Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBULAN lagi pelaku usaha akan sibuk menutup buku 2015. Tahun yang tadinya menjadi tumpuan harapan, seiring dengan pemerintahan yang baru berjalan, ternyata beralih menjadi suram dan jauh dari ekspektasi. Target pertumbuhan terpaksa dikoreksi. Rupiah dan indeks harga saham gabungan, yang awal tahun bertengger di level 12.500 per dolar Amerika Serikat dan 5.200 poin, tumbang sepanjang tahun dan sekarang berada di tingkat 13.600 per dolar dan 4.500 poin.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang lesu, kalangan bisnis terpaksa menurunkan proyeksi pendapatan mereka. Efisiensi dijalankan dengan menebas biaya operasi, termasuk perampingan jumlah pegawai. Masalahnya, penurunan biaya agaknya tak sanggup mengejar turunnya pendapatan. Akibatnya: tingkat keuntungan di hampir semua sektor usaha menipis.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah ekonomi kita sudah mencapai titik terendah, sehingga pemulihan dapat kita alami pada 2016. Di berbagai seminar ekonomi yang digelar akhir tahun ini, para ahli mengaku sulit memproyeksikan kondisi ekonomi tahun depan. Skenario yang optimistis pun meramalkan kelesuan akan berlanjut sepanjang semester pertama 2016. Pemulihan baru akan terasa setelah tengah tahun. Semua merasa tingkat volatilitas atau ketidakpastian masih terlalu tinggi.
Akhir tahun adalah waktu ketika permintaan dolar Amerika cenderung meningkat. Pembayaran bunga dan cicilan utang luar negeri cukup tinggi, sedangkan transaksi ekspor melambat. Ditambah lagi dengan sinyal Federal Reserve (bank sentral Amerika Serikat) yang akan menaikkan bunga dolar pada Desember ini, ketidakpastian itu semakin tinggi. Arus balik modal dari negara berkembang akan lebih besar, dan rupiah bisa semakin tertekan. Tak mengherankan bila banyak ekonom memprediksi rupiah kembali berada di kisaran 14 ribu per dolar Amerika.
Lalu bagaimana pandangan pemerintah untuk 2016? Yang menarik kali ini adalah asumsi beberapa indikator ekonomi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 yang terlihat lebih realistis dibanding yang diumumkan Agustus lalu. Pertumbuhan ekonomi dipatok di tingkat 5,3 persen, nilai rata-rata rupiah 13.900 per dolar, dan inflasi di tingkat 4,7 persen, atau sedikit di bawah perkiraan 5,0 persen pada akhir 2015.
Yang justru dikhawatirkan banyak pihak dari APBN 2016 adalah target pendapatan pajak yang tetap tinggi, padahal ekonomi belum sepenuhnya pulih. Belanja negara diproyeksikan Rp 1.823 triliun. Tapi, karena pendapatannya tak mampu menutupi, akan timbul defisit anggaran sebesar 2,15 persen dari produk domestik bruto.
Untuk membiayainya, pemerintah akan berutang Rp 505 triliun dengan menerbitkan obligasi. Dan, agar tidak terlalu banyak mengambil porsi pasar obligasi swasta, porsi obligasi pemerintah dalam valuta asing akan ditingkatkan, dari 24 persen saat ini ke 30 persen.
Pasar memang masih belum menentu. Tapi beberapa tanda positif mulai menampilkan diri. Yang pertama adalah perbaikan pertumbuhan ekonomi di Cina, yaitu pasar utama ekspor kita. Ada tren perbaikan harga crude palm oil secara perlahan. Kenaikan belanja negara pada kuartal ketiga sebesar 6,56 persen dari waktu yang sama tahun lalu juga membantu. Angka penjualan semen naik 3,2 persen dari kuartal sebelumnya yang sempat menciut. Belanja pemerintah ini pula yang sedikit mengangkat pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga ke 4,73 persen, sedikit di atas 4,67 persen pada kuartal sebelumnya.
Untuk mendorong prospek dan kinerja ekonomi 2016, pemerintah sudah menerbitkan enam paket deregulasi berturut-turut. Pergantian komposisi kabinet yang kedua juga dinantikan. Jika Presiden Joko Widodo memilih orang yang tepat, bukan tak mungkin ekonomi akan membaik lebih cepat daripada semester kedua.
Manggi Habir Kontributor Tempo
KURS
Rp per US$
Pekan sebelumnya 13.564
13.597 Penutupan 12 November 2015
IHSG
Pekan sebelumnya 4.567
4.462 Penutupan 12 November 2015
INFLASI
Bulan sebelumnya 6,83%
6,25%
Oktober 2015 YoY
BI RATE
Bulan sebelumnya 7,5%
7,5%
CADANGAN DEVISA
30 September 2015
US$ 101,7 miliar
US$ miliar 100,7 30 Oktober 2015
Pertumbuhan PDB
2014 5,0%
5,1% Target 2015
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo