.T. dan I G.G. Maha Adi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini