Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah daerah mengatur ulang alokasi belanja untuk menangani dampak Covid-19.
Ruang fiskal sejumlah daerah terbatas seiring dengan anjloknya pendapatan.
Fokus lain juga dianggap penting untuk jangka panjang: perbaikan regulasi.
PANDEMI Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 membuat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo makin sering menerima laporan dari warganya. Isi pesan pun makin beragam, terutama soal kesulitan memenuhi bahan kebutuhan pokok akibat hilangnya mata pencarian di tengah wabah. “Yang seperti ini tak bisa menunggu bantuan dari pemerintah pusat,” kata Ganjar kepada Tempo, Rabu, 15 April lalu.
Turunnya kemampuan warga Jawa Tengah dalam memenuhi kebutuhan dasar itu pula yang memaksa politikus Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia ini sibuk menghitung program jaring pengaman sosial untuk daerahnya. Pembahasan dilakukan di tengah fokus lain memastikan pelayanan kesehatan memadai.
Realokasi belanja daerah untuk dua urusan mendesak tersebut dilakukan. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memangkas bujet perjalanan dinas, rapat, dan pembelian barang, hingga menunda beberapa proyek fisik lain. “Tentu program berubah, karena kini bicara soal realitas,” ucap Ganjar.
Dia mengklaim telah menyiapkan skenario terburuk dampak Covid-19 kendati belum berencana mengajukan permohonan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Hingga pertengahan pekan lalu, kalkulasi dana yang dibutuhkan terus bertambah. Sedikitnya Rp 2,12 triliun telah disiapkan dari hasil penyisiran belanja yang bukan prioritas.
Pemerintah daerah memang harus mengocok ulang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2020. Perubahan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020 lewat penerbitan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 pada Jumat, 3 April lalu, tak hanya memangkas belanja kementerian dan lembaga. Anggaran transfer ke daerah (TKD) juga berkurang Rp 88,1 triliun dari alokasi awal Rp 784,9 triliun. Lebih dari separuh dari pemangkasan TKD tersebut, yakni sekitar Rp 42,7 triliun, berasal dari pemotongan dana alokasi umum yang sedianya disetor ke pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Di Jawa Barat, Gubernur Ridwan Kamil juga bergerak cepat merealokasi belanja daerah yang dihitung bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dari situ, pemerintah provinsi menyiapkan sedikitnya Rp 5 triliun untuk membantu warga Jawa Barat yang terkena dampak Covid-19.
Pelaksana tugas Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Jawa Barat, Ferry Sofwan Arif, menuturkan bahwa realokasi anggaran ini memaksa pemerintah daerah putar otak. Sebab, pendapatan asli daerah yang menjadi sumber pembiayaan daerah terbesar juga berpotensi turun. “Setidaknya masih bisa melaksanakan kegiatan pada standar pelayanan yang minimal,” ucap Ferry, Rabu, 15 April lalu.
Bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Barat berupa uang tunai Rp 150 ribu dan natura senilai Rp 350 ribu mulai dieksekusi pada Rabu, 15 April lalu. Dana didistribusikan ke Bogor, Depok, dan Bekasi, yang mulai menjalankan PSBB, untuk 408.934 keluarga rumah tangga sasaran.
Menyusul ketiga daerah tersebut, Pemerintah Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang mengirim usul pemberlakuan PSBB kepada Menteri Kesehatan pada Kamis, 16 April lalu. Jika usul ini disetujui, daerah di wilayah Bandung Raya tersebut akan memberlakukan PSBB mulai 22 April.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna menyatakan daerahnya sementara telah menganggarkan dana sebesar Rp 298,2 miliar dari realokasi belanja di satuan kerja perangkat daerah. Ema mengaku cukup pening mengatur ulang anggaran untuk penanganan pandemi lantaran pendapatan asli daerah juga terjun bebas akibat Covid-19. Target menembus Rp 2,7 triliun pada 2020 kemungkinan besar meleset seiring dengan merosotnya pemasukan dari pos-pos andalan, seperti pajak bumi dan bangunan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. “Tahun ini bukan tahun ideal kinerja,” ucap Ema.
Dampak realokasi anggaran pada masa penerapan PSBB juga membuat Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim ketar-ketir. Pemangkasan dana transfer daerah dari pemerintah pusat diperkirakan mengurangi penerimaan Kota Bogor sebesar Rp 57,7 miliar. Senada dengan Ema, Dedie hakulyakin pendapatan asli daerah bakal meleset dari target.
Sejauh ini, Pemerintah Kota Bogor telah menganggarkan dana Rp 36 miliar untuk penanganan dampak Covid-19. Dana sebesar Rp 22 miliar di antaranya dialokasikan buat membantu 12 ribu keluarga dalam tiga bulan ke depan. Sisanya dipakai untuk jaring pengaman sosial lain.
Dedie ragu kas daerahnya bakal kuat menanggung risiko sosial jika PSBB berlangsung lama. “Apakah pemerintah pusat punya cukup uang untuk menanggung semua bantuan?” Dedie bertanya. Pertanyaan Dedie didasari penganggaran untuk tujuh pintu bantuan yang semuanya dibebankan kepada pemerintah pusat.
Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia Abdullah Azwar Anas membenarkan adanya sejumlah kepala daerah yang kewalahan merealokasi anggaran daerah. Sebab, perubahan kalkulasi harus disesuaikan dengan kapasitas fiskal daerah masing-masing. “Belum lagi pembatalan lelang proyek-proyek yang tetap membutuhkan waktu,” ujar Bupati Banyuwangi ini kepada Tempo, Rabu, 15 April lalu.
Tapi, menurut dia, hampir semua pemerintah kabupaten telah merampungkan realokasi APBD 2020 untuk penanganan Covid-19. Di Kabupaten Banyuwangi, Abdullah mengubah alokasi belanja daerah sebesar Rp 77,8 miliar untuk alat kesehatan, sarana-prasarana, obat-obatan, dan logistik. Sedangkan alokasi jaminan pengaman sosial disiapkan sekitar Rp 36,65 miliar. Dana ini belum mencakup biaya operasional gugus tugas senilai Rp 1,81 miliar.
Abdullah memperkirakan dampak realokasi anggaran terasa tahun depan. Pendapatan daerah Kabupaten Banyuwangi dipastikan anjlok. Dia memperkirakan defisit anggaran bisa mencapai sekitar Rp 300 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mencatat, hingga Maret lalu, pemerintah pusat telah mentransfer dana sebesar Rp 116 triliun untuk 542 kabupaten/kota. Jumlah tersebut, kata Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng, tak akan cukup menciptakan ruang fiskal di daerah yang tengah kepepet mengalihkan anggaran di APBD. “Kalau ruang fiskal daerah tidak besar lalu diminta realokasi, pertanyaannya, uangnya ada apa enggak?” tutur Robert kepada Tempo, Kamis, 16 April lalu. Robert menyarankan pemerintah pusat segera mentransfer dana ke tiap daerah agar bisa segera dibelanjakan.
Pada sisi lain, Robert menambahkan, pemerintah daerah tak perlu habis-habisan memangkas sumber anggaran yang penting untuk menggerakkan perekonomian. Para pemimpin daerah, kata dia, harus kreatif berinovasi memobilisasi sumber pendanaan nonfiskal. Karena itu, dia menyarankan setiap pemerintah daerah menyusun skenario jangka pendek, masa pemulihan, dan skenario 2021. Pandemi semestinya menjadi momentum untuk membenahi berbagai regulasi dan menyiapkan ekosistem investasi. “Agar ketika pemulihan mulai terjadi pemerintah tak memulai segalanya dari nol.”
AISHA SHAIDRA, AHMAD FIKRI, AMINUDDIN A.S. (BANDUNG), M.A. MURTADHO (BOGOR), JAMAL A. NASHR (SEMARANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo