Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA — Indeks harga saham gabungan (IHSG) berpotensi kembali memecahkan rekor dalam waktu dekat. Pergerakan IHSG ditopang optimisme pelaku pasar terhadap fundamental perekonomian dalam negeri.
"Masih sangat mungkin untuk naik. Target akhir tahun di level 7.500," kata Vice President PT Infovesta Utama, Wawan Hendrayana, akhir pekan lalu. Dia juga mengingatkan, dalam jangka pendek, kenaikan IHSG akan diiringi aksi ambil untung.
Pada Kamis, 15 September lalu, IHSG mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Bursa saham menyentuh level 7.377,49 pada Kamis, sebelum melemah sehari kemudian di level 7.168,87.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Wawan, beragam sentimen berpeluang mendorong IHSG naik lagi. Salah satunya adalah setelah Badan Pusat Statistik mengumumkan surplus neraca perdagangan yang berlanjut selama 28 bulan berturut-turut. Ekspor komoditas mendongkrak nilai ekspor Indonesia menjadi US$ 27,91 miliar, mengimbangi nilai impor yang terus melonjak seiring dengan pemulihan aktivitas produksi, yaitu mencapai US$ 22,15 miliar.
Layar pergerakan indeks harga saham gabungan di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 16 September 2022. TEMPO/Tony Hartawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sisi lain, kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi diperkirakan dapat dihadapi masyarakat. Ditambah data neraca dagang, pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun nanti diestimasi masih bisa di atas 5 persen. Pada 2023 pun pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen.
Sentimen positif juga datang dari pengendalian pandemi. Kemunculan varian baru Covid-19 sempat membuat khawatir, tapi hingga saat ini tak ada pembatasan kegiatan. "Untuk itu, kita memasuki kuartal IV dengan modal yang baik dan pendapatan para emiten diperkirakan terus meningkat," ujar Wawan.
Rata-rata nilai transaksi di BEI pada pekan lalu meningkat sebesar 33,82 persen menjadi Rp 20,453 triliun dari Rp 15,284 triliun pada pekan sebelumnya. Rata-rata frekuensi transaksi harian Bursa pada pekan lalu pun melonjak 8,51 persen menjadi 1.579.486 kali transaksi dari 1.455.548 kali transaksi pada pekan sebelumnya. Kapitalisasi pasar Bursa tercatat Rp 9.426,531 triliun.
Menanti The Fed dan BI
Adapun Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menyatakan, pada pekan ini, IHSG akan berada dalam fase konsolidasi. Meski ada sentimen-sentimen positif di atas, pelaku pasar tengah menanti hasil rapat Federal Reserve. Secara konsensus, dia mencatat bank sentral Amerika diperkirakan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis point untuk merespons tingginya inflasi. "The Fed juga bisa saja akan mengumumkan proyeksi ekonomi terbaru dan disinyalir akan merevisinya lebih rendah lagi mengingat adanya kekhawatiran mengenai resesi pada 2023," ujarnya.
Bank Indonesia juga akan menggelar rapat dewan gubernur pada pekan ini. Nafan menyatakan ada peluang bank sentral Indonesia juga menaikkan suku bunga acuan. BI 7-Day Reverse Repo Rate menjadi 4 persen.
Setelah mendapat kepastian soal keputusan kedua bank sentral ini, Nafan menyatakan fokus pelaku pasar akan beralih ke kinerja emiten di kuartal ketiga serta data-data ekonomi domestik terbaru. "Kalau sesuai atau di atas ekspektasi, baik itu data ekonomi domestik maupun laporan keuangan emiten, akan menjadi sentimen positif buat indeks ke depan," katanya.
Analis dari Henan Putihrai Sekuritas, Jono Syafei, menuturkan kenaikan suku bunga di satu sisi dapat memberatkan para pelaku usaha. Namun, di sisi lain, kebijakan ini bakal menarik lebih banyak investor, terutama asing, karena imbal hasil investasi yang akan lebih menarik.
Untuk IHSG, yang saat ini masih didorong sektor perbankan berkapitalisasi besar, kenaikan suku bunga bisa menjadi sentimen positif. "Kenaikan suku bunga berpotensi meningkatkan net interest margin bank sehingga dapat mendorong kinerja perbankan dan harga sahamnya, yang juga dapat menopang IHSG," ujarnya. Itulah sebabnya dia menunjuk sektor perbankan sebagai salah satu yang masih menguat dalam jangka pendek.
Direktur PT Samuel Sekuritas Indonesia, Suria Dharma, menyatakan saham emiten perbankan big caps menjadi salah satu pendorong kenaikan IHSG hingga mencapai rekor tertingginya pada pekan lalu. Dana asing mengalir menuju saham-saham tersebut serta kepada emiten seperti PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. "Dana asing masuk terus karena lebih yakin dengan Indonesia yang diuntungkan harga komoditas, sehingga lebih baik dibanding negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat yang terancam resesi," katanya.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo