Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Alternatif Selain Pengampunan Pajak

Pengampunan pajak atau tax amnesty bukan satu-satunya opsi yang dimiliki pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Opsi lain yang berpeluang dijajaki adalah sunset policy atau penghapusan sanksi administrasi akibat kurang bayar pajak. Sama-sama terganjal isu keadilan.

25 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Proses pembayaran pajak saat mengikuti program pengampunan pajak tahap II di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sunset policy lebih relevan ketimbang pengampunan pajak yang baru dilakukan pada 2016.

  • Sunset policy hanya menghapus sanksi administratif berupa bunga.

  • Hingga April 2021, penerimaan perpajakan baru mencapai 30,94 persen dari target.

JAKARTA — Pengampunan pajak atau tax amnesty bukan satu-satunya opsi yang dimiliki pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Said Abdullah berujar, salah satu opsi lain yang berpeluang dijajaki adalah kebijakan sunset policy atau penghapusan sanksi administrasi akibat kurang bayar pajak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sunset policy dapat menjadi opsi untuk mendukung fiskal pemerintah dan keberlanjutan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara),” ujarnya kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di tengah lemahnya penerimaan perpajakan akibat pandemi Covid-19, pemerintah dihadapkan pada pelebaran defisit APBN. Hal itu sebagai konsekuensi dari peningkatan belanja pemerintah untuk menanggulangi pandemi dan mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Sunset policy merupakan keniscayaan karena kita tidak mungkin terus-menerus melebarkan defisit pembiayaan,” kata Said.

Said menuturkan, kebijakan sunset policy lebih relevan ketimbang mengobral pengampunan pajak yang baru saja dilakukan lima tahun lalu. Pemerintah sebelumnya menegaskan bahwa pengampunan pajak hanya diberikan satu kali dalam satu generasi.

Walhasil, pelaksanaan untuk kedua kalinya dikhawatirkan akan meruntuhkan kewibawaan otoritas pajak dan pemerintah, serta berdampak negatif pada kepercayaan masyarakat sebagai wajib pajak. “Ini juga untuk tetap menjaga kepercayaan dunia internasional terhadap kita.”

Poster keterangan amnesti pajak di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan

Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis, Fajry Akbar, menjelaskan sunset policy dan tax amnesty sejatinya mirip. Menurut dia, tax amnesty menghapuskan sanksi administrasi, pokok, serta sanksi pidana, sedangkan sunset policy hanya menghapuskan sanksi administratif berupa bunga.

Sunset policy lebih baik dan adil dibanding amnesti pajak,” ucapnya.

Namun, dia mengimbuhkan, tetap ada masalah yang sama-sama menjadi konsekuensi dari pemberlakuan dua kebijakan tersebut. “Ada isu keadilan bagi wajib pajak yang selama ini patuh. Lalu program pengampunan yang berulang akan mengurangi efektivitasnya,” kata Fajry.

Sunset policy bukan kebijakan baru dalam sistem perpajakan Indonesia. Kebijakan ini berhasil diterapkan pada 2008. Program sunset policy diberlakukan pada periode Januari hingga Desember 2008, di masa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Pada akhir periode kebijakan, sunset policy memberikan kontribusi sebesar 15,2 persen terhadap surplus penerimaan pajak 2008. “Tapi perlu diingat juga rentang waktu pelaksanaan sunset policy jauh sekali dengan program pengampunan sebelumnya di 1984,” ujar Fajry.

Sri Mulyani mengakui pemerintah terus berupaya melakukan reformasi perpajakan dan tengah mencari formulasi kebijakan terbaik guna mendorong penerimaan negara. Meski demikian, Sri enggan memberi komentar lebih lanjut mengenai keputusan yang akhirnya dipilih pemerintah, apakah tax amnesty, sunset policy, atau lainnya.

Dia menjelaskan, hingga April 2021, penerimaan negara dari pajak tercatat sebesar Rp 374,9 triliun atau 30,94 persen dari target pajak tahun ini yang sebesar Rp 1.229,6 triliun. “Perolehannya masih terkontraksi 0,46 persen. Tapi dibanding tahun lalu, pertumbuhan ini sudah baik, karena April 2020 kontraksinya 3 persen,” ucapnya.

GHOIDA RAHMAH
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus