Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ambisi Jadi Penentu Harga Timah

Pemerintah memperketat tata niaga timah. Membendung penambang liar dan pengusaha nakal.

30 September 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMPIR tiga bulan ini Ismail harus bekerja serabutan. Kadang-kadang dia mencari rumput, saat lain menjala ikan di laut. Pekerjaan rutinnya sebagai penambang timah tradisional di Bangka Selatan untuk sementara terpaksa ditinggalkan. "Percuma. Tidak ada yang membeli," kata pria 45 tahun itu kepada Tempo, Kamis pekan lalu. Siang itu, ia hanya duduk-duduk di gubuk kayu di lokasi penambangan bersama tiga rekannya. "Tidak ada kegiatan."

Geliat penambangan timah di Bangka Belitung kini memang sepi. Kegiatan tambang hanya terlihat di beberapa area izin pertambangan skala perusahaan. Kondisi seperti ini muncul sejak terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013, Juni lalu. Peraturan baru ini merevisi aturan sebelumnya, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 78 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Timah.

Berdasarkan peraturan baru, perdagangan timah batangan dan timah dalam bentuk lain harus dilakukan melalui bursa timah. Khusus timah batangan berlaku sejak 30 Agustus 2013, sedangkan produk timah dalam bentuk lain akan berlaku mulai 1 Januari 2015.

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Kementerian Perdagangan pada 19 Agustus 2013 menerbitkan keputusan: izin menyelenggarakan pasar fisik timah diberikan kepada PT Bursa Komoditi & Derivatif Indonesia (BKDI). Menteri Perdagangan Gita Wirjawan telah meresmikan pembukaan perdagangan timah di bursa ini pada 30 Agustus lalu.

Kebijakan itu, menurut Gita, dipicu oleh fakta bahwa Indonesia merupakan produsen terbesar kedua setelah Cina dan eksportir terbesar timah dunia. Tahun lalu International Tin Research Institute mencatat produksi bijih timah nasional yang dilaporkan dan tidak dilaporkan mencapai 96.600 ton. Dengan fakta itu, menurut dia, tidak ada alasan bagi Indonesia tidak menjadi penentu harga. "Kok, kita dibelenggu oleh London Metal Exchange (LME)?" kata Gita kepada Tempo. "Kami ingin mendirikan bursa yang menjadi acuan harga dunia."

BKDI mengatur bahwa hanya perusahaan yang terdaftar di bursa yang bisa melakukan transaksi: menjual (mengekspor) dan membeli timah. Akibat aturan ini, pengusaha pemilik smelter yang biasa membeli pasir timah hasil penambangan Ismail dan teman-temannya tak bisa lagi berdagang. Soalnya, mereka tak terdaftar sebagai anggota bursa. Walhasil, pasir timah menumpuk di rumah-rumah warga penambang. Ada juga yang disimpan di gudang pengepul. "Masih ada ratusan kilogram di rumah," kawan Ismail menyeletuk.

Rencananya pasir timah yang tidak terjual itu akan "diputihkan". Saat ini pemerintah provinsi dan kabupaten serta PT Timah sedang membahas solusi itu. Ada kemungkinan akan dibuat keputusan gubernur sebagai payung hukum bagi PT Timah untuk bisa membeli produk ilegal tersebut. Direktur Utama PT Timah Sukrisno yakin pasir timah itu diambil dari wilayah kerjanya yang sangat luas, sekitar 500 ribu hektare, dan tidak bisa diawasi seluruhnya. "Saya minta payung hukum supaya tidak melanggar."

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bangka Belitung Didit Srigusjaya mendukung upaya PT Timah membeli hasil tambang rakyat. Tapi, ia mengingatkan, perusahaan tidak boleh semena-mena menentukan harga. "Harga jangan asal-asalan, karena masyarakat juga mengeluarkan modal," ujarnya. "Harus ada kesesuaian harga dan masyarakat tidak dirugikan, itu akan kami dukung."

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 juga mewajibkan seluruh produk timah-batangan atau bentuk lain-yang akan diekspor diverifikasi atau diperiksa secara teknis lebih dulu. Verifikasi dilakukan oleh dua badan usaha milik negara: Sucofindo dan Surveyor Indonesia. Direktur Komersial Bidang Mineral dan Batubara PT Sucofindo Sufrin Hannan menyatakan proses verifikasi antara lain mencakup aspek legal dan asal-usul barang. Aspek legal menyangkut perizinan yang dimiliki eksportir terdaftar.

Adapun verifikasi asal-usul barang untuk memastikan bahwa pasir atau bijih timah diperoleh dari pemegang izin usaha pertambangan (IUP). Eksportir terdaftar yang tidak memiliki IUP bisa bermitra dengan produsen atau pemegang IUP. "Yang penting, ketika kami periksa, bisa dibuktikan bahwa barang ini berasal dari area kerja penambangan yang resmi," kata Sufrin. Lantaran adanya pengecekan asal barang, produk hasil penambangan liar tidak bisa diperdagangkan karena tidak mendapatkan sertifikat dari penyurvei.

Pemerintah memang sedang merapikan tata niaga timah nasional. Melalui sistem perdagangan yang ketat, aktivitas penambangan ilegal diharapkan mati dengan sendirinya. Di sentra timah Provinsi Bangka Belitung, penambangan tanpa izin alias peti sudah menjadi pemandangan yang lumrah.

Ismail dan kawan-kawannya, meski telah lima tahun menambang, belum tentu tahu mengeruk pasir timah di area IUP milik siapa. "Saya cuma pekerja. Kami hanya mendapatkan upah dari hasil timah yang didapat. Hasilnya kembali ke pemilik lahan," ucapnya tanpa menyebut siapa pemilik lahan.

Penyurvei, menurut Sufrin, juga menguji kualitas produk. Petugas mengecek smelter dan mengambil sampel bahan yang dilebur. Sampel itu lantas dianalisis kadar Sn, Fe, dan Pb. Hasilnya berupa certificate of analysis, yang harus dilampirkan ketika produk diperdagangkan di bursa.

Untuk timah nonbatangan, meski pemerintah belum mewajibkan penjualan melalui bursa, tetap harus mendapat sertifikat dari penyurvei. Seorang pebisnis bercerita, celah ini dimanfaatkan pengusaha nakal. Mereka mengakali dengan mengubah produk menjadi timah nonbatangan, misalnya patung, yang boleh diperdagangkan di luar bursa. Di negara tujuan, barang ini akan dilebur kembali menjadi timah batangan.

Pebisnis itu menambahkan, perdagangan di luar bursa tidak transparan. Pengusaha bisa saja bersekongkol dengan pembeli untuk membuat bukti pembayaran dengan menurunkan harga atau volume sehingga nilai transaksi turun. Teknik ini dipakai untuk mengakali agar pembayaran pajak dan royalti tidak besar. Karena itu, ia menyarankan timah nonbatangan harus segera masuk bursa, jangan menunggu 1 Januari 2015. Toh, Gita berpendapat pagar aturan yang baru diluncurkan ini sudah rapat. "Kasih tahu kalau masih ada yang bolong," ujarnya.

n n n

SATU per satu kontrak penjualan timah melalui BKDI mulai terwujud. Rabu pekan lalu, PT Timah Tbk mengapalkan 250 metrik ton timah putih atau stanum dalam bentuk batangan senilai US$ 5,5 juta (sekitar Rp 63 miliar). Ekspor perdana perusahaan timah milik negara di bursa komoditas ini dilakukan melalui pelabuhan khusus Muntok, Provinsi Bangka Belitung, ke Singapura; Yokohama, Jepang; dan Shanghai, Cina.

Pekan sebelumnya juga ada ekspor ke Belanda, Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura. Sebanyak 150 metrik ton timah batangan senilai US$ 3,4 juta (sekitar Rp39 miliar) dikapalkan melalui Pelabuhan Pangkalan Balam, Bangka Belitung. Pengirimnya pemegang eksportir terdaftar: PT Mitra Stania Prima, PT Refined Bangka Tin, dan PT Inti Stania Prima. Adapun pembelinya adalah Toyota Tsusho Corp, Westin Trade Global Ltd, dan Uni Bros Metal Pte Ltd.

Berdasarkan catatan BKDI, sejak diresmikan Menteri Gita, 30 Agustus lalu, total transaksi timah batangan melalui bursa telah melampaui 500 metrik ton. "Targetnya seluruh ekspor per bulan terealisasi 100 persen," kata Direktur Utama PT BKDI Megain Widjaja kepada Tempo, Rabu pekan lalu.

Gita yakin metode transaksi lewat bursa ini akan membantu membentuk harga timah yang lebih transparan dan mencegah praktek under invoice alias menurunkan harga. Sistem perdagangan ini juga bermanfaat meningkatkan penerimaan royalti, mencegah perdagangan timah ilegal, dan meningkatkan daya saing timah Indonesia. "Indonesia sebagai produsen dan eksportir utama timah dunia akan menjadi price maker timah dunia," ujarnya.

Pendirian bursa timah telah dirintis sejak Oktober 2011 ketika harga di Bursa London nyungsep. Harga yang pernah perkasa mendekati US$ 35 ribu per metrik ton tiba-tiba susut tinggal US$ 20.500 per metrik ton. Para produsen di Bangka Belitung sepakat menyetop ekspor sampai harga menyentuh US$ 25 ribu. Namun moratorium ekspor gagal. Sebagian pengusaha diam-diam mengapalkan produk ke luar negeri dengan alasan perlu duit untuk menggaji karyawan.

Kemudian muncul gagasan mendirikan Bangka Belitung Tin Market dan Jakarta Tin Market. Para pengusaha meminta restu dan mendapat dukungan Gita. Persiapan terus dilakukan, melibatkan Asosiasi Timah; produsen, seperti PT Timah dan Koba Tin; perwakilan Kementerian Perdagangan; Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Syahrul R. Sempurnajaya; dan Megain dari BKDI. Pertemuan itu membahas aspek teknis dan regulasi penyelenggaraan pasar komoditas timah serta spesifikasi kontrak, termasuk menentukan penyurvei independen.

Pada 1 Februari 2012, timah mulai diperdagangkan di bursa komoditas, dengan kode Inatin. Tapi tak lama transaksi dimulai, dengan menjual beberapa ratus lot, Inatin sudah mati suri. "Waktu itu tidak diwajibkan, sehingga anggota sedikit," Megain menjelaskan. Baru akhir Agustus 2013, bursa komoditas timah hidup kembali, setelah pemerintah mengatur ulang tata niaganya.

Hingga saat ini, BKDI sektor timah memiliki 18 anggota, yang meliputi perusahaan penjual dan pembeli. Perusahaan besar, seperti Daewoo International Corporation, Toyota Tsusho Corporation, Westin Trade Global Limited, dan Indometal (London) Limited, tercatat sebagai pembeli. Adapun perusahaan penjual adalah PT Eunindo Usaha Mandiri, PT Prima Timah Utama, PT Inti Stania Prima, PT Mitra Stania Prima, PT Timah Tbk, PT Refined Bangka Tin, PT Tambang Timah, dan PT Arsari Tambang d/h Comexindo International.

Ada lima jenis kontrak yang diperdagangkan dengan variasi kandungan unsur pengotor timbel (Pb). Misalnya TINPB300 mengandung timbel sebanyak 300 part per million (ppm). Hal serupa berlaku untuk jenis TINPB200, TINPB100, dan TINPB50. Khusus TIN4NINE, ia memiliki kadar stanum 99,99 persen. Transaksi menggunakan satuan lot, yang setiap lot volumenya sebesar 5 metrik ton. Pelabuhan penyerahan ditetapkan di Muntok, Pangkal Balam, Belitung, dan Kundur.

Tapi bursa timah itu mendapat perlawanan dari 18 perusahaan yang tergabung dalam Serumpun Tin. Kelompok ini mengusulkan kepada pemerintah agar produknya bisa diperdagangkan melalui Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). Direktur Utama PT Serumpun Tin Tjahyono beralasan BBJ telah mengkaji secara menyeluruh produk timah Serumpun Tin.

"Kami memilih BBJ karena fleksibel. Sistemnya mempermudah penjual ataupun pembeli," kata Tjahyono. Ia membantah jika penolakannya bergabung dengan BKDI dinilai karena asal-usul pasir atau bijih timah tidak jelas. "Semua kami data dengan lengkap. Kalau asal barang tidak jelas, mana mungkin bisa ekspor banyak timah, seperti yang terjadi selama ini?" Tjahyono berharap izin bagi BBJ terbit awal Oktober.

Gita meminta anggota stafnya mempelajari persoalan ini. Dia melihat ada kemungkinan pengusaha tidak bisa memenuhi persyaratan minimum, misalnya produksi minimal 5 ton. Mungkin juga ada pengusaha yang terbiasa mengirim timah dengan kualitas di bawah 99,99 persen ke negeri tetangga yang punya smelter. "Saya minta disisir siapa saja yang mengajukan aplikasi. Cek kriterianya," ujar Gita.

Toh, dia memberi sinyal untuk sementara cenderung ke satu bursa. "Bukan karena satu bursa ini lebih cantik." Persoalannya, kata dia, kalau barang yang sama diperdagangkan di beberapa pasar, akan berkompetisi. "Ini kepentingannya bukan menurunkan harga, lho, melainkan menaikkan harga. Kalau mau menurunkan harga, jual produk yang sama di seribu pasar."

Retno Sulistyowati, Servio (Bangka Belitung)


TanggalHarga lelangVolume
timah
KLTMLMEICDX
30 Agustus21.45021.23021.5105
2 September21.25021.130-
3 September21.25021.28021.5004
4 September21.60021.80021.54520
5 September22.00022.35521.9004
6 September22.20022.62522.6404
9 September22.90023.20022.9254
10 September23.00022.97522.6954
11 September22.85022.83022.9003
12 September22.80022.450-
13 September22.50022.630-
16 September22.90022.8504
17 September22.83022.92522.9004
18 September22.90022.93522.80019
19 September23.20023.33523.1009
20 September23.05023.34523.19519
23 September22.93022.900-
24 September22.98022.92522.89514
25 September22.88023.00022.8304
  • Tak ada perdagangan
  • Tutup

    Sumber: Bursa Komoditi & Derivatif Indonesia (ICDX)

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus