GELAR "juara umum' telal diraih anggrek hitam (Coelogyne
Pandurata Lindl) asal Kal-Tim dalam Pekan Anggrek Nasional bulan
lalu, bukan orang tidak suka. Meskipun tidak sedikit pencinta
anggrek yang kecewa setelah melihat warna bunga itu tidak'
seindah dan sehitam dugaan semula. Tapi ketika Gubernur Kal-Tim,
Wahab Syahrani melarang jenis anggrek itu dibawa keluar
daerahnya, kontan timbul reaksi kurang setuju.
"Larangan itu sungguh aneh", kata Dr Saroso Wirohardjo,
komisaris utama Petani Anggrek Jakarta kepada TEMPO. Yang
dimaksudkannya "aneh" adalah sikap Gubernur Kal-Tim seolah-olah
"anggrek untuk anggrek". Dan bukan "anggrek untuk rakyat", yakni
pengembangan anggrek untuk mengatrol pendapatan rakyat. Sedang
drs Sunarto Wiriokusumo, bekas Sekjen Perhimpunan Anggrek
Indonesia (PAI) menganggap larangan itu berarti langkah mundur.
"Kemajuan ilmiah bisa terhambat, dan Kal-Tim bisa terpencil
dalam peranggrekan nasional", katanya.
Keresahan gembong-gembong PAI itu bisa dimengerti, karena bulan
Maret tahun depan Jakarta akan menjadi tuan rumah Konggres
Anggrek Alam ASEAN II. Telah disepakati bahwa Indonesia akan
menonjolkan anggrek alam. Bukan anggrek hasil silangan yang
komersiil. Maksudnya untuk mengejar ketertinggalan Indonesia
dalam penelitian dan mutu anggrek, yang diperkirakan 20 tahun
terbelakang ketimbang Muangthai dan Singapura.
Dilarang Menteri
Larangan khusus untuk anggrek hitam itu seolah-olah jenis itu
hanya terdapat di Kal-Tim. Padahal menurut Datuk Majo Indo,
ketua PAI Padang, anggrek hitam terdapat pula di
Sumatera,Sulawesi dan di pulu Jawa. Jenis Grammotuphylum yang
terdapat di Sumatera misalnya, karena hitamnya dan cocok untuk
pernyataan belasungkawa sampai dinamakan "Ratap Tangis". Di luar
negeri jenis si Ratap Tangis itu berharga 100 dollar AS per
pohon. Sedang anggrek bulan raksasa (Phalaenopsis Cigantea) yang
juga terdapat di Kalimantan. di Eropa laku 100 dollar pula,
sementara Coelogyne Pandurata paling banter hanya laku 10
dollar. (Di Kalimantan anggrek hitam ini cuma dinilai Rp 1000
per pohon). Perlu diketahui, anggrek hitam yang jadi tenar itu
sebenarnya ada 125 jenis di dunia. 33 jenis tumbuh si Sumatera,
dan banyak pula yang tumbuh subur di Tiongkok, Himalaya,
Malaysia, Pilipina. Mikronesia sampai kepulauan Fiji. Begitu
keterangan Majo Indo dalam suatu ceramah di Balai Taman Anggrek
Slipi, bulan lalu.
Bicara soal perdagangan anggrek alam, sesungguhnya potensi
Indonesia cukup besar. Buktinya, "dari 100 surat pesanan yang
masuk, cuma tiga yang minta anggrek silangan (hybrida)", kata
Majo Indo. Tapi dewasa ini sulit meningkatkan ekspor anggrek
alam. karena terbentur pada larangan Menteri Pertanian Sutjipto
SH tanggal 27 Mei 1968. Larangan itu diperkuat lagi dengan SK
Menteri Pertanian Toyib Hadiwijaya 12 Juni tahun lalu.
Dispensasi hanya untuk kepentingan ilmiah dan harus seizin
Mentan sendiri. Walaupun sudah mendapat izin khusus, Majo Indo
berharap supaya larangan ekspor anggrek alam itu ditinjau
kembali. "Di seluruh dunia'katanya, "hanya Indonesia saja yang
melarang ekspor anggrek alam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini