Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mencari Jurus Jitu Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah

Bank Indonesia diminta segera menggencarkan upaya penstabilan nilai tukar rupiah. Salah satu cara yang disarankan adalah menarik devisa yang tersimpan di luar negeri.

28 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana di tempat penukaran uang Dolarindo, Jakarta, 27 Juli 2022. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTANilai tukar rupiah masih terus melemah mendekati pengujung tahun ini. Merujuk pada Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, kemarin, kurs rupiah berada di level 15.573 per dolar Amerika Serikat. Jika dilihat sejak awal tahun, pelemahan nilai tukar rupiah ini telah mencapai 9 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah Redjalam, menyatakan perlu ada jurus jitu dari bank sentral untuk memastikan rupiah kembali berbalik menguat dan terjaga stabilitasnya. “Kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral tidak bisa membuat rupiah menguat, tapi setidaknya bisa menahan agar depresiasinya tidak terlalu dalam,” ujarnya kepada Tempo, kemarin, 27 Oktober 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuan 7-days reverse repo rate secara agresif dalam tiga bulan terakhir dengan kenaikan 125 basis poin. Suku bunga acuan Bank Indonesia kini berada di level 4,75 persen.

Piter mengatakan, selama masih ada ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed), tekanan terharap kurs rupiah masih akan besar. Dia memprediksi kondisi ini tak terhindarkan dan masih akan berlangsung hingga akhir tahun ini dan awal 2023. “Rupiah berpotensi menguat ketika The Fed mulai berhenti menaikkan suku bunganya.”

Bank Indonesia dinilai perlu bertindak lebih agresif untuk menahan pelemahan rupiah dengan melakukan intervensi di pasar. “Namun intervensi harus dilakukan secara terukur agar tidak menguras cadangan devisa,” kata Piter. Terlebih, total cadangan devisa Indonesia saat ini terpantau terus menurun. Pada September 2022, posisi cadangan devisa mencapai US$ 130,8 miliar atau anjlok US$ 1,4 miliar dibanding Agustus 2022 yang sebesar US$ 132,2 miliar.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan kebijakan stabilisasi nilai tukar lainnya yang bisa ditempuh bank sentral adalah mengatur lalu lintas devisa dengan ketat. Bank Indonesia juga bisa mewajibkan eksportir untuk menukar dolar yang mereka peroleh ke dalam rupiah. Langkah ini diyakini bakal efektif menambah suplai dolar serta mendorong penguatan rupiah.

Penukaran mata uang Dolar Amerika di Jakarta, 25 Agustus 2021. Tempo/Tony Hartawan

“Motor utama penguatan rupiah berasal dari surplus perdagangan karena booming harga komoditas. Sekarang pertanyaannya, surplus perdagangan yang besar itu disimpan di mana,” ucap Bhima. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, surplus neraca perdagangan pada periode Januari-September 2022 telah mencapai US$ 39,87 miliar atau tumbuh 58,83 persen.

Jika ingin menambah suplai dolar, Bhima menjelaskan, devisa hasil ekspor yang sekarang disimpan di luar negeri harus segera ditarik pulang, sebagaimana kebijakan pengaturan devisa yang diterapkan Thailand. Pelaku usaha ekspor di Thailand diwajibkan untuk menahan devisa hasil ekspornya di dalam negeri selama 6-9 bulan.

”Kita sudah tidak bisa lagi menganut rezim devisa bebas karena ini membuat lalu lintas devisa sangat rentan.” Adapun pendapatan devisa hasil ekspor kebanyakan disimpan di perbankan asing di luar negeri, khususnya di negara-negara maju dan safe haven yang menawarkan tingkat bunga lebih tinggi.

Suplai valas yang terbatas itu diakui oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti. “Likuiditas valas terbatas, padahal surplus neraca perdagangan kita besar. Ini memang agak berbeda dengan periode-periode yang lalu,” ujar Destry.

Berdasarkan catatan Bank Indonesia, pada September 2022, pertumbuhan kredit valas melonjak hingga 18,1 persen, sedangkan pertumbuhan penghimpunan dana pihak ketiga valas hanya sebesar 8,4 persen.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menambahkan, bank sentral akan terus melakukan intervensi di pasar valas guna memastikan nilai tukar tetap stabil. “Kami ingin kurs rupiah terjaga untuk mendukung pemulihan ekonomi, mengendalikan inflasi, dan mempertahankan daya beli,” kata Perry.

Upaya intervensi yang dilakukan Bank Indonesia itu dilakukan melalui transaksi spot, domestic non-deliverable forward (DNDF), serta pembelian atau penjualan surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder. “Kami melakukan pembelian dan penjualan SBN, sehingga imbal hasil SBN kita tetap menarik bagi investor luar negeri, tapi tanpa membebani biaya fiskal pemerintah,” kata Perry.

GHOIDA RAHMAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus