Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PAJAK
Jutaan Perusahaan Mengemplang Pajak
Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany kembali mengungkapkan sulitnya menarik pajak dari pengusaha bandel. Dia menghitung seharusnya ada enam juta perusahaan pembayar pajak. "Sekarang baru 520 ribu yang bayar," ujarnya awal pekan lalu.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi mengatakan keengganan pengusaha membayar pajak bukan hal baru. "Pemerintah selama ini kurang tegas dalam memungut pajak," katanya. Penyebabnya adalah sanksi yang tak jelas bagi individu ataupun pengusaha penunggak pajak.
Menurut Sofjan, bila memang kekurangan pegawai untuk melakukan penagihan, hendaknya Direktorat Jenderal Pajak menggandeng aparat berwajib untuk melakukan tindakan hukum bagi perusahaan pengemplang pajak. "Penegakan hukum seperti ini harus dilakukan secara terbuka agar memberi efek jera bagi yang lain," ujarnya.
PROPERTI
Gugatan Pailit Bakrieland Ditolak
Majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan terhadap PT Bakrieland Development Tbk. Majelis hakim menilai pengajuan gugatan ini tidak dapat diberlakukan di wilayah hukum Indonesia.
Dalam pertimbangannya, ketua majelis hakim Dwi Sugiarto berpendapat bahwa peraturan perundang-undangan tentang wali amanat atau trustee tidak mengatur perihal wali amanat yang diadakan di luar Indonesia. Maka trust deed atau perjanjian obligasi tersebut sangat tepat apabila diuji secara yuridis di tempat perjanjian itu dibuat, yakni di Inggris.
Masalah bermula ketika anak usaha Bakrieland, BLD Investment Ltd, menerbitkan obligasi equity-linked pada 23 Maret 2010 senilai US$ 155 juta atau sekitar Rp 1,7 triliun dengan suku bunga 8,62 persen. Obligasi itu jatuh tempo pada 23 Maret 2015.
Namun The Bank of New York Mellon, yang berperan sebagai trustee, meminta percepatan pembayaran lebih awal, yakni pada 23 Maret. Lantaran tak tercapai kesepakatan, PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) digugat pailit oleh The Bank of New York Mellon cabang London.
PERTAMBANGAN
Kontrak Koba Tin Tak Diperpanjang
Pemerintah akhirnya memutus kontrak karya PT Koba Tin. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo mengatakan keputusan itu diambil atas pertimbangan rekam jejak perusahaan.
Perusahaan penambangan timah yang telah 40 tahun beroperasi di Bangka Belitung itu sudah beberapa tahun ini mencatatkan kerugian. Contohnya, pada 2012, kerugiannya mencapai US$ 40,9 juta. Sebanyak 25 persen kerugian ditanggung PT Timah. Selain itu, perusahaan tak melakukan kewajiban, seperti reklamasi lahan dan pembayaran gaji pekerja.
Susilo mengatakan, dengan keputusan ini, wilayah kerja pertambangan Koba Tin akan kembali ke pemerintah dan menjadi wilayah pencadangan nasional. Selama area itu dalam pencadangan, pemerintah akan menugasi PT Timah untuk mengelolanya.
Ia belum bisa memastikan siapa yang akan diberi tugas menjadi kontraktor. "Ada beberapa pilihan, misalnya ditugaskan ke badan usaha milik negara. Tapi tunggu saja," ujarnya. "Akan kami proses secepatnya, belum bisa tahun ini. Yang terpenting sekarang kontrak Koba Tin tidak diperpanjang."
PERDAGANGAN
Harga Daging Masih Tinggi
Harga daging di Jabodetabek masih berkisar Rp 85-100 ribu per kilogram. Padahal pemerintah sudah menugasi Perum Bulog mengimpor 3.000 ton daging sapi beku. Harga referensinya pun sudah ditetapkan di level Rp 76 ribu per kilogram.
Pemerintah masih menyelidiki penyebab tingginya harga daging. Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengatakan akan melakukan kajian dan evaluasi tentang hal ini bersama dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Untuk mengantisipasi kenaikan harga yang lebih tinggi pada Idul Adha, 15 Oktober, pemerintah akan kembali mengimpor daging. Namun rencana ini masih menunggu rekomendasi teknis dari Kementerian Pertanian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo