Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Jalan Sulit Pembeli Sawit

Pengusaha di sejumlah negara bereaksi terhadap larangan ekspor CPO Indonesia. Dari mendesak adanya lobi diplomatik hingga mencari pasokan sawit alternatif.

29 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pekerja melakukan bongkar muat crude palm oil (CPO) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pengusaha di India meminta pemerintahnya melobi Indonesia soal ekspor CPO.

  • Malaysia berupaya menyediakan pasokan CPO, tapi terganjal persoalan tenaga kerja.

  • Harga CPO terus meroket setelah larangan ekspor CPO diperluas.

JAKARTA – Sejumlah negara mulai bereaksi terhadap larangan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang berlaku kemarin. India kini berusaha melobi pemerintah Indonesia untuk melonggarkan larangan ekspor CPO yang bakal berdampak besar terhadap negara tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Jenderal Solvent Extractors’ Association of India (SEA), B.V. Mehta, mengatakan sudah meminta pemerintah India memulai pendekatan diplomatik dengan Indonesia. “Larangan ekspor ini akan berdampak serius karena setengah dari total impor minyak sawit berasal dari Indonesia dan tidak ada yang bisa mengisinya,” kata Mehta, seperti dikutip dari Business Line, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Mehta, India mengkonsumsi 22,5 juta ton minyak nabati setiap tahun. Dari jumlah itu, sebanyak 9,5 juta ton berasal dari dalam negeri dan sisanya diimpor. India mendatangkan 4 juta ton CPO dari Indonesia setiap tahun. Karena itu, Mehta mengatakan, Indonesia telah mengguncang seluruh dunia. “Sekarang harga minyak nabati akan naik drastis. India harus hidup dengan harga minyak nabati yang tinggi dan pemerintah akan mengalami kesulitan sekarang,” ujar dia.

Pekerja melakukan bongkar-muat crude palm oil (CPO) di Pelabuhan Cilincing, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Direktur Gemini Edibles & Fats India Pvt Ltd, Pradeep Chowdhry, mengatakan saat ini 290 ribu ton CPO yang seharusnya dikirim ke India terjebak di pelabuhan dan sejumlah pabrik. “Kapal kami yang berbobot 16 ribu ton tertahan di Pelabuhan Kumai,” kata Chowdhry.

Pelabuhan Kumai, yang terletak di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, biasa melayani pengiriman CPO ke berbagai negara. Gemini Edibles & Fats India biasa membeli 30 ribu ton CPO dari Indonesia setiap bulan.

Chowdry mengatakan mereka saat ini berupaya mendatangkan pasokan baru dari Malaysia. Namun, menurut dia, Malaysia, yang menjadi pemasok CPO terbesar kedua di dunia setelah Indonesia, juga sedang berupaya memenuhi permintaan yang tiba-tiba melonjak.

Sementara itu, Direktur GG Patel & Nikhil Research Company, Govindbhai Patel, mengatakan akan ada kekurangan pasokan CPO secara signifikan. “Tidak ada cara untuk meningkatkan pasokan,” kata dia kepada Reuters.

Gejolak serupa juga terjadi di Cina. Jiao Shanwei dari Cngrain.com mengatakan dampak larangan ekspor CPO adalah kenaikan harga minyak nabati lainnya. “Biaya untuk produsen makanan akan melonjak,” ujar dia, seperti dikutip dari Global Times.

Harga minyak nabati lainnya, seperti minyak kedelai, minyak kacang tanah, dan minyak colza, akan naik setelah pasokan CPO menurun. Pada kuartal pertama tahun ini, Cina mengimpor 258.300 ton minyak sawit dari Indonesia dan 242.800 ton dari Malaysia atau setara dengan 52 persen dan 48 persen dari total impor negara tersebut.

Jiao mengatakan pasokan minyak colza dari Rusia dan minyak kacang tanah yang diimpor dari Amerika Serikat di bawah perjanjian perdagangan bilateral dapat meredakan ketegangan ini untuk sementara waktu. Minyak kacang tanah adalah pengganti utama CPO di Cina.

Indonesia menjadi pemasok minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) terbesar di dunia. Karena itu, larangan ekspor CPO bakal mengganggu suplai sekaligus mengerek harga komoditas tersebut secara signifikan.

Untuk menjaga ketahanan pasokan domestik, Pemerintah Provinsi Heilongjiang di Cina Timur Laut mengumumkan rencana untuk memperluas area penanaman kacang tanah hingga 666 ribu hektare dengan target produksi 1,3 miliar ton pada tahun ini. China Grain Reserves selaku otoritas terkait juga akan melepas cadangan kacang tanah jika harganya terus meroket.

Larangan ekspor pun membuat harga CPO kian meroket. Data Trading Economics menyebutkan harga CPO pada 28 April mencapai RM 6.929, naik 9,03 persen dalam sepekan dan melejit hingga 21,4 persen dalam satu bulan. Kenaikan harga ini bakal terus terjadi sebelum Indonesia kembali membuka keran ekspor.

Konsumen minyak sawit kini memalingkan harapan kepada Malaysia. Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Zuraida Kamaruddin, mengatakan akan berupaya meningkatkan produksi CPO dengan pembukaan kembali perbatasan negara.

Namun upaya Malaysia menggenjot produksi setelah terbitnya larangan ekspor CPO Indonesia tersendat karena kekurangan tenaga kerja. Pekerja perkebunan di Malaysia paling banyak berasal dari Indonesia. “Saya yakin kami siap dan mampu memasok minyak sawit ke pasar global karena produksi kami akan meningkat menyusul pembukaan kembali perbatasan, yang memungkinkan perekrutan pekerja asing,” kata Zuraida, seperti dikutip Bernama.

FERY F.
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus