Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sempat menahan ekspor ratusan ribu alat pelindung diri (APD) buatan perusahaan asal Bogor yang dikirim ke Korea Selatan dan Cina.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi telah menugasi anak buahnya mengawasi impor hewan hidup untuk mencegah penyebaran virus corona sejak Februari lalu.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan penyelundupan tidak dapat sepenuhnya dihapus di semua negara, termasuk Indonesia.
TERKUAKNYA ekspor ratusan ribu alat pelindung diri (APD) ke Korea Selatan dan Cina pada 21 Maret lalu menyulut kontroversi. Meski sempat menahan barang-barang itu di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, dan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akhirnya meloloskan ekspor APD produksi lima perusahaan asal Bogor, Jawa Barat, tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belakangan, mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2020, Bea dan Cukai memperketat pengawasan ekspor komoditas untuk penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), di antaranya APD, antiseptik, bahan baku masker, dan masker. “Apabila barang yang diekspor termasuk dalam aturan itu, petugas kami akan mencegahnya,” kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi kepada Tempo, Senin, 6 April lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keterlibatan Bea dan Cukai dalam penanganan pandemi Covid-19 dimulai pada awal Februari lalu. Kala itu, pemerintah menerapkan larangan impor hewan hidup dari semua negara, terutama Cina, sebagai negara pertama tempat munculnya virus corona. “Kami mengawasi impor hewan hidup karena dialah media (penyebaran virus),” ujar Heru saat ditemui di kantornya, Selasa, 11 Februari lalu.
Kepada wartawan Tempo, Mahardika Satria Hadi, Mustafa Silalahi, Aisha Shaidra, dan Andi Ibnu, Heru menjelaskan upaya Bea dan Cukai dalam penanganan Covid-19, tantangan dalam membasmi penyelundupan, dan pembenahan internal lembaganya. Heru menambahkan jawaban melalui juru bicara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Deni Surjantoro, lewat sambungan telepon, Jumat, 17 April lalu.
Bagaimana sebenarnya ketentuan mengenai ekspor perlengkapan medis?
Pemerintah telah menerbitkan ketentuan tentang larangan ekspor beberapa komoditas untuk penanganan wabah Covid-19, di antaranya hand sanitizer, jenis kain non-woven tertentu, pakaian pelindung medis, pakaian operasi, dan masker. Apabila didapati barang yang diekspor termasuk dalam aturan itu, petugas Bea dan Cukai mengambil tindakan pencegahan, dari menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan barang sampai dipenuhinya kewajiban pabean.
Seperti apa kronologi penindakan terhadap ratusan ribu APD pada 21 Maret lalu?
Deni: Pertama, ada 32 pemberitahuan ekspor barang dengan jumlah 750 ribu set APD dan perlengkapan medis yang diajukan sebelum peraturan Menteri Perdagangan itu keluar (26 Maret lalu). Untuk kelompok ini, ekspor tak melanggar ketentuan apa pun. Kedua, ada 13 pemberitahuan ekspor barang dengan jumlah 491 ribu set. Sebagian besar sudah sesuai. Lalu ada juga yang sudah mendapat izin Menteri Perdagangan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana sehingga mereka diizinkan untuk diekspor.
Benarkah modus para pelaku adalah mengubah kode harmonized system (HS) dalam pemberitahuan ekspor barang?
Deni: Barang-barang itu sebelum ada peraturan Menteri Perdagangan tidak dilarang ekspor dan tak ada ketentuan larangan terbatas. Perubahan kode HS itu tidak menjadi esensi karena barang-barang tersebut sebenarnya juga tidak akan dipungut bea.
Apa sanksi terhadap para pelaku pengubah kode HS?
Deni: Tidak ada sanksi yang dijatuhkan karena tidak ada peraturan yang dilanggar. Bentuk aktivitasnya seperti ditahan oleh Bea dan Cukai. Ini business as usual, pekerjaan kami sehari-hari.
Bagaimana langkah Bea dan Cukai mencegah penyebaran virus corona yang merebak di Cina beberapa bulan lalu?
Kami telah mengawasi impor hewan hidup karena dialah media (penyebaran virus).
Bagaimana caranya?
Kami melarang impor semua hewan hidup, untuk ternak ataupun hobi. Kami tinggal memasukkan kode HS-nya, langsung dicek otomatis.
Sejak kapan larangan itu diberlakukan?
Sekarang (Februari) sudah larangan. Bukan lagi dibatasi. Jadi, kalau ada yang hobi (koleksi hewan tertentu), sabar dululah.
Seberapa besar jumlah impor hewan hidup dari Cina?
Enggak besar. Tapi, untuk kewaspadaan, kami tutup saja dari semua negara.
• • •
Bagaimana upaya Bea dan Cukai menekan pelaku usaha ilegal yang masih menyelundupkan barang?
Prinsipnya pelaku usaha ilegal itu kami bikin sangat sulit atau tidak mungkin. Mereka yang sebelum ini melakukan kegiatan bisnis secara tidak legal, apakah itu di impor, ekspor, atau cukai. Mereka yang di luar kelas itu, yang sekarang masih tidak terdaftar dan nyelundup melalui Selat Malaka dan perbatasan, kami ajak masuk kelas. Kami bilang, mendaftar menjadi perusahaan resmi itu tidak sulit.
Bagaimana kalau mereka tidak mau?
Ya kami enforced (lakukan penegakan hukum).
Sejak kapan pendekatan seperti itu dimulai?
Kami declare pada 2017, satu tahun setelah meluncurkan seri reformasi yang terakhir, melalui program penertiban impor, ekspor, dan cukai yang berisiko tinggi. Bahasa lapangannya penertiban impor borongan. Kami dorong pelaku usaha legal supaya bisa berbisnis, berusaha, dan berproduksi secara maksimal. Kami paksa yang ilegal masuk kelas. Dengan dua pendekatan itu, tax base-nya langsung naik.
Berapa realisasi penerimaan Bea dan Cukai tahun lalu?
Untuk bea masuk Rp 213 triliun, sementara pajak dalam rangka impor Rp 229 triliun. Kami sukses mengumpulkan Rp 443 triliun atau sekitar 29 persen dari penerimaan perpajakan.
Dengan strategi seperti itu, mengapa masih terjadi penyelundupan?
Tidak ada satu pun negara yang imun dari penyelundupan. Kalau kita ingin hal itu sama sekali tidak ada, cost-nya kegedean. Contohnya begini, untuk memastikan tidak ada pelanggaran di pelabuhan, cara paling mudah dan primitif ya kita periksa semua. Tapi biaya yang harus ditanggung negara, pemerintah, perekonomian, masyarakat usaha, termasuk petugas, tidak sebanding dengan hasilnya. Karena itu, kami menjalankan manajemen risiko. Kami memeriksa 6-7 persen dari semua kontainer, tapi 6-7 persen ini harus akurat.
Bagaimana pemilihannya?
Kami target yang berisiko, meskipun ada juga yang acak tapi porsinya sangat kecil. Utamanya pasti targeting. Makin hari harus makin turun. Kami akan menuju 5 persen. Menurut saya, itu ideal untuk lingkungan Indonesia.
Sejauh mana efektivitasnya?
Dari 7 persen itu hit rate-nya bagus, sekitar 40 persen. Hampir satu di antara dua kena. Artinya, saya bisa menjamin 40 persen ini bisa ditemukan. Misalnya, saya menargetkan sepuluh kontainer, saya periksa semua. Dari sepuluh itu saya menemukan 40 persennya ternyata betul melanggar. Berarti sisanya tidak melanggar.
Apa tindakan yang dilakukan terhadap pelanggar?
Kepada 40 persen ini kami lakukan pembinaan. Kalau enggak mau, ya, ditutup.
Penyelundupan narkotik pada tahun lalu tercatat 440 kasus. Mengapa angkanya masih tinggi?
Setiap masa mempunyai tren sendiri. Dulu kami sering menangkap di kontainer. Ada yang dimasukkan ke tabung mesin, kami potong ada (buktinya). Pasca-penertiban pelabuhan, mereka tidak lagi menggunakan kontainer, tapi fishing boat. Makanya pernah ada tangkapan di kapal ikan seberat 1,6 ton (sabu pada 2018). Sekarang ada lagi, mereka split dengan kapal-kapal kecil lewat Selat Malaka.
Masuknya kebanyakan dari mana?
Dari atas (utara). Ada sindikat Cina, Myanmar, Timur Tengah, hingga Afrika.
Semua masuk lewat Selat Malaka?
Sebagian lewat Selat Malaka dalam kuantitas lebih besar, meskipun tidak sebesar yang ton-tonan. Tapi puluhan kilogram dipecah-pecah. Lalu volume lebih kecil tapi frekuensi lebih banyak melalui pelabuhan udara. Kami punya sistem targeting, yaitu passenger risk management, yang dipadu dengan sistem yang dimiliki Badan Narkotika Nasional dan Kepolisian. Sudah bisa kami petakan.
Bandar udara masih menjadi jalur potensial untuk penyelundupan narkotik?
Saya kira di seluruh dunia tidak ada yang imun mengenai itu.
Sejauh mana pembenahan internal di Bea dan Cukai?
Lewat Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985, kewenangan kami pernah dicopot. Bea dan Cukai waktu itu ditegur pemerintah. Setelah itu, kami melakukan pembenahan. Reformasi awal kami mengeluarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Cukai yang baru pada 1995. Sebelumnya masih memakai ordonansi. Kemudian ada beberapa seri reformasi dari 1997, 2001, 2003, dan 2006-2007.
Seri reformasi dalam bentuk apa?
Di dalamnya ada perubahan aturan. Reformasi itu program perbaikan kinerja dan reputasi.
Seperti apa bentuk reformasi internal terbaru?
Pada Desember 2016, Menteri Keuangan (Sri Mulyani Indrawati) memerintahkan untuk menekankan perubahan budaya dan integritas di atas perubahan teknis. Ini lebih pada sumber daya manusia.
Bagaimana caranya?
Lewat pembinaan mental dan penegakan sistem compliance. Soal pembinaan mental, sementara sebelumnya barangkali saya masih banyak mendengar ada yang misconduct, kini semua berkomitmen bekerja baik. Kami tidak ingin mengulangi masa kelam pada 1985.
Apa konsekuensi bagi pegawai yang melanggar sistem?
Ada yang dipecat, di-grounded, atau nonjob. Tapi lebih banyak yang kami berikan pangkat luar biasa.
Apa saja bentuk pelanggaran yang dijumpai?
Pelanggaran yang bersifat administratif, misalnya jarang masuk. Ada yang dimutasi ke suatu tempat tapi tidak menjalankan tugas. Ada pula yang menerima tip (sogokan) dari pengguna jasa. Kami ada sistem whistleblower dan monitoring untuk memantau.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo