Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
DJSN menjalankan asesmen penerapan KRIS pada sejumlah rumah sakit.
Ada 12 kriteria KRIS yang harus dipenuhi pengelola rumah sakit.
Pemerintah menargetkan penerapan KRIS di seluruh rumah sakit pada Desember 2024.
JAKARTA — Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) bersama Kementerian Kesehatan melakukan asesmen terhadap kesiapan rumah sakit untuk menyelenggarakan kelas rawat inap standar (KRIS) bagi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua DJSN, Andie Megantara, mengatakan asesmen telah berjalan pada 34 rumah sakit vertikal yang berada di bawah Kementerian Kesehatan. Asesmen ini selesai pada 11 Maret lalu. “Hasilnya, 94 persen rumah sakit siap menyelenggarakan KRIS dengan penyesuaian infrastruktur skala kecil,” kata dia, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asesmen juga telah dilakukan kepada sejumlah rumah sakit sejak tahun lalu. Pada Februari tahun lalu, asesmen dilakukan terhadap 1.916 rumah sakit mitra BPJS Kesehatan. Hasilnya, baru 79 persen yang siap menyelenggarakan KRIS dengan penyesuaian infrastruktur skala kecil. Pada Agustus, asesmen dilakukan kepada 144 rumah sakit milik TNI dan kepolisian, yang hasilnya 74 persen siap menerapkan KRIS dengan penyesuaian infrastruktur skala kecil.
Andie mengatakan tak hanya rumah sakit umum, asesmen juga turut dilakukan terhadap 23 rumah sakit jiwa (RSJ). Kesimpulannya, dibutuhkan kriteria khusus untuk menjamin keselamatan pasien di ruang rawat inap. “Contohnya lemari di samping tempat tidur yang dipersyaratkan sebagai salah satu kriteria KRIS rupanya bisa membahayakan keselamatan pasien,” ujar dia.
DJSN pun memodifikasi kriteria KRIS untuk RSJ atau rumah sakit khusus. Asosiasi Rumah Sakit Jiwa dan Ketergantungan Obat Indonesia (Arsawakoi) telah mengirimkan usulan kriteria sebagai bahan pertimbangan dan masukan. DJSN, kata Andie, juga akan berdiskusi dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Perssi) untuk melakukan survei dan asesmen lanjutan kepada para anggotanya.
Suasana instalasi gawat darurat di RSUD Chasbullah Abdulmadjid, Kota Bekasi, Jawa Barat, 9 Februari 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Pemerintah sebelumnya telah menyepakati kriteria KRIS untuk memenuhi standar pencegahan, pengendalian infeksi, dan keselamatan pasien. Ada 12 kriteria yang terdiri atas sembilan kriteria yang wajib dipenuhi dan tiga kriteria yang wajib dipenuhi dengan penahapan.
Sembilan kriteria wajib itu adalah bahan bangunan di rumah sakit tidak memiliki porositas tinggi, ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur, ketersediaan satu buah lemari per satu tempat tidur, suhu ruangan yang stabil, pembagian ruangan berdasarkan jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit, kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, serta pemasangan tirai. Sedangkan tiga kriteria lainnya adalah kamar mandi di dalam ruang rawat inap, kamar mandi sesuai dengan standar aksesibilitas, serta outlet oksigen.
Pelaksanaan KRIS akan dilakukan mulai Juli mendatang. Sebanyak 50 persen rumah sakit vertikal akan mulai menerapkan sembilan kriteria awal. Pada Desember, implementasi sembilan kriteria diterapkan di seluruh rumah sakit vertikal. Pada Januari 2023 akan ada implementasi KRIS di 50 persen rumah sakit umum daerah (RSUD).
Terakhir, pada Desember 2024, penerapan 12 kriteria KRIS sudah berjalan di seluruh rumah sakit. “Akan ada pengecualian pada daerah-daerah dengan kondisi khusus, terpencil, tertinggal, serta perbatasan dan kepulauan yang tidak mempunyai rumah sakit dengan 12 kriteria itu,” ucap Andie.
Namun rumah sakit pun perlu waktu untuk memenuhi kriteria KRIS. Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), Ichsan Hanafi, menyoroti dampak negatif yang bakal muncul.
Menurut dia, KRIS bakal mengurangi kapasitas tempat tidur yang terpasang di rumah sakit swasta. Akibatnya, potensi pendapatan rumah sakit akan seret. "Ini tidak mudah bagi kami. Karena itu, kami meminta regulasinya dibahas bersama-sama," kata Ichsan. Dia mengatakan rumah sakit harus mengalokasikan investasi besar untuk merenovasi bangunan apabila tidak memenuhi kriteria KRIS.
Pengurus Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Tonang Dwi Ardyanto, mengatakan manajemen rumah sakit sadar mesti ada perubahan kondisi fisik hingga tata kerja saat menerapkan KRIS. Menurut dia, perlu kejelasan soal tahapan penerapan KRIS. Dia mengatakan ada usul dari sejumlah pengelola rumah sakit agar KRIS langsung berlaku sekali proses, yaitu dari tiga kelas saat ini menjadi kelas tunggal. “Niatnya agar tidak kerja dua kali,” kata dia.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo