Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bagaimana Menghitung Pajak Bunga...

Beberapa contoh perhitungan pajak untuk bunga deposito menurut pedoman dari buku paket deregulasi 27 oktober. Pengambilan restitusi masih dianggap repot. Banyak deposan yang salah paham.

12 November 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SESUDAH empat tahun tertunda, Senin depan, 14 November 1988, bunga deposito mulai dipajaki. Beberapa bankir berpendapat bahwa pelaksanaannya terlalu cepat karena baru diumumkan 27 Oktober lalu. Masyarakat luas belum menguasai lika-likunya. Tak heran bila sebagian pemilik deposito berusaha mencairkan dananya -- bahkan yang belum jatuh tempo -- karena salah paham. Hal itu tidak perlu terjadi jika masyarakat mengerti bagaimana penghitungan pajak atas bunga deposito. Berikut ini beberapa contoh penghitungan pajak, menurut pedoman dari buku Paket Deregulasi 27 Oktober. Contoh I. Deposito Rp 10 juta, berjangka 9 bulan (270 hari), mulai 1 April 1988 s/d 31 Desember 1988. Bunga 18% per tahun, dibayarkan pada saat jatuh tempo. Bunga yang bakal diterima: 9/12 x 18% x Rp 10 juta = Rp 1.350.000. Patokan untuk menghitung pajaknya: a. Bunga yang bakal kena pajak dihitung mulai 14 November 1988 -- 31 Desember 1988 adalah 47 hari. b. Pajak yang harus dibayar adalah: 15% x (47/270 x Rp 1.350.000) = Rp 35.235. Contoh II. Deposito Rp 20 juta, berjangka 3 bulan (90 hari), mulai 15 Agustus 1988 s/d 15 November 1988. Bunga 18% dibayarkan per bulan. a. Bunga yang diterima pada 15 September dan 15 Oktober 1988 bebas pajak. b. Bunga yang diterima pada 15 November 1988 dihitung sbb: -bunga 1 bulan = 1/12 x 18% x Rp 20 juta = Rp 298.800. - pajak yang harus dibayar adalah 2 hari (tanggal 14 dan 15 November) = 15% x (2/30 x Rp 298.00) = Rp 3.000. Contoh III. Sertifikat Deposito Rp 30 juta, berjangka waktu empat bulan, mulai I September 1988 s/d 31 Desember 1988. Diskonto 18% per tahun = Rp 1.800.000 sehingga deposan hanya membayar Rp 28.200.000. a. Pada saat jatuh tempo, pemegang sertifikat deposito itu seharusnya menerima dana Rp 30 juta. Berhubung sejak 14 November 1988 mulai diberlakukan pajak atas bunga deposito, maka bank harus memotong pajak atas bunga sertifikat deposito. b. Pajak dihitung sebagai berikut: 15% x (57/360 x 18% x Rp 30 juta) = 128.250. c. Pemegang sertifikat deposito akan menerima kembali dana Rp 30.000.000 dikurangi Rp 128.250 = Rp 29.871.750. Contoh IV. Sertifikat deposito Rp 100 juta berjangka satu tahun dari tanggal 10 Desember 1987 s/d 10 Desember 1988. Diskonto 18%. Pada tanggal 10 Agustus 1988, sertifikat deposito itu dijual kepada pihak lain. a. Diskonto yang diterima pihak pertama adalah 18% x Rp 100 juta = Rp 18 juta. b. Diskonto yang diterima pihak kedua pada tanggal 10 Agustus adalah 18% (90/360 x Rp 100 juta) = Rp 4.500.000. c. Pada saat jatuh tempo, pihak kedua harus menanggung pajak atas diskonto, dihitung mulai 14 November 1988 s/d 10 Desember 1988. Perhitungannya sebagai berikut: 15% x (27/360 x 18% x Rp 100 juta) = 202.500. d. Pada saat jatuh tempo pemegang terakhir sertifikat tersebut seharusnya menerima Rp 100 juta. Namun, karena harus membayar pajak Rp 202.500, dana yang akan diterimanya adalah Rp99.797.500. Bagaimana menghitung restitusi adalah satu hal lain lagi, yang kebetulan tidak ada contoh-contohnya dalam buku Paket Deregulasi 27 Oktober. Seperti diketahui, UU Pajak 1984 menentukan bahwa PPh dikenakan pada orang yang berpenghasilan mulai Rp 960.000 ke atas. Bila orang itu kawin (beristri atau bersuami), PPh baru dikenakan pada penghasilan Rp 1.440.000 ke atas. Bila mereka mempunyai tanggungan (ayah, ibu, kakak, adik, atau anak), jumlah penghasilan tadi yang belum kena pajak ditambah Rp 480.000 (maksimal tiga tanggungan). Dengan demikian, satu keluarga baru akan diwajibkan membayar PPh jika berpenghasilan Rp 2.880.000 ke atas. Berbeda halnya jika satu keluarga sama sekali tidak punya penghasilan lain seiain bunga deposito. Katakanlah depositonya sebesar Rp 10 juta, yang diperoleh sebagai uang pesangon sesudah terkena PHK. Bank. memang akan langsung memotong pajak atas bunga depositonya. Tapi berdasarkan kenyataan bahwa penghasilan satu-satunya adalah bunga deposito sebesar Rp 1,8 juta itu, yang masih berada di bawah batas pendapatan yang terkena pajak (Rp 2.880.000), maka ia semestinya bebas pajak. Tapi, ke mana sang nasabah harus meminta restitusi? Dia akan repot sckali, terutama apabila ia belum mempunyai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Lain lagi jadinya bila seorang karyawan dengan tiga tanggungan yang berpenghasilan di atas Rp 10 juta setahun -- tapi tidak memiliki NPWP, karena pajaknya dibayarkan oleh perusahaan tempat ia bekerja. Nah, jika ia memiliki deposito, apakah pajak 15% yang sudah dipotong bank itU sudah cukup, ataukah ia masih berutang 10% lagi, karena penghasilan di atas Rp 10 juta kena PPh 25%. Ini pun belum jelas benar pengaturannya. MW

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus