Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Aspindo: Sejak PSBB, Penjualan Sepeda Naik Empat Kali Lipat

Para produsen sepeda mendulang untung seiring peningkatan tren penggunaan sepeda oleh masyarakat yang pergerakannya dibatasi semasa pandemi Covid-19.

1 Juli 2020 | 03.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah warga mengisi hari libur dengan olahraga bersepeda di Jalan Ahmad Yani, Bekasi, Jawa Barat, Minggu, 23 Juni 2020. ANTARA FOTO/Suwandy

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta – Para produsen sepeda mendulang untung seiring peningkatan tren penggunaan sepeda oleh masyarakat yang pergerakannya dibatasi semasa pandemi Covid-19. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Sepeda Indonesia (Apsindo), Eko Wibowo, mengatakan penjualan dalam setahun umumnya hanya meningkat sesuai Lebaran dan libur sekolah, berkisar 2-2,5 kali lipat dari periode reguler.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Siklusnya begitu, tapi sejak pembatasan berskala besar pada April lalu, lonjakan sampai hampir empat kali lipat,” ucapnya kepada Tempo, Selasa 30 Juni 2020. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lonjakan tersebut dirasakan semua pabrikan lokal maupun importir, salah satunya oleh penjual merk sepeda Pacific dan merk Element yang merupakan anggota aktif Apsindo. Dari tinjauan pasar pada tahun lalu, kata Eko, pasar pembelian sepeda dalam negeri hanya berkisar 5-7 juta unit per tahun. “Itu pasar eksisting, nah sekarang kami sulit mendata berapa banyak pasar pemula yang muncul karena ini di luar dugaan.”

Menurut dia, produk sepeda lipat kini diminati 60 persen pangsa pasar, diikuti 30 persen pangsa pembeli sepeda gunung atau mountain bike (MTB), dan sisanya pada produk city bike dan sepeda anak-anak. Pit lipat digandrungi lantaran mudah disimpan dan bisa dipakai semua kalangan, sementara MTB lebih cenderung dibeli oleh kalangan remaja dan untuk keperluan olahraga dewasa. 

“Tapi saat liburan sekolah market share terbesar justru sepeda anak, karena dibeli orang tua untuk keperluan leisure bagi anak.”

Meski begitu, sebagian besar produsen kini hanya menghabiskan stok gudang tanpa daya produksi baru yang besar. Kemampuan produksi lokal hanya sebatas mengelas dan merangkai suku cadang.

“Item produksi lokal sangat sedikit, misalnya ban, sementara group set dan velg masih kita impor,” tutur Eko. Impor suku cadang itu kini terhambat oleh persaingan pasar global, akibat peningkatan tren sepeda di beberapa negara besar, seperti Cina dan Amerika.  

Ketua Asosiasi Industri Persepedaan Indonesia (AIPI), Rudiyono, mengatakan tren pembelian masih dikuasai sepeda impor, ketimbang produksi lokal. Dalam setahun, Indonesia bisa mengimpor 6-7 juta unit sepeda, sementara yang diproduksi lokal hanya 2-2,5 juta unit. “Pemasarannya empat banding satu, produk luar datang dalam bentuk jadi (completely built up/CBU) harganya cenderung lebih murah,”

Dia tak bisa memperkirakan hingga kapan tren lonjakan akan bertahan. Namun, lebih dari 90 persen pemakaian masih akan tetap untuk kebutuhan hiburan dan olahraga, ketimbang transportasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus