Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengakui praktik eksploitasi tambang selama ini telah merusak lingkungan. Menurut Bahlil, kerusakan itu disebabkan pertambangan yang dikerjakan pengusaha asing, bukan ormas keagamaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sekarang lingkungan kita rusak sebagian gara-gara tambang. Apakah ada ormas di situ yang melakukan? Enggak ada kan?” kata Bahlil saat memberi kuliah di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 27 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) ini mengklaim, izin tambang akan dia berikan kepada ormas keagamaan dengan tetap menjaga lingkungan. Bila ternyata lingkungan rusak, Bahlil akan mencabut izin itu. “Kenapa susah? Emang yang lain enggak merusak lingkungan?” kata Bahlil.
Bahlil mempertanyakan publik yang gencar mengkritik izin tambang untuk ormas keagamaan. Padahal, dia baru memulai eksekusi kebijakan itu. Dia mengatakan, eksploitasi tambang yang sudah merusak lingkungan justru tidak dikritik oleh publik. “Ini kita baru mulai kalian sudah kritik. Kalau yang sudah merusah kalian enggak kritik,” kata Bahlil.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengizinkan organisasi masyarakat atau ormas keagamaan untuk mengelola wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK). Kebijakan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang merupakan perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Wakil Sekretaris Jenderal MUI Bidang Hukum dan HAM, Ikhsan Abdullah, mengatakan kajian itu dilakukan sejak diselenggarakannya Kongres Ekonomi Umat di Jakarta pasa 2021 yang juga dihadiri Presiden Joko Widodo. Menurut Ikhsan, menerima pemanfaatan sumber daya alam bisa dilakukan sepanjang dapat memberikan kemaslahatan umat.
“Bila pertambangan kekayaan alam dilakukan secara bijak dan ditatakelola secara baik dengan memperhatikan dampak lingkungan dan penuh kearifan, kita juga dapat melakukan pembangunan yang sustainable,” kata Ikhsan saat dihubungi Tempo, Jumat, 26 Juli 2024.
Menurut Ikhsan, pada dasarnya semua pihak memiliki tanggung jawab yang sama dalam memelihara dan menjadikan sumber daya alam dan kekayaan alam bagi kemakmuran rakyat. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Karena itu, kata Ikhsan, untuk mewujudkannya secara ekonomis harus disusun bersama atas dasar kekeluargaan.
Pilihan Ekbis: Pengamat Penerbangan Pertanyakan Konsistensi Pemerintah soal Penurunan Harga Tiket Pesawat