Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Analis: Penerimaan dan Belanja Negara Tak Seimbang Sebabkan Lonjakan Utang Rp 775,9 Triliun di 2025

Ronny P. Sasmita menyebut lonjakan utang ini disebabkan oleh ketidakseimbangan yang semakin lebar antara penerimaan dan belanja negara.

27 Agustus 2024 | 08.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah Indonesia diperkirakan akan menarik utang baru sebesar Rp 775,9 triliun pada tahun 2025. Analis Senior Indonesia Strategic and Economics Action Institution, Ronny P. Sasmita, menyebut lonjakan utang ini disebabkan ketidakseimbangan yang semakin lebar antara penerimaan dan belanja negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Rencana belanja yang ditetapkan jauh melebihi potensi penerimaan negara yang diproyeksikan akan diterima tahun depan, sehingga defisit anggaran harus dilebarkan dan ditutup dengan peningkatan penarikan utang," kata Ronny saat dihubungi Tempo, Senin, 26 Agustus 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Ronny, ketidakseimbangan ini terjadi karena pemerintah kurang berhasil menaikkan proyeksi tingkat penerimaan negara di satu sisi, namun juga tidak bersedia mengurangi rencana belanja di sisi lain. "Walhasil, mau tak mau utang atau debt ceiling harus dinaikkan," ujarnya.

Berdasarkan Buku II Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2025, pemerintah merencanakan penarikan pinjaman senilai Rp 133,3 triliun dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 642,6 triliun untuk membiayai sejumlah program APBN. Pinjaman tersebut terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 5,2 triliun dan pinjaman luar negeri mencapai Rp 128,1 triliun.

Ronny menjelaskan meskipun kemampuan pemerintah untuk membayar utang saat ini masih tergolong aman, peningkatan utang sebesar Rp 775,9 triliun itu dapat mengurangi ruang fiskal untuk belanja produktif. "Setiap tahun, sebagian anggaran akan tersedot untuk menutup pertambahan cicilan dan bunga utang," ujarnya.

Ronny mengatakan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih berada pada tingkat moderat, baik secara konstitusional maupun komparatif. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pun diperkirakan masih berada pada tingkat yang cukup stabil, meskipun tidak sepenuhnya memuaskan. "Dengan pertumbuhan 5 persenan, inflasi sekitar 3 persenan, maka pemerimaan negara dari pajak masih tetap memiliki potensi tumbuh sekitar 8 persen pertahun," jelasnya.

Meski begitu, dia mengimbuhkan, yang harus diperhatikan adalah perbandingan tingkat pertumbuhan utang dan tingkat pertumbuhan ekonomi. Untuk menjaga agar batas atas utang tidak tercapai, kata Ronny, pemerintah perlu mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. "Sehingga celah utang tetap besar, tetapi persentasenya terhadap PDB tetap sama," katanya.

Dalam RAPBN 2025, jumlah total pembiayaan utang pada tahun depan meningkat sebesar Rp 222,8 triliun dibandingkan dengan perkiraan pembiayaan utang tahun ini sebesar Rp 553,1 triliun. Peningkatan ini diperlukan untuk menutupi defisit APBN 2025 yang diperkirakan mencapai Rp 616,2 triliun atau sekitar 2,53 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus