Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun 2022 mencapai 5,0-5,5 persen.
Konsumsi ditargetkan bertumbuh 5,3 persen, sedangkan investasi tumbuh 5,6-7 persen.
Pemerintah siapkan penyesuaian Covid-19 dari pandemi menjadi penyakit endemi.
JAKARTA - Pemerintah optimistis pemulihan ekonomi bakal semakin kencang pada 2022. Optimisme tersebut tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022, yang mencantumkan target pertumbuhan ekonomi 5,0-5,5 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pertumbuhan ekonomi bergantung pada variabel klasik, yaitu membaiknya konsumsi masyarakat, moncernya kinerja investasi, dan peningkatan ekspor. Dia menargetkan konsumsi bertumbuh 5,3 persen, investasi tumbuh 5,6-7 persen, “Dan ekspor naik 5,8-7,3 persen,” ujarnya, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Airlangga, pemulihan ekonomi dapat berlanjut seiring dengan berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk membuka kembali aktivitas ekonomi di tengah pandemi Covid-19 yang berkepanjangan.
Di sisi supply, sektor industri pengolahan digadang-gadang menjadi penopang kinerja perekonomian. “Kontribusi industri pengolahan pada perekonomian mendekati 20 persen, kami harap bisa tumbuh 5,6 persen,” kata Airlangga. Dia mengatakan sektor usaha yang diproyeksikan bakal melesat adalah perdagangan, dengan pertumbuhan 4,9-5,5 persen; dan pertanian yang tumbuh hingga 4 persen. Adapun sektor penunjang lainnya adalah konstruksi, pertambangan, dan jasa keuangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pemerintah terus mengedepankan penanganan dan pengendalian pandemi Covid-19 dalam strategi pemulihan ekonomi 2022. “Kami menyiapkan langkah-langkah penyesuaian Covid-19 dari pandemi menjadi endemi,” ucapnya.
Penukaran mata uang asing di Jakarta, 28 Mei 2020. Tempo/Tony Hartawan
Sri mewaspadai sejumlah tantangan dalam upaya pemulihan ekonomi, yaitu kondisi perekonomian global yang tidak berjalan seragam. “Negara yang mendapatkan akses vaksin, pemulihannya akan jauh lebih cepat,” ujarnya. Indonesia, kata Sri, harus mewaspadai hal ini yang berpengaruh pada transaksi perdagangan dan kinerja sektor keuangan. “Inflasi negara berkembang relatif stabil, tapi kompleksitas kebijakan moneter di negara maju patut kita waspadai dampaknya pada sistem keuangan dan perekonomian nasional.”
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan risiko lesunya pertumbuhan ekonomi masih terbuka. Sebab, kata dia, ketidakpastian yang disebabkan pandemi akan terus berlanjut. “Misalnya karena Covid-19 bermutasi menjadi varian baru, sedangkan sistem kesehatan yang ada belum cukup optimal untuk menekan kasus penularan,” ucapnya.
Josua mengatakan tekanan dari pasar keuangan global menjadi risiko yang perlu menjadi perhatian. Dia menyoroti bank sentral negara maju yang mulai mengetatkan kebijakan moneter melalui pengurangan quantitative easing, sehingga dapat berdampak pada pasar keuangan Indonesia.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah Redjalam, mengatakan pertumbuhan ekonomi tahun 2022 akan sangat bergantung pada efektivitas pengendalian Covid-19. Menurut dia, dibutuhkan upaya yang lebih keras dibanding tahun ini untuk dapat melanjutkan momentum pemulihan pada 2022, terlebih target pertumbuhannya cukup tinggi. “Yang terpenting, target pemerintah yang tinggi itu harus didukung dengan rencana kerja yang sesuai, karena itu yang menentukan apakah pertumbuhannya realistis atau tidak.”
GHOIDA RAHMAH
Indikator makroekonomi APBN 2021 vs RAPBN 2022.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo