Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Perusahaan Umum atau Perum Bulog Wahyu Suparyono akan mewarisi denda akibat keterlambatan pengembalian peti kemas atau demurrage. Mantan Direktur Utama PT Asabri ini menyiapkan sejumlah langkah untuk mengantisipasi agar kasus demurrage tak lagi terulang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya orang lama di pelabuhan, 20 tahun yang lalu saya orang pelabuhan. Jadi saya kira kalaupun kemarin terjadi demurrage betul, ya ke depan jangan sampai terjadi,” kata Wahyu saat ditemui Tempo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 12 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wahyu menjelaskan, cara-cara yang akan dia tempuh adalah memastikan komunikasi yang baik antara Bulog dan Badan Karantina Indonesia dan pengelola pelabuhan sebagai operator. Tak hanya merencanakan koordinasi dengan baik, dia menyebut data impor harus lengkap.
Wahyu mengatakan, Bulog juga akan memperhatikan pila kecepatan pengurusan dokumen. Pengurusan ini juga melihatkan Badan Karantina Indonesia untuk mengeluarkan izin exit permit. Ada ataupun tidak ada demurrage, dia mengatakan Bulog dan instansi terkait harus siap.
Di sisa periode yang tersisa, Wahyu telah menugaskan Suyamto untuk mempersiapkan impor beras. Impor itu harus dilakukan secara transparan dan sesuai aturan. Dia juga akan memastikan komunikasi dengan negara eksportir asal berlangsung lancar. “Mudah-mudahan tidak terjadi demurrage lagi. Kami minta doanya dan dukungan,” kata dia.
Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada KPK pada Rabu, 3 Juli 2024 atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan. Meski demikian, belum ada perkembangan lanjutan terkait penanganan kasus tersebut, karena penyelidikan yang dilakukan oleh KPK masih bersifat rahasia.
Dugaan kerugian demurrage senilai Rp 294,5 miliar muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda peti kemas di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian mencatat adanya sekitar 26.425 peti kemas yang masih tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Dari peti kemas tersebut, sebanyak 1.600 di antaranya diduga merupakan beras impor.