Namanya Patriot. Namun, tak seperti namanya, Bank Patriot bukannya membanggakan tetapi malah membikin susah rakyat saja. Kendati sudah mendapat suntikan dana rekapitalisasi dari pemerintah, kondisi bank yang 81 persen sahamnya kini dimiliki pemerintah itu makin mengkhawatirkan.
Itu lantaran "parasit" di tubuh manajemennya. Berbagai laporan bisa menjadi bukti. Direktur Center for Banking Crisis (CBC), Deni Daruri, misalnya, pernah melaporkan bermacam pelanggaran yang dilakukan manajemen bank yang berbasis di Jawa Timur itu ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Deri membeberkan contoh, mulai dari penggelapan dana, praktek bank dalam bank, sampai pengalihan agunan yang merugikan bank.
Laporan Bank Indonesia juga membuktikan buruknya kinerja Patriot. Laporan berdasar hasil pemeriksaan khusus pencapaian rencana bisnis Bank Patriot per 30 Juni 2000 itu secara umum menemukan bank tersebut belum mencapai sasaran sebagaimana ditetapkan dalam rencana bisnisnya. Jadi, seumpama rapor, nilai Bank Patriot kebakaran semua. Beberapa target yang tak dapat dicapai adalah jumlah total aset dan dana pihak ketiga. Selain itu, kerugian bank kelas menengah dengan total aset sekitar Rp 1 triliun itu ternyata membengkak dari Rp 993 juta menjadi Rp 9,7 miliar. Kerugian tersebut membuat rasio kecukupan modalnya merosot menjadi negatif 4,47 persen.
Rencana Bank Patriot untuk memperbaiki kualitas kredit juga berujung pada kegagalan. Penyebabnya, lagi-lagi, perilaku manajemen yang tak terpuji. Ambil contoh praktek pemberian kredit yang tak sehat. BI menemukan kasus beberapa debitor yang pinjamannya dikatrol dengan fasilitas kredit jangka pendek (kurang dari tujuh hari) secara terus-menerus agar tidak macet. Pengelabuan semacam ini membuat rekening debitor bersangkutan selalu mengalami overdraft.
Pelanggaran lain, penilaian agunan yang melebihi nilai sebenarnya. Yang paling parah adalah penggantian agunan yang merugikan bank, sebagaimana pernah dilansir Deni Daruri. Syahdan, Bank Patriot memiliki debitor yang memiliki pinjaman lebih dari Rp 5 miliar. Sebagai jaminan, debitor menyerahkan sejumlah tanah dan bangunan di dalam Kota Malang yang bernilai tinggi dan memiliki bukti kepemilikan yang jelas berupa sertifikat hak milik dan hak guna bangunan.
Namun, tak jelas bagaimana ceritanya, manajemen Bank Patriot kemudian bersedia menukar agunan itu dengan uang kontan Rp 800 juta ditambah petak-petak tanah kering di kaki Gunung Arjuna, dekat Malang. Padahal, tanah itu terpencar di beberapa lokasi dan terletak di atas gua-gua batu yang hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki lewat jalan setapak. Dan bukti kepemilikan tanah itu pun hanya berupa petuk D (sejenis girik), sehingga harga jualnya sangat rendah.
Nah, dengan kinerja yang demikian buruk, manajemen Bank Patriot sebetulnya bisa dinilai melakukan dua "dosa" besar yang dilakukannya sebelum bank tersebut menerima rekapitalisasi Rp 50 miliar pada 1999. Pertama, melanggar kesepakatan (MoU) rekap yang mewajibkan mereka menyerahkan semua informasi dan dokumen menyangkut isi perut bank dan menjamin kebenaran isinya kepada wakil pemerintah. Selain itu, Bank Patriot juga telah menodai Investment Management Performance Agreement.
Dengan dua dosanya itu, kenapa Patriot bisa menerima dana rekap? Kenapa pula ulah manajemen Bank Patriot dibiarkan hingga kini? Deputi Ketua BPPN Bidang Restrukturisasi Perbankan, Felia Salim, berkilah pihaknya hanya menjadi lembaga pelaksana program rekapitalisasi. "Bukan lembaga yang mengawasi operasional suatu bank," katanya. Tentang kelambanannya bertindak, menurut Felia, itu karena mereka tak memperoleh laporan hasil pemeriksaan dari BI. Kok bisa?
Pihak bank sentral agaknya tak mau disalahkan. Bank Indonesia memang tak memiliki kewajiban menyerahkan laporan hasil pemeriksaan kepada BPPN. Selama ini, atas alasan kerahasiaan, BI hanya menyerahkan laporan hasil pemeriksaan kepada manajemen bank yang diperiksa.
Bila laporan hasil pemeriksaan itu diserahkan ke manajemen, mestinya tak akan jadi masalah bila BPPN memintanya. Bukankah bank itu sebagian besar dimiliki BPPN? Untunglah, di tengah ketidakjelasan ini, bertiup kabar baik. Seorang sumber TEMPO di BPPN mengaku pihaknya tak lama lagi akan bertindak. Bentuknya? BPPN akan segera menggelar rapat umum pemegang saham, yang sempat tertunda 10 April lalu, untuk mengganti manajemen Bank Patriot. Rencananya, rapat umum itu akan diselenggarakan pada Juni mendatang. "Kini kami sedang menyiapkan kandidat direksinya," ujar sumber tadi.
Sementara itu, manajemen Bank Patriot yang sekarang sama sekali tak mau berkomentar atas gonjang-ganjing yang terjadi di perusahaannya. Permintaan wawancara yang diajukan TEMPO tak memperoleh tanggapan. Sedangkan seorang staf direksi yang dapat dihubungi lewat telepon hanya memberi jawaban pendek: "No comment."
Nugroho Dewanto, Leanika Tanjung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini