Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Aturan Janggal Televisi Digital

Kementerian Komunikasi kembali menerbitkan aturan televisi digital. Tidak adil kepada stasiun televisi lokal.

20 Januari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AMIR Effendi Siregar hanya bisa geleng-geleng saat membaca aturan baru televisi digital yang diterbitkan Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring pada 23 Desember lalu. Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media ini berusaha keras mencari sesuatu yang baru dalam Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi secara Digital dan Penyiaran Multipleksing Melalui Sistem Terestrial.

Setelah berkali-kali membaca, dia menyimpulkan substansi aturan baru itu tak jauh berbeda dengan aturan serupa yang dibatalkan Mahkamah Agung pada pertengahan 2012. "Sepertinya ini akal-akalan saja," kata Amir kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Dalam aturan barunya, Kementerian Komunikasi menghapus Lembaga Penyiaran Swasta Penyelenggara Penyiaran Multipleksing (LPPPM) dan Lembaga Penyiaran Penyelenggara Program Siaran (LPPPS) serta menghapus istilah zona. Namun rupanya itu hanya perubahan istilah. LPPPM diubah menjadi Lembaga Penyiaran Swasta (LPS), yang menyelenggarakan penyiaran multiplexing.

Menurut Amir, dalam pasal 25 aturan baru disebutkan bahwa LPS yang ditetapkan sebagai LPPPM di peraturan menteri yang lama tetap diakui. Ini bermasalah karena aturan soal lembaga itu sudah dibatalkan. "Bagaimana mungkin produk dari aturan yang dihapus masih diakui," ujarnya. "Ini seperti melegitimasi kepentingan pemenang seleksi."

Bau tak sedap tercium setelah pengumuman hasil seleksi LPPPM di sejumlah zona pada pertengahan 2012. Stasiun televisi milik kelompok usaha besar selalu jadi pemenang seleksi. Misalnya, zona 4 Jakarta dan Banten dimenangi Metro TV, SCTV, TV One, Trans TV, dan Banten Sinar Dunia Televisi.

Banten Sinar menjadi satu-satunya stasiun TV lokal yang terpilih menjadi pemenang. Prestasi televisi milik Grup Lippo itu juga luar biasa karena izin penyelenggaraan penyiaran tetap diperoleh Banten Sinar hanya dalam waktu dua bulan—tercepat sepanjang sejarah. Stasiun televisi ini bersiaran dari Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, Banten.

Seleksi di zona Jawa Timur dimenangi ANTV, Global TV, Metro TV, SCTV, dan Trans TV. Semua stasiun ini tidak memiliki izin penyelenggaraan penyiaran tetap. Komisi Penyiaran Indonesia wilayah ini menolak menerbitkan izin penyelenggaraan penyiaran tetap bagi stasiun televisi yang tak memiliki program khusus daerah Jawa Timur.

Juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Gatot S. Dewabroto, membenarkan adanya sanggahan setelah proses seleksi. "Tapi mereka memutuskan untuk tidak membawa ke pengadilan," katanya.

Dia menegaskan, seleksi LPS yang menyelenggarakan penyiaran multiplexing tetap akan dilanjutkan. "Putusan Mahkamah Agung bersifat retroaktif," ujar Gatot. "Seleksi yang sudah berlangsung tetap berlaku."

Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia telah menyampaikan potensi munculnya monopoli dalam aturan baru itu. Menurut Ketua Umum Asosiasi Bambang Santoso, saat ini terbuka peluang bagi pemenang seleksi buat menguasai frekuensi digital untuk kepentingan sendiri, dan tak ada jaminan 12 saluran yang dimiliki pemenang seleksi bakal dibagikan kepada LPS lain. Sebab, pasal 11 menyebutkan LPS analog harus bekerja sama dengan LPS yang menyelenggarakan multiplexing. "Kerja sama bukan kewajiban," katanya.

Wakil Ketua Asosiasi Televisi Lokal Indonesia Agung Dharmajaya menuding aturan baru tidak adil. Sebab, posisi tawar yang diberikan kepada stasiun televisi lokal sangat lemah. "Kami tidak menutup diri dari kemajuan TV digital, tapi tolong adil bagi semua pelaku industri penyiaran," ujarnya.

Gatot S. Dewabroto menegaskan, aturan baru itu telah melaksanakan petunjuk yang digariskan Mahkamah Agung. Salah satunya, tidak ada lagi pasal soal waktu mematikan siaran analog—analog switch off (ASO)—untuk migrasi ke digital. "ASO bukannya tak akan terjadi, tapi kami tak menentukan waktunya," katanya.

Amandra Mustika Megarani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus