Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – PT Kereta Api Indonesia (Persero) meraup untung dari kenaikan volume angkutan penumpang dan barang. Pada semester I 2022, PT KAI mencatatkan laba sebesar Rp 740 miliar. Nilainya tumbuh hingga 254 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Utama KAI, Didiek Hartantyo, menuturkan laba tersebut ditopang oleh pendapatan yang mencapai Rp 11,7 triliun. Nilainya tumbuh 58 persen secara tahunan atau naik dari Rp 7,4 triliun pada semester I 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perolehan ini tak terlepas dari dampak penurunan angka kasus Covid-19. "KAI mulai mencatatkan hasil yang positif seiring dengan pulihnya kondisi perekonomian nasional yang salah satunya ditandai dengan pertumbuhan pasar transportasi publik, setelah dibukanya berbagai pembatasan mobilitas yang dilakukan pemerintah," kata Didiek, kemarin.
Itu sebabnya, pelanggan kereta api bisa mencapai 119,8 juta orang selama semester I 2022. Jumlahnya naik 42 persen secara tahunan dari 84,1 juta pelanggan. Berkat tingginya jumlah penumpang tersebut, KAI mampu mengantongi pendapatan sebesar Rp 2,8 triliun atau naik hingga 154 persen dibanding capaian pada semester I 2021 yang hanya Rp 1,1 triliun. Penumpang kelas ekonomi menjadi kontributor utama dengan total pendapatan dari sektor ini mencapai Rp 1,4 triliun.
Namun pendapatan terbesar KAI disumbang oleh angkutan barang. Lini bisnis ini menghasilkan pendapatan hingga Rp 4,2 triliun. Dibanding periode yang sama pada tahun lalu, nilainya naik 27 persen dari Rp 3,4 triliun. Secara volume, perusahaan mencatatkan kenaikan pengangkutan 15 persen dari 23,3 juta ton menjadi 26,7 juta ton.
Didiek menuturkan kinerja positif tahun ini juga buah dari upaya pengelolaan biaya operasional perusahaan. "Efisiensi KAI antara lain dilakukan dengan menurunkan biaya melalui restrukturisasi pinjaman dengan cara rescheduling pembayaran atau renegosiasi tarif bunga," kata dia. KAI juga memprioritaskan investasi untuk meningkatkan produktivitas angkutan pada masa depan.
Dari pengelolaan tersebut, KAI memiliki kas operasional senilai Rp 592 miliar di semester pertama 2022. Jumlahnya tumbuh 132 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu, yang minus Rp 1,8 triliun.
Kereta kargo di Stasiun Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 3 Oktober 2021. TEMPO/Prima Mulia
Ditopang Bisnis Batu Bara
Bisnis angkutan barang KAI ditopang oleh bisnis pertambangan batu bara. Merujuk pada laporan keuangan perusahaan, pendapatan terbesar angkutan barang berasal dari angkutan batu bara. KAI memperoleh Rp 3,5 triliun dari layanan tersebut. Pada semester I 2021, angkutan batu bara juga mendominasi pendapatan angkutan barang dengan total perolehan Rp 2,7 triliun dari total pendapatan angkutan barang yang mencapai Rp 3,4 triliun.
VP Public Relations KAI, Joni Martinus, menuturkan perusahaan terus berinvestasi untuk pengembangan angkutan batu bara. Pada 14 Juli lalu, KAI menerbitkan obligasi dan sukuk dengan skema penawaran umum berkelanjutan untuk membenahi prasarana di Sumatera bagian selatan. Perusahaan memperbarui sistem persinyalan, membangun jalur ganda untuk menambah kapasitas lintas, serta pengembangan stasiun muat dan bongkar.
Melihat prospek bisnis ini, Joni menuturkan, ke depan, perusahaan bakal memperluas layanan. "KAI akan terus mencari mitra batu bara swasta baru yang akan menggunakan kereta api untuk pendistribusian angkutan barang," tuturnya.
Tahun ini, jumlah permintaan terhadap batu bara cenderung meningkat. Salah satunya karena permintaan dari sejumlah negara di Eropa. Mereka menolak impor batu bara dari Rusia sebagai sanksi atas invasi negara tersebut ke Ukraina.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, menuturkan saat ini negara-negara Eropa memang tengah menyasar pasar batu bara baru seperti di Indonesia, Australia, dan Afrika untuk mengganti pasokan energi Rusia. Tahun ini, permintaan diproyeksikan sulit diakomodasi penambang di dalam negeri. "Ada keterbatasan kemampuan produksi dan hambatan cuaca," tuturnya. Namun, ke depan, langkah Eropa bisa menjadi peluang bisnis baru.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo