Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Apa Kata Dunia, Gus?

Negosiasi utang Indonesia dengan IMF dibuka kembali. Kompetensi tim ekonomi kabinet Gus Dur diragukan mampu mengatasi beban perekonomian.

24 Oktober 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tuan besar pemberi utang akan datang. Senin ini, tim Dana Moneter Internasional (IMF) yang dipimpin Wakil Direktur Pelaksana Stanley Fischer akan mendarat di Jakarta. Mereka akan mengkaji ulang pelbagai target ekonomi makro bersama tim ekonomi pemerintah yang baru di bawah pimpinan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri Kwik Kian Gie. Pembicaraan ini akan menjadi salah satu tahap paling penting bagi pemerintahan Gus Dur. Pertemuan ini akan menjawab pelbagai tanda tanya, misalnya apakah IMF akan kembali mencairkan pinjaman. Apakah IMF tetap membeking penyehatan perekonomian Indonesia dengan paket pinjaman US$ 45 miliar? Sejak September lalu, lembaga donor ini ngambek, menghentikan pinjaman gara-gara pemerintahan Habibie dinilai tak serius membongkar kasus Bank Bali. Kembalinya IMF, kalau benar, bukan cuma akan menghela gerbong pinjaman lembaga multilateral seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Lebih dari itu, kembalinya dokter ekonomi Indonesia itu bisa menjadi peluit start bagi balapan masuknya investasi asing ke Jakarta. "Para pemodal pasti menunggu sampai IMF benar-benar mencairkan pinjaman," kata seorang dealer bank asing di Jakarta. Masuknya dana asing, entah pinjaman ataupun setoran modal, merupakan kunci pemulihan ekonomi. Aliran duit ini bukan cuma menambal kekurangan anggaran pemerintah, tapi juga menutup kelangkaan modal yang kini menjerat laju perekonomian. Sejak ratusan perusahaan swasta menghentikan cicilan utang dua tahun lalu, tak ada lagi pinjaman komersial yang mengalir ke Indonesia. Singkat kata, dari sudut pandang mana pun, kedatangan Fischer pada Senin ini patut disambut dengan tangan terbuka. Tapi, apa mau dikata, bukannya karpet merah yang digelar, tamu agung itu justru disuguhi sejumlah adegan goro-goro. Yang pertama menyangkut soal gosip gusur-menggusur Ketua BPPN, Glenn Yusuf (baca halaman 76). Ketua MPR Amien Rais bahkan sempat memaki Duta Besar Amerika Serikat di Jakarta yang dinilai terlalu banyak mencampuri urusan dapur Indonesia. Gesekan goro-goro makin panas karena Presiden Dur merencanakan kunjungan kenegaraan ke Cina, India, dan Israel. Oleh sebagian ekonom dan pengamat pasar uang, rencana ini bisa jadi sinyal bahwa Jakarta ingin mengalihkan kiblat dari Barat ke Asia. "Ini jelas menampar AS," kata ekonom Martin Panggabean. Sebagai pemegang saham IMF yang terbesar, AS bisa saja memakai dua tamparan ini sebagai alasan mengevaluasi pinjamannya ke Indonesia. Selain gesekan dengan Amerika, goro-goro yang lain adalah gesekan antarmenteri di kabinet Gus Dur. Sejak jajaran kabinet diumumkan Selasa lalu, ternyata begitu banyak masalah yang bisa digali agar sampai pada kesimpulan bahwa tim ekonomi kabinet Gus Dur tidak kompeten sekaligus kurang kredibel. Memang betul, kabinet yang dinilai membawa semangat reformasi itu mendapat pujian para pengelola dana investasi asing, setidaknya untuk sementara. "Saya benci memakai frasa ini: optimistis tapi waspada," kata Chong Yoon Chou, Direktur Aberdeen Assets Management Asia, sebuah lembaga pengelola dana investasi di Singapura. Maksud Chong, dalam jangka menengah sampai panjang, kabinet ini menjanjikan peluang investasi yang menarik. Tapi, "Namanya juga Indonesia, risikonya juga besar." Kepala Riset Perbankan Asia di kantor Lehman Brothers Jepang, Robert Zielinski, malah yakin, di bawah kabinet Gus Dur, reformasi perbankan akan makin laju. "Indonesia bakal mengejutkan investor dengan pertumbuhan yang cepat karena memiliki pemimpin yang berasal dari rakyat," katanya seperti dikutip Reuters. Persoalannya, hujan pujian itu tak tercermin dalam aksi investor di pasar modal. Indeks harga saham gabungan (IHSG), cermin jatuh-bangunnya harga saham di bursa Jakarta, malah terus merayap turun sejak kabinet diumumkan sampai pasar ditutup, Jumat akhir pekan lalu. Penurunan IHSG ini mengejutkan justru karena harga saham di pasar modal lain di seluruh dunia menanjak mengikuti gerak naik Wall Street. Di pasar keuangan, ceritanya sama saja. Nilai tukar rupiah hampir tak beranjak dari Rp 6.700 sampai Rp 6.900 per dolar. Menurut sejumlah dealer, para pemain pasar keuangan tak mau mengambil posisi sampai tim ekonomi Gus Dur menunjukkan visi dan wawasannya. Celakanya, visi dan wawasan yang ditunggu-tunggu ini justru jungkir-balik tak keruan. Pagi-pagi, Menteri Kwik sudah bentrok dengan koleganya, Menteri Keuangan Bambang Sudibyo. Menurut Kwik, ancaman defisit anggaran sudah sampai lampu merah. Bahkan, untuk membayar belanja rutin saja (gaji pegawai negeri, subsidi listrik dan bahan bakar), pemerintah tak cukup punya duit. Karena itu, menurut Kwik, untuk menyelamatkan keuangan negara, injeksi pinjaman luar negeri tak bisa ditawar. Keterangan ini, anehnya, dibantah Menteri Bambang. "Pernyataan Kwik dilebih-lebihkan," katanya tanpa tedeng aling-aling. Menurut guru besar akuntan dari Universitas Gadjah Mada itu, sampai hari ini penerimaan negara sudah mencapai 64 persen dari target anggaran, sedangkan pengeluaran baru menghabiskan 48 persen. Karena itu, duit negara masih berlebih Rp 17,5 triliun. Tanpa pencairan bantuan internasional pun, kata Bambang, gaji pegawai negeri yang besarnya Rp 3 triliun sampai Rp 4 triliun sebulan itu bisa terbayar. Artinya, "Anggaran kita aman." Pertikaian ini diramaikan silang pendapat di antara para ahli. Beberapa ekonom sepakat bahwa gambaran kegentingan yang dipaparkan Kwik tak didukung data akurat. Tapi, ekonom muda Universitas Indonesia, Mohamad Ikhsan, dan ekonom UGM, Tony Prasetyantono, justru melihat sebaliknya. Mereka yakin, anggaran rutin kita tidak aman karena ada beberapa pos subsidi yang belum kita bayar. Artinya, "Anggaran tampaknya surplus padahal sebetulnya minus," kata Tony. Siapa pun yang benar, silang pendapat seperti itu justru menegaskan kekhawatiran orang bahwa tim ekonomi Gus Dur tak punya dirigen. Kwik, kendati kritiknya dikenal tajam, dinilai tak punya cukup pengalaman memimpin tim ekonomi. "Bagi Kwik, lebih gampang mengkritik keputusan orang lain ketimbang membuat keputusan sendiri," kata Eugene Galbraith, konsultan investasi Asia Timur dan Tenggara yang pernah puluhan tahun buka praktek di Indonesia. Sebaliknya Bambang, profesor akuntan UGM ini malah tak terdengar prestasinya kecuali sebagai teman dekat Ketua MPR Amien Rais. Bambang memang disebut-sebut sebagai penggagas poros tengah (kekuatan utama yang melahirkan Gus Dur menjadi presiden), tapi catatan ini pun tak mendongkrak reputasinya. Jangankan di lingkungan lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia (tempat Bambang akan banyak berurusan kelak), dalam lingkup keuangan nasinal pun ia tidak dikenal. Sementara itu, Jusuf Kalla, pengusaha multibisnis Sulawesi Selatan yang menempati pos penting sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian, dinilai terpilih hanya karena asas bagi-bagi kursi. Jusuf, yang punya beban utang Rp 1,3 triliun di Bank Bapindo (kini Bank Mandiri), masuk jajaran kabinet lantaran Gus Dur ingin mengakomodasi pentolan Indonesia Timur sekaligus memenuhi lobi partai Golkar. Repotnya lagi, tak satu pun dari ketiga sokoguru tim ekonomi ini dekat dengan Gus Dur. Ketiganya berasal dari "partai" lain. Jadi, siapa yang akan membisiki Gus Dur untuk mengambil keputusan penting mengenai perekonomian? Jawabannya bukan dari ketiga kubu itu, tapi justru dari Dewan Ekonomi Nasional (DEN), sebuah lembaga khusus yang digagas Gus Dur untuk memberi masukan mengenai perekonomian. Persoalannya, apakah dewan ini cukup kredibel sebagai pusat pemikiran ekonomi. Entahlah. Yusuf Faishal, satu-satunya "pegawai" DEN saat ini, adalah lulusan Institut Pertanian Bogor yang melanjutkan sekolah di bidang ekonomi pertanian. Sebagaimana Bambang, Yusuf tak pernah terdengar di panggung perekonomian nasional, apalagi internasional. Bedanya, Bambang berkecimpung di bidang akademis, sedangkan Yusuf berbisnis kebun kelapa sawit. Memang betul, dewan ampuh ini akan merekrut tujuh orang ekonom lain yang disaring dari 25 kandidat. Namun, di antara ke-25 kandidat yang kini dikantongi Gus Dur itu, bukan cuma terdapat nama beken seperti Sri Mulyani dan Anggito Abimanyu, tapi juga nama yang diemohi pasar seperti Subiakto Tjakrawerdaya. Ketidakjelasan personel DEN membuat sebagian analis pasar modal khawatir, lembaga ini cuma menjadi mata kedua Gus Dur untuk meneropong kinerja tim ekonomi. "Saya akan mengawasi Kwik," kata Yusuf (lihat wawancara hlm. 73). Kalau benar begitu, kesan bahwa para anggota kabinet tak saling percaya rasanya tak terlampau keliru. Salah satu bukti lain yang bisa memberi petunjuk ke arah itu adalah usul DEN kepada Gus Dur agar membentuk jabatan deputi menteri. Menurut Yusuf, jabatan baru ini diperlukan untuk membeking kemampuan para menteri yang lemah di bidangnya. Diharapkan, orang-orang di posisi itu dipilih berdasarkan profesionalisme. "Jadi, bukan hasil kompromi politik seperti menteri," katanya. Dengan kata lain, Yusuf mengakui sejumlah anggota kabinet tak layak duduk di tempatnya. Agaknya, seperti kata orang, kabinet campursari membutuhkan bahan perekat superkuat. Semula, orang berharap, Gus Dur mampu menjadi katalisator dengan menularkan rasa saling percaya. Tapi, kalau sampai Presiden Gus Dur sendiri tak bisa mempercayai pembantunya, apa kata dunia? Dwi Setyo, Mardiyah Chamim, Iwan Setiawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus