SULAWESI, konon artinya "pulau besi". Dan memang mulai dari
soroako (TEMPO, 8 Mei) hingga ke Pomalaa di jazirah Sulawesi
Tenggara berbaris bukit yang mengandung bijih besi serta nikel.
Di Soroako, perusahaan Kanada PT Inco yang mengerjakannya. Di
Pomalaa perusahaan milik pemerintah PT Aneka Tambang. Untuk
sampai di Pomalaa banyak jalan bisa ditempuh. Dengan kapal
(oreship) dari Ujung Pandang 20 jam atau menyebrang dari Bajo E
Bone ke Pomalaa dennan tugboat 9 jam. Atau naik saja pesawat
Cessna dari Ujung Pandang ke Pomalaa cuma 1 jam dengan ongkos Rp
8000 per orang Sejak tahun 1963 PN (sekarang PT) Aneka Tambang
sudah mulai bekerja di daerah ini. Walaupun belum aman karena
masih dikuasai oleh gerombolan Kahar Muzakkar
Pedoman Nelayan
Tambang itu tidak lebih dari usaha pengerukan tanah bukit oleh
traktor diangkat ke truk lalu dibawa ke pelabuhan yang hanya 2
kilometer dari tambang. Tanah yang mengandung nikel itu
dikapalkan ke Jepang sejak tahun 1963 hingga 1972 ekspor bijih
nikel ini meningkat mulai dari 12 ribu ton menjadi 838 ribu ton
per tahun. Cadangan nikel berkadar tinggi ini cuma cukup untuk
masa 10 tahun saja dihitung sejak tahun 1970 "Selama itu kita
cuma menjual tanah air saja", kelakar ir Kosim Gandaatmadja.
Kepala Proyek Pembangunan Pabrik Ferronikel Pomalaa Karena
disadari persediaan bijih nikel berkadar tinggi sudah semakin
tipis hingga tidak lagi bisa laku kalau diekspor, maka dirasa
perlu untuk mendirikan pabrik peleburan bijih nikel sendiri
Usaha peleburan di Polamaa ini bukan yang pertama kalinya ada di
Sulawesi Selatan Tenggara. Penduduk Soroako sudah berpengalaman
memasak batu untuk mendapatkan besi. Dari Sulawesi Tenggara, OBM
(Oost Borneo Maatschapij) sampai PD II sudah mengekspor bijih
nikel dari Tanjung Pakar (di selatan Pomalaa) sebanyak 150 ribu
ton. Selama pendudukan Jepang, Jepang juga mendirikan pabrik
peleburan bijih nikel menjadi nikkel matte (senyawa nikel dengan
belerang). Runtuhan pabriknya masih ada sampai sekarang, tidak
jauh dari pabrik peleburan nikel yang baru didirikan. Cerobong
asap "Jepang" yang masih utuh berdiri, "menjadi pedoman bagi
nelayan bahwa mereka sudah dekat ke Pomalaa". ujar seorang
pimpinan pabrik peleburan Aneka Tambang.
"Itu Urusan Pusat"
Pabrik peleburan yang baru dibangun akhir 1973 dan selesai akhir
tahun lalu. Dianggap selesai pada saat tanur listrik berkekuatan
20 Mega Watt dihidupkan akhir Nopember lalu. Pembangkit tenaga
listriknya berkapasitas 5 kali 5800 KW. Sejak tanur dinyalakan,
api tidak boleh padam dan harus menyala terus 24 jam sehari.
Akhir Januari lalu lahirlah campuran nikel-besi buatan Indonesia
yang pertama. Setelah dites sejak 14 April lalu pabrik mulai
beroperasi secara komersiil dengan kapasitas 4000 ton nikel
setahun. Karena upacara pembukaan diperkirakan akan makan uang
banyak, sampai saat ini pabrik milik pemerintah itu belum dibuka
secara resmi.
Konon hingga sekarang ini belum satu gram nikel buatan pabrik
itu yang terjual, karena belum diperoleh kesepakatan harga
dengan calon pembelinya di Jepang. Berapa harga yang diminta
fihak sana'? Ir Kosim tidak bersedia menjawab. "Itu urusan
Pusat". Kesepakatan itu mungkin harus segera dicari. Sebab
selama satu tahun produksi, tanur listrik itu akan mampu melahap
250 ribu ton bijih nikel kering (8% nikel) dan menghasilkan 20
ribu ton ferro-nikel (20% nikel) yang mengandung 4 ribu ton
nikel. Dan itu harus bisa dijual, setidak-tidaknya untuk
menutupi ongkos produksi yang setahunnya membutuhkan 10 ribu ton
arang serta 22 ribu ton batu kapur. Belum lagi pembalngkit
tenaga listrik yang membutuhkan 70 juta liter solar setahun,
serta gaji karyawan pabrik sebanyak 630 orang. Di antaranya 20
konsultan Jepang.
Sayangnya "orang-orang Pusat" yang dihubungi TEMPO untuk
menanyakan berapa harga jual nikel Pomalaa, tidal mau memberi
jawaban. Yang mestinya mengetahui harga itu-- dan mengapa belum
ada kesepakatan harga dengan importir di Jepang -- tentunya
Direktur Pemasaran PT Aneka Tambang.
Departemen Pertambangan juga tidak dapat memberikan jawaban. Di
sana yang ada hanyalah perkembangan harga nikel, tapi bukan
harga jual nikel Pomalaa. Misalnya harga jual nikel yang
tercantum dalam kontrak Pacific Nickel yang US$ 2,29 per pound,
dan nikel PT Inco yang dijual dengan harga US$ 1,73 per pound.
Perbedaan harga jual itu, tentunya karena perbedaan kadar nikel
produksi kedua kontraktor itu. Sedang penerimaan pemerintah dari
kedua perusahaan asing itu (pungutan, royalties, pajak, dan
sebagainya) dihitung atas dasar harga nikel di pasaran dunia,
yakni US$ 2,29 per pound. Kalau begitu, apa lagi yang ditunggu
oleh PT Aneka Tambang?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini