MUJUR betul peruntungan Hari Dharmawan selama beberapa bulan ini. Nasib baiknya sulit dipahami logika masyarakat awam. Bayangkan, bos perusahaan retail Matahari itu punya setumpuk utang di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Namun, belum lagi persoalan utangnya dibereskan, Mei lalu ia malah mencairkan depositonya senilai US$ 15,5 juta di Bank Danamon?bank milik BPPN juga.
Sebenarnya, utangnya di BPPN memang baru akan jatuh tempo pada awal November. Namun, belakangan BPPN khawatir, deposito itu tak akan digunakan untuk menutup utangnya. Maka, pertengahan Agustus lalu BPPN pun mulai mempersoalkan dan mempertanyakan perihal pen-cairan deposito itu kepada Danamon.
Menurut Kepala Divisi Loan Work Out (LWO) BPPN, Bambang Soedibjo, ada tiga jenis utang yang bisa dibebankan kepada Hari Dharmawan. Pertama, utang sindikasi atas nama Griya Pesona Mentari milik Hari Dharmawan sebesar Rp 160 miliar. Kedua, utang atas nama Hari sendiri, berbentuk deposito, yang didapat dari Bank PDFCI (yang kemudian dilebur ke Danamon) sebesar US$ 15,5 juta. Dan, ketiga, utang yang masih belum dapat disebutkan Bambang karena opini hukumnya sedang diproses.
Pinjaman sindikasi Rp 160 miliar yang diperoleh dari PDFCI awal tahun 1997 digunakan untuk membangun empat mal yang kelak akan disewakan ke Matahari. Utang rupiah itu berbunga 20 persen. Karena pendapatannya dalam dolar, sedangkan bunga utang dalam dolar hanya 10 persen, Griya Pesona bersama PDFCI melakukan kontrak derivatif berupa interest rate swap dengan Peregrine Fixed Income Limited. Waktu itu, nilai satu dolar yang dipakai Rp 2.300.
Ketika rupiah terus melemah, manajemen Bank PDFCI memberi pilihan ke Griya Pesona: membatalkan kontrak atau membayar jaminan margin deposit. Hari memilih membayar margin deposit, dengan perhitungan pelemahan rupiah hanya fenomena sementara. Setoran untuk margin deposit pun dimasukkan sebesar US$ 3,5 juta ke PDFCI. Tapi rupiah terus melemah hingga suatu ketika PDFCI harus menalangi tagihan Peregrine US$ 21,5 juta.
Ketika PDFCI menagih, Griya Pesona mengatakan tidak mempunyai uang karena mal sedang dalam tahap konstruksi. Akhirnya, untuk memperkuat posisi penarikan utang, manajemen PDFCI memutuskan memberi utangan atas nama pribadi Hari Dharmawan sebesar US$ 15,5 juta. Keputusan memberikan utang atas nama pribadi Hari Dharmawan?tidak ke Griya Pesona?karena dari sisi hukum proses penarikannya akan lebih mudah. Bank bisa menyita harta Hari di mana saja di seluruh dunia.
Februari 1998, Peregrine dilikuidasi dan likuidatornya pun menagih ke PDFCI. Ketika itu jumlah tagihan telah meledak hingga US$ 67 juta. Dikurangi US$ 21,5 juta yang sudah dibayar PDFCI, utang Griya Pesona bersisa US$ 46 juta. Namun, PDFCI tak sanggup lagi menalangi, hingga akhirnya menyerah. Persoalan kemudian berlanjut ke pengadilan.
Sementara itu, PDFCI akhirnya dilebur ke Danamon. Utang Hari Dharmawan ke PDFCI yang macet dimasukkan ke BPPN. Duit deposito sebesar US$ 15,5 juta yang sebenarnya uang PDFCI yang dipinjamkan ke Hari pun ikut pindah ke Danamon. Menurut logika awam, mestinya deposito ini diblokir saja dan dijadikan jaminan bagi utang-utang Hari di BPPN. Namun, yang kemudian terjadi, ya itu tadi, deposito dicairkan Hari pada Mei lalu. Bagaimana bisa, Hari, yang masih mempunyai utang gede di BPPN, mencairkan deposito itu?
Juru bicara Bank Danamon, Christiana Damanik, mengatakan bahwa pencairan itu bagian dari penyelesaian segi tiga antara Bank Danamon, Peregrine, dan Hari Dharmawan. Danamon mempunyai kewajiban ke Peregrine sebesar US$ 141 juta. Ini warisan dari Bank PDFCI dan Bank Tiara yang dilebur ke Danamon. Karena tuntutan Peregrine menang di majelis tinggi London, Danamon berkewajiban membayar utangnya ke Peregrine. Sebaliknya, di dalam negeri, pengadilan negeri yang dikuatkan pengadilan tinggi memenangkan Hari Dharmawan atas US$ 21,5 juta dana kontrak derivatif dengan Peregrine.
Akhirnya, mereka bersepakat merundingkan persoalan di luar pengadilan. Tercapai kesepakatan, Danamon hanya mem-bayar US$ 13 juta (berarti mendapat diskon 70 persen) kepada Peregrine. Akan tetapi Danamon harus membayar US$ 21,5 juta ke Griya Pesona dan Hari Dharmawan. Sementara itu, Hari punya kewajiban menyelesaikan utangnya?antara lain berupa deposito senilai US$ 15,5 juta itu?ke BPPN. Dari kesepakatan segi tiga yang berlangsung awal April lalu itu, deposito Hari memang berubah menjadi dana pihak ketiga yang setiap saat bisa dicairkan.
Jadi, apakah itu semua hanya praktek bisnis biasa? Sayangnya, konfirmasi justru tak bisa diperoleh dari Hari Dharmawan. Ketika di-cegat di depan kantornya, Hari tak mau berkomentar. Namun, kabarnya, Jumat pekan lalu Hari telah mengembalikan Rp 130 miliar dari depositonya ke Bank Danamon. Memang, kalau bisa segera mengembalikan, mengapa harus menunggu sampai November nanti? Bagaimanapun, kini Hari berutang kepada rakyat, yang tak menikmati apa-apa tetapi harus ikut terkena getah.
Leanika Tanjung, Agus S. Riyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini