Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Babak-Belur Bangka Belitung

2 September 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Masyarakat Provinsi Bangka Belitung senang menyebut daerahnya dengan sebutan Babel. Tetapi, buat aktivis lingkungan, Babel punya makna lain: babak-belur. Jika dikaitkan dengan persoalan lingkungan, pemaknaan itu memang pas. Bumi Bangka Belitung benar-benar babak-belur akibat penambangan timah secara tak terkendali. Lubang-lubang besar dengan air keruh di dalamnya?dikenal dengan istilah kolong?serta gundukan tanah yang lebih menyerupai bukit gundul dan tandus menyebar di mana-mana. Di setiap desa di Bangka Belitung, pemandangan seperti itu bisa dijumpai. Reklamasi (pengurukan) dan revegetasi (penanaman pohon), yang mestinya dilakukan begitu kolong-kolong itu selesai dikeruk pasir timahnya, nyaris tidak pernah dilakukan. Apalagi di areal tambang liar yang?atas restu Bupati Bangka Belitung?tiga tahun belakangan ini menjamur di Bangka Belitung. Maraknya tambang timah liar, yang dalam tiga tahun terakhir jumlahnya mencapai 4.350 unit, dituding memberikan kontribusi besar terhadap kerusakan bumi Bangka Belitung. Boleh jadi tudingan ini benar. Sebab, jika rata-rata satu unit tambang liar menggali dua lubang, berarti ada 8.700 kolong. Itu belum ditambah kolong hasil galian PT Tambang Timah dan PT Kobatin. Peran dua perusahaan legal itu terhadap kerusakan lingkungan juga tidak sedikit. Menurut bekas Kepala Bagian Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Bangka, Yan Megawandi, jumlah eks tambang yang direklamasi dan direvegetasi oleh PT Timah dan Kobatin tidak banyak. Celakanya, eks tambang yang sudah direklamasi dan direvegetasi itu pun digali kembali oleh para penambang liar. Akibatnya, pepohonan yang sudah ditanam mati. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan penambangan timah tidak hanya terjadi di wilayah daratan. Lautan pun kena getahnya. Menurut pemerhati lingkungan Eka Mulya Putra, banyak daerah pantai di Bangka Belitung sudah mengalami abrasi karena banyaknya lubang di dasar laut akibat penambangan lepas pantai. "Selain itu, terumbu karang juga banyak yang rusak," katanya. Parahnya kondisi lingkungan membuat pemerintah Provinsi Bangka Belitung menjadikan persoalan ini sebagai prioritas kerja. Pejabat Gubernur Bangka Belitung, Amur Muchsim, menyatakan masalah lingkungan ini akan ditangani secara bertahap. Bukan apa-apa, karena hal itu berkait dengan ribuan kolong liar yang menghidupi 14,5 persen penduduk Bangka Belitung. Selain itu, biaya yang diperlukan untuk memperbaiki lingkungan juga sangat besar. "Jika seluruh aset Timah dijual pun masih belum cukup untuk memperbaiki lingkungan yang sudah sangat parah itu," katanya. Timah dan Kobatin sendiri setiap tahun menganggarkan sejumlah dana untuk reklamasi dan revegetasi. Namun, tahun 2001 ini mereka sama sekali tidak menganggarkan. Soalnya ya itu tadi, lahan yang sudah diuruk dan ditanami digali lagi oleh penambang liar. Jadi, percuma. Untuk mencari solusi mengatasi persoalan lingkungan, beberapa hal dilakukan Timah. Salah satunya adalah meregistrasi tambang-tambang liar, yang akan dilakukan mulai 1 sampai 15 September. Nah, bagi tambang liar yang melanggar menambang di daerah yang telah direklamasi dan direvegatasi, diberikan batas waktu sampai 10 September 2001 untuk menghentikan kegiatannya. "Jika tidak mau, akan diambil tindakan hukum," kata Ali Darwin, Direktur Utama Tambang Timah. H.R.T., Asnadi (Bangka)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus