Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia menyebut institusinya akan segera memberikan izin usaha pertambangan atau IUP kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau NU. Bahlil menyebut IUP batu bara untuk NU masih diproses dan segera diselesaikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tidak lama lagi saya teken IUP untuk PBNU karena prosesnya hampir selesai. Itu janji saya,” kata Bahlil saat memberi kuliah umum di Perguruan Tinggi NU, seperti yang Tempo pantau dalam YouTube Kementerian Investasi pada Ahad, 2 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahlil menyebut langkahnya meneken IUP untuk PBNU telah mendapat restu dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan menteri di kabinet. Dia mengatakan pemerintah akan memberikan konsensi batu bara untuk PBNU agar bisa mengoptimalisasi organisasi.
“Kami akan memberikan konsesi batu bara yang candangan cukup besar kepada PBNU untuk dikelola dalam rangka optimalisasi organisasi,” kata Bahlil.
Presiden Jokowi telah meneken Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Dalam Pasal 83A PP tersebut usaha pertambangan bisa dikelola oleh ormas keagamaan. Adapun, ormas keagamaan di Indonesia bisa memiliki wilayah izin usaha pertambangan khusus atau WIUPK.
Tak hanya itu, Bahlil juga bercerita kalau dirinya merasa bangga dengan NU. Dia menyebut dirinya lahir dari rahim seorang ibu yang merupakan kader dari NU.
“Saya lahir dari kandungan seorang Ibu yang kader NU. Karena itu tidak lama lagi saya teken IUP,” kata Bahlil.
Ormas Garap Tambang, Tata Kelola Makin Amburadul?
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meragukan manfaat pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) kepada sejumlah ormas keagamaan yang diatur dalam revisi PP Minerba yang ditandatangani Presiden pada Kamis, 31 Mei 2024.
Mulyanto khawatir pemberian prioritas IUPK kepada ormas keagamaan membuat tata kelola pertambangan semakin amburadul. "Sekarang saja persoalan tambang illegal sudah seperti benang kusut. Belum lagi dugaan adanya beking aparat tinggi yang membuat berbagai kasus jalan di tempat," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 1 Juni 2024.
Sementara pembentukan Satgas Terpadu Tambang Ilegal, kata Mulyanto, sampai hari ini tidak ada kemajuan berarti. "Semua masih jadi PR yang harus diselesaikan," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
Mulyanto melihat Presiden gagal menentukan skala prioritas kebijakan pengelolaan minerba. Saat ini menurutnya yang sebetulnya dibutuhkan adalah penguatan instrumen pengawasan pengelolaan tambang minerba. "Bukan bagi-bagi izin. Saat ini saja dua orang mantan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara menjadi terpidana. Sampai hari ini Dirjen Minerba belum ada definitif," ucapnya.
Pemerintah menurutnya masih menjadikan IUPK sebagai komoditas transaksi politik dengan kelompok-kelompok tertentu. "Saya sudah baca revisi PP Minerba yang baru saja ditandatangani Presiden. Memang tertulis yang diberikan prioritas IUPK adalah 'badan usaha' yang dimiliki ormas keagamaan," ujar dia.
ADIL AL HASAN | IHSAN RELIUBUN